Antaris langsung diam. Hatinya sakit? Tentu saja! Ia ingin marah. Ia ingin meluapkan segala emosinya.

Bugh!

"Anjing!" Antaris memukul tembok di sampingnya dengan kuat menggunakan kepalan tangannya.

Antaris menatap Aurora dengan tatapan yang sangat tajam. "Gara-gara lo, bangsat! Dasar cewek murahan, tai!" setelahnya, Antaris langsung pergi untuk menenangkan dirinya.

Aurora yang melihat pertengkaran antara Antaris dan Bella tadi hanya bisa tersenyum senang. Ia senang karena bisa membuat hubungan Antaris dan Bella renggang.

Aurora tersenyum licik, kemudian ia tertawa. "Dasar orang-orang bodoh. Mau aja ditipu, haha ..."

* * *

"Ris, gimana tadi? Aurora beneran hamil?" tanya Alfio saat melihat Antaris yang baru saja datang ke basecamp.

Sebelum menjawab pertanyaan Alfio, Antaris terlebih dahulu mendudukkan dirinya di kursi. "Iya. Tapi, gue tetep gak percaya."

"Tapi, kalau beneran Aurora hamil gimana, Ris? Lagian, bukannya tadi sama elo ya meriksanya? Masa lo gak percaya? Apalagi 'kan, tadi yang bilangnya Aurora hamil itu Dokter sendiri," tutur Ander menyampaikan isi pikirannya.

"Itu bukan anak gue," ucap Antaris acuh.

"Ya terus kalau itu bukan anak lo, berarti anak siapa dong? Anaknya si Udin, hah?" tanya Ander bercanda.

Alfio melempar bantal ke arah wajah Ander. "Sialan lo malah ngelawak!"

Arrion yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya angkat bicara. "Kalau lo masih gak percaya Aurora hamil, terus Dokter tadi berucap bohong, gitu?"

Antaris mengangguk yakin. "Iya. Atau gak, bisa aja 'kan Aurora nyogok itu Dokter?"

"Bisa jadi, sih." Ander dan Alfio berucap kompak.

Saat mereka berempat sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing, tiba-tiba Garrick datang dan langsung duduk di samping Antaris sambil menunjukkan ponselnya. Antaris mengangkat satu alisnya bingung.

"Liat aja sendiri, Ris," suruh Garrick sambil memperlihatkan sebuah video pada Antaris, Alfio, Ander, dan Arrion.

Antaris mengepalkan kedua tangannya setelah melihat isi video itu. Di dalam video tersebut terlihat Aurora yang sedang memohon-mohon pada Dokter Riana agar menolongnya untuk mengatakan kalau ia hamil.

"Dari mana lo dapat video itu, Rik?" tanya Arrion penasaran.

"Bukan dari siapa-siapa. Ini gue yang video sendiri," jawab Garrick sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku bajunya.

"Caranya?" tanya Alfio penasaran.

"Jadi gini ceritanya ..."

Flashback on

Setelah menerima telpon dari Mamanya, Antaris langsung menelpon Garrick untuk jaga-jaga, takut Aurora kabur. Setelah Garrick menerima telponnya, Antaris langsung pergi dari sana menuju rumahnya. Dan, kebetulan sekali, pas ia pergi dari sana, Garrick juga baru sampai di rumah sakit.

Garrick langsung masuk ke dalam rumah sakit tersebut sambil mencari keberadaan Bella dan juga Aurora. Dari kejauhan, ia dapat melihat Bella yang sepertinya ingin pergi entah ke mana dan tertinggal lah Aurora sendiri di sana.

Garrick bisa melihat Aurora yang sedang celingak-celingukan kesana-kemari, setelahnya, Aurora masuk ke dalam salah satu ruangan. Karena merasa penasaran, akhirnya Garrick mengikuti Aurora dari belakang dengan diam-diam.

Garrick hanya diam di depan pintu masuk sambil mendengarkan percakapan antara dokter Riana dengan Aurora. Merasa percakapannya penting, Garrick langsung mengeluarkan ponselnya untuk merekamnya.

"Dasar wanita licik," gumam Garrick sambil mengakhiri rekamannya.

Setelah selesai, Garrick langsung pergi dari sana agar tidak ketahuan oleh Aurora.

Flashback off

"Pinter juga ternyata lo, Rik." Ander menepuk pundak Garrick pelan.

Garrick menepuk dadanya merasa bangga. "Ya iya, lah. Emangnya si Alfio, cuman jadi beban sahabat doang."

Alfio melirik Garrick dengan tajam. Kenapa jadi dirinya? Padahal dari tadi ia hanya menyimak, tidak ikutan nimbrung. "Setan, lo!"

Garrick tertawa, kemudian ia berdehem pelan untuk menormalkan kembali ekspresi wajahnya. "Ini bisa jadi bukti buat lo, Ris."

Antaris mengangguk. "Iya. Makasih, Rik. Ternyata gak sia-sia gue nelpon lo tadi."

Garrick mengangguk. Ia merasa senang karena bisa membantu Antaris, sahabatnya. "Yoi, Mas bro."

"Ris, lo masih ingat, 'kan tempat terakhir lo mabuk itu di mana?" tanya Arrion.

Antaris mengangguk. "Masih. Kenapa emangnya, Ri?"

"Di sana pasti ada cctv, 'kan? Kalau ada, kita bisa lihat apa saja yang Aurora lakukan sama lo," jelas Arrion membuat Alfio, Ander, dan Garrick mengangguk mengerti.

Antaris tersenyum senang. Akhirnya, ia bisa menemukan bukti bahwa dirinya tak bersalah. "Makasih, Ri. Makasih juga buat lo semua karna udah bantuin gue."

Mereka berempat mengangguk. "Kita 'kan harus solid." setelahnya, mereka berlima tertawa bersama.

* * *

-To Be Continued-

ANTARIS [LENGKAP]Место, где живут истории. Откройте их для себя