"Yang sopan sama ayah, dia orang tua kamu!" bentak Varo dari belakang disusul lima kawannya.

Hati Dora mencelos mendengar bentakan dari sang kakak. Menahan isakan tangisnya, Dora menghela napasnya lalu menghapus kasar air matanya.

"Dora nyesel balik ke ayah," ungkapnya sambil tersenyum pahit.

Semuanya terdiam mendengar kalimat yang terucap dari bibir mungil Dora. Hingga akhirnya wanita yang dipeluk oleh Antasena tadi berjalan menuju ke arah Dora yang tengah menatap kosong ke arah depan.

"Nak, setidaknya tolong dengarkan penjelasan ayah mu," ucap wanita itu lembut seraya mengelus rambut Dora yang tergerai indah.

"Tidak perlu, saya tidak butuh!" Dora menghentakkan kasar.

"RARA! AYAH TIDAK PERNAH MENGAJARKAN MU UNTUK BERBUAT KASAR SAMA ORANG TUA!" bentak Antasena kepada putrinya.

"A-ayah?" Selang beberapa detik tawa hambar terdengar.

"Hahaha…sejak kapan ayah mengajarkan ku? Ah iya, bahkan kita baru berjumpa beberapa hari saja," ujar Dora sambil terkekeh.

"Bukan gitu maksud—"

"Sstt, Dora capek mau istirahat, permisi," potong Dora sebelum ayahnya menjelaskan.

Tak lama kemudian Dora berlari kecil memasuki mansion, meninggalkan mereka semua di taman dengan pikiran yang bercabang.

"Kak Rara ogeb ya, belum dijelasin udah marah duluan," gumam Nakula lirih namun masih dapat didengar Gara yang berdiri di sebelahnya.

"Ngaca, lo juga ogeb di bidang fisika," sindir Gara sambil menabok bahu Nakula.

"Biar Kevan yang nyusul," ujar Kevan lalu berlari kecil menyusul Dora tanpa persetujuan dari Varo ataupun Antasena.

Baru saja Varo ingin mencegah, bahunya ditarik ke belakang oleh Hasbi. Varo mendengkus kesal.

"Rara butuh waktu buat dengerin penjelasan, biar Kevan…" Hasbi menghela napasnya sebentar.

"Gue yakin Kevan bisa yakinkan Rara," ujar Hasbi menghilangkan keraguan.

Varo mengangguk pasrah, lagipula dirinya juga sempat membentak Rara karena terbawa emosi. Semoga dirinya bisa dimaafkan oleh adik kecilnya.

"Ayo masuk ke dalam, tante tadi bawain makanan," ucap wanita itu mencoba mencairkan suasana.

"Maafkan aku ya, sayang," ucap Antasena tulus mengecup singkat kening wanita itu di depan lima laki-laki yang tengah menatap mereka jengah.

"Om kalo bucin lihat situasi kondisi napa," eluh Nakula membuat Antasena dan wanita itu terkekeh.

"Makanya cari pacar, jangan nge-game terus," sindir Hasbi.

"Lo juga jomblo, bang," ejek Nakula tak mau kalah.

"Sesama jomblo tidak boleh saling menghina. Ayo ke dalam! Tante udah nyiapin beberapa makanan," kata wanita itu.

"Tuh denger—" Belum selesai mengucapkan, tangan Nakula ditarik paksa oleh Gara untuk masuk ke dalam mansion.

"Gue ke Rara!" ujar Diego tiba-tiba lalu pergi mendahului mereka untuk masuk ke dalam mansion.

Mereka hanya terdiam menatap kepergian Diego. Berbeda halnya dengan Varo yang tengah mengepalkan tangannya ketika dirinya merasa kurang pantas untuk bertemu dengan adiknya seusai membentaknya tadi.

-o0o-

Sementara itu di kamar Dora, terlihat Kevan yang tengah berdiri di ambang pintu kamar yang terbuka lebar. Menampilkan sosok gadis remaja yang tengah menenggelamkan kepalanya di bantal.

"Ra…" panggil Kevan lembut seraya berjalan mendekat ke arah Dora. Kevan duduk di samping ranjang tempat tidur.

"Ck, Dora capek jangan ganggu!"

Kevan mengelus lembut kepala Dora, "sini deketan, Ra. Kevan mau cerita nih," ujarnya.

Dora yang merasa tertarik lalu bangkit mendekati Kevan. Ia duduk di samping Kevan seraya memangku boneka lebah kesayangannya. Bukan boneka monyet ya!

"Rara harusnya bersyukur masih memiliki ayah yang sangat menyayangi Rara, coba lihat Kevan dan yang lainnya."

"Emang BangKe sama yang lain kenapa?" tanya Dora mulai penasaran.

"Rara pernah ketemu orang tua kita?" Dora menggelengkan kepalanya.

Kevan tersenyum, lalu mengambil pelan kepala Dora dan meletakkannya di bahunya. Sehingga Dora terlihat bersender.

"Kevan selama ini kesepian kalo saja gak bertemu dengan mereka," ungkap Kevan.

"Kesepian kenapa?"

"Kedua orang tua Kevan terlalu sibuk dengan kariernya, gak cuma Kevan yang lain juga begitu. Hingga akhirnya kita ketemu dengan om Antasena dan wanita di taman tadi," jawab Kevan.

"Wanita tadi? Selingkuhan ayah?" Kevan sontak menutup mulut Dora pelan dengan telapak tangannya.

"Sstt…jangan nethink, Ra."
"Penyesalan itu selalu ada di akhir—" Ucapan Kevan terpotong.

"Kalo di awal namanya pendaftaran," potong Dora memutar bola matanya.

"Bisa ae, Ra," kekeh Kevan.

"Ya udah deh, Dora dengerin penjelasan ayah. T-tapi…"

Kevan menaikkan alisnya menunggu lanjutan ucapan Dora yang tiba-tiba terhenti.

"Dora takut sama ayah dan Bang Varo," cicit Dora—menggenggam erat boneka lebah yang berada di pangkuannya.

"Mereka gak bakalan gigit, Ra!" ujar Kevan. Dora mengangguk namun masih ada rasa ketakutan melihat ketika ayahnya dan abangnya membentaknya secara terang-terangan.

"Ra…" Kepala Dora mendongak, terlihat Diego yang tengah berdiri tepat di hadapannya.

"Calm down, Ra," ujar Diego lembut. Kevan yang mendengar itu hanya biasa saja, ia tau Diego sangat menyayangi Dora seperti adik sendiri sama dengan dirinya.

Padahal Kevan tidak tau, perasaan apa yang selama ini Diego pendam. Ah mungkin jangan sampai tau, dipastikan Diego akan malu sekali. Pasti akan diolok-olok 'masih waras ternyata'.

"Turun?" tawar Diego.

Dora mengangguk lalu merentangkan kedua tangannya.

"Ngapain, Ra? Minta dipeluk?" tanya Kevan tidak peka.

Diego yang langsung peka, mengambil tubuh Dora dan menggendongnya ala koala. Kevan yang paham keinginan Dora hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Astaga sifat manja nya gak pernah ilang ternyata," gumam Kevan lalu menyusul kedua insan itu yang sudah berjalan keluar kamar.

To be continued…

-o0o-

Malem semua, maaf ya buat cast kemarin kalau kurang cocok dengan imajinasi

Oh iya aku mau nanya, kalian berminat gak kalau bikin gc? Aku takut kalo gc nya rame pas netes doang

Tau sendiri kan, kebanyakan gc rame pas awal doang entar akhirnya banyak yang cuma jadi siders:((

SEE YOU NEXT CHAPTER>

ABOUT DORA [END]Where stories live. Discover now