49. MELANGKAH MAJU

Start from the beginning
                                    

Langit sendiri berlari tak tentu arah. Saat seorang ibu berjalan tepat di hadapannya, langsung saja ia menahan dan bertanya, "Ibu nggak papa? ibu baik-baik aja?" Wanita itu menatap heran sebelum menggeleng sebagai jawaban.

Senja tercengang. Jadi Langit berlari hanya itu memastikan semua orang baik-baik saja, alih-alih mengatakan ia hanya mengkhawatirkan Senja.

"Bapak, bagaimana keadaannya? nggak ada yang terluka kan?" Lagi-lagi yang ditanya hanya menatap heran.

"Ibu, bagaimana keadaannya?"

"Bapak, apa masih ada yang di salam sana?"

"Nenek, baik-baik saja?"

Hingga suara Langit sudah tidak lagi terdengar, yang Senja lihat cowok itu kini memeluk seorang anak laki-laki yang baru berhasil diselamatkan. Merangkum wajahnya lalu mendekap penuh kehangatan.

Bahkan seorang damkar yang baru keluar pun ikut menerima hamburan pelukan.

Semua. Semua orang dipeluknya, hanya karena Langit tidak ingin mengaku pada Senja.

Jika semua orang menatap bingung dan heran kepadanya, Senja yang mulanya tercengang justru tertawa. Melipat kedua tangannya di dada lalu menggeleng-gelengkan kepala.

Satu yang tidak Langit sadari kali ini, bahwa ia bisa menjadi gila hanya karena Senja tidak ada dalam jangkauannya.

****

"Kemarin, salah satu teman Langit tiba-tiba cegat gue pas lagi jalan di koridor lantai satu," ungkap Binar bercerita sambil sesekali memakan cemilan di tangannya. "Siapa ya namanya...." Ia berpikir sejenak. "Lupa gue."

Lain halnya dengan Binar, Senja justru terdiam membeku di tempat. Duduk berdua di tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua. Menatap kosong ke depan tanpa memedulikan ocehan di sampingnya. Binar mengerutkan kening, kemudian mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Senja.

"Oy! Senja, kenapa?" tanyanya bingung. Aneh sekali rasanya mendapati Senja melamun seperti seseorang yang tengah dilanda banyak pikiran.

Senja tergelak. Gadis itu menoleh lantas tersenyum kikuk. "Enggak papa. Tadi cerita apa, Binar?"

Binar menyipitkan matanya penuh selidik. "Lo ada masalah? atau ada yang ganggu lo? cerita aja. Gue siap hujat sekalipun itu Langit atau si cewek singa itu." Leona maksudnya. Binar tahu betul gadis itu senang sekali mengganggu Senja.

Baru saja Senja membuka mulutnya, namun seseorang bersurai pendek tiba-tiba datang membuatnya mengurungkan niat, beralih menatap ke depan. "Senja, bisa kita bicara?"

Binar menatap Mawar tak suka. Sedangkan Senja mengerjap beberapa saat. "Mau ngomong apalagi? mau minta maaf? telat," semprot Binar mengambil alih.

Mendapat ucapan ketus dari Binar, tak lantas membuat Mawar gentar mengajak Senja berbicara. Ia memilih mengabaikan. Masih dalam posisi yang sama, menatap dalam manik mata Senja. "Ayo kita bicara, sekali ini aja. Empat mata."

Tawaran Mawar barusan sukses membuat Senja mengangguk dua kali. Padahal sebelumnya ia berpikir jika Mawar mempunyai maksud lain tak jauh berbeda dengan Leona. Namun entah mengapa gadis itu kali ini terasa berbeda.

Usai meyakinkan Binar bahwa ia akan baik-baik saja, Senja pun beranjak melangkah sejajar dengan Mawar mengikuti gadis itu yang ternyata membawanya ke taman belakang sekolah.

Duduk di kursi panjang dengan suasana sepi yang menyelimuti. Senja menarik napas sejenak sebelum menoleh menatap Mawar. "Ada apa?"tanyanya.

Mawar menoleh hingga tatapan keduanya bertemu. Ada hal lain yang Senja temukan di mata kecil miliknya itu. Berupa tatapan teduh. Namun bukan itu yang menjadi alasannya Senja kebingungan, melainkan Mawar yang tiba-tiba menghamburkan pelukan.

Langit Senja [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now