Baru saja Sena hendak mendorong pintu perpustakaan, tetapi getaran beda persegi panjang di saku celananya mengalihkan perhatiannya. Melihat nama yang tidak asing lagi untuknya, dengan cepat Sena menggeser lambang telepon di layar ponselnya.

"Halo?"

"...."

Raut wajah Sena seketika berubah panik tak karuan.

"Kok bisa?! Sena ke sana sekarang." Setelah mengatakan itu Sena memutus sambungan teleponnya lalu berlari berlawanan arah, melupakan niatnya mengunjungi perpustakaan untuk belajar bersama Zefanya.

Total hampir lima kali Zefanya menghela napasnya, sudah dua puluh menit berlalu, tetapi Sena tak kunjung datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Total hampir lima kali Zefanya menghela napasnya, sudah dua puluh menit berlalu, tetapi Sena tak kunjung datang. Dirinya sedang tidak mood untuk belajar, kedatangannya ke perpustakaan hanya untuk mengajari Sena seperti biasa. Zefanya juga meninggalkan ponselnya di kelas sehingga tidak bisa menghubungi Sena.

Netra bening Zefanya memperhatikan jam berbentuk bulat yang terpajang di dinding depannya. Jarum jam berwarna merah itu bergerak tiap detiknya, hingga waktu berlalu lima menit. Zefanya membereskan alat tulisnya, memutuskan pergi tanpa peduli jika Sena akan datang sebentar lagi, salah siapa lama?

Setelah keluar dari perpustakaan, Zefanya memang tak berniat langsung kembali ke kelasnya. Gadis itu berjalan tanpa arah, membiarkan kakinya pergi ke mana pun ia mau. Hitung-hitungan menjelajah sekolah yang belum sempat ia eksplor seluruhnya. Kehidupan sekolahnya tak jauh-jauh dari kelas, perpustakaan dan ruang OSIS. Ruang lingkup pertemanannya pun sangat kecil, hanya Aretha, lalu beberapa anggota OSIS. Mereka tidak jahat apalagi murid tukang bully, hanya saja Zefanya yang begitu pendiam dan tertutup. Dia merasa tidak pantas berteman dengan anak orang kaya seperti mereka, kastanya jauh lebih rendah dan tak dapat dibandingkan.

Kaki Zefanya berhenti di depan ruang musik yang pintunya sedikit terbuka. Di dalamnya terlihat beberapa murid yang sedang bernyanyi dan bermain gitar, sebagian lainnya menari secara acak. Zefanya mengukir senyum tipis, mereka terlihat sangat bahagia. Anak club musik memang terkenal humble, Zefanya pernah berinteraksi dengan mereka beberapa kali saat membicarakan urusan PENSI sekolah, mereka menjadi salah satu pengisi acara yang paling ditunggu-tunggu.

Zefanya kembali melanjutkan langkahnya, koridor gedung bagian sini terlihat begitu sepi, kebanyakan murid lebih memilih menghabiskan waktu mereka di kantin atau berbincang di dalam kelas.

Perlahan jemari Zefanya mendorong pintu ruang seni, bibirnya kembali mengukir senyum tatkala melihat tidak ada satu orang pun di ruangan itu. Kakinya melangkah masuk setelah kembali menutup pintu.

Di ruangan itu terdapat banyak sekali hasil lukisan para murid, terlebih setelah lomba kemarin. Ngomong-ngomong, kelasnya mendapatkan juara dua lomba melukis. Selain itu, masih banyak lagi karya seni milik murid-murid yang terpajang di lemari ruangan ini.

Zefanya mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang terletak tak jauh dari sebuah lukisan besar. Hidungnya menembuskan helaan napas berat. Kepala Zefanya pusing hingga rasanya ingin pecah. Sekarang ia pengangguran, lalu dari mana dirinya bisa mendapatkan uang untuk memenuhi semua kebutuhannya? Ayahnya tentu tak bisa diharapkan.

Teringat perbincangan Januar dan Tono tempo hari, pikiran negatif mulai menggerayangi kepala Zefanya. Apakah Tono sengaja melakukan hal ini padanya? Terlebih pria itu ada di dekatnya saat kejadian, apakah untuk memastikan bahwa orang suruhan pria itu berhasil menubruk punggungnya hingga ia jatuh tersungkur? Apakah benar Tono sejahat itu padanya?

Memikirkan itu membuat Zefanya ingin kembali menangis. Di dunia ini orang yang benar-benar bersikap baik padanya dapat dihitung dengan jari. Sebenarnya apa salahnya? Kenapa dunia berlaku begitu kejam padanya?

Mencari kerja di zaman sekarang sangat sulit, sarjana lulusan S1 pun masih banyak yang menganggur, apalagi dirinya yang masih berstatus pelajar? Bahkan kafe atau restoran sekali pun sangat pemilih untuk urusan pekerjaan, restoran tempat kerjanya dulu ia dapatkan setelah hampir bersujud di hadapan sang manager. Seharusnya sebentar lagi ia gajian, dan sekarang malah harus dipecat dengan mengenaskan.

Zefanya mengusap wajahnya kasar, menerawang lukisan di depannya dengan tatapan kosong. Haruskah ia menerima tawaran Haikal malam itu? Tetapi mereka tidak begitu dekat, akankah ia dicap sebagai orang yang hanya memanfaatkan teman? Ya Tuhan, kenapa hidupnya berat sekali?

TBC

A/n: Kira-kira yang nelepon Sena siapa dan mau ke mana, tuh?

Kalian penasaran gak sih sama makan siangnya SMA Ranajaya gimana? Kalau iya, cek di instagram @exitozdkistory. Aku bakal share banyak foto/informasi tentang cerita ini di sana.

Vote dan komen dari kalian tuh bikin moodboster banget, jadi jangan lupa komen yang banyak, ya! Terima kasih juga untuk yang sudah vote dan komen.

Okay, don't forget to vote, follow and comment, see you next part!

Okay, don't forget to vote, follow and comment, see you next part!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang