6

707 137 21
                                    

Setelah beberapa hari semenjak info lomba matematika itu diumumkan, SMA Ranajaya berhasil menyeleksi tiga murid untuk diikut sertakan sebagai peserta lomba antar sekolah tersebut. Hari ini, beberapa guru dan ketiga murid itu sudah berada di dalam mini bus yang akan membawa mereka ke sekolah tempat lomba diselenggarakan.

Selama di perjalanan hingga mini bus hampir terparkir di area parkir sekolah, Zefanya terus menatap ke luar jendela dengan perasaan tak menentu.

Suasana pagi itu terasa begitu meriah, area parkir tidak hanya diisi oleh kendaraan sekolah dari setiap peserta, melainkan banyak kendaraan pribadi siswa siswi yang diam-diam membolos demi menyemangati teman mereka, terlihat dari pakaian bebas yang mereka kenakan.

Setelah turun dari mini bus, para murid lebih dulu berkumpul untuk diberi arahan singkat dari para guru. Kemudian mereka digiring menuju aula tempat seluruh peserta berkumpul.

Di tengah-tengah fokusnya mendengarkan panitia lomba, tiba-tiba saja ponsel Zefanya yang layarnya telah retak bergetar pelan.

Dengan penuh semangat Zefanya mengeluarkan ponselnya dari saku baju dan memeriksa notifikasi yang baru saja masuk. Dia berharap jika Aretha yang mengirimkannya pesan, pasalnya sejak pagi tadi Zefanya sama sekali belum membuka ponsel usangnya ini.

Setelah mengetahui isi dari notifikasi itu, seketika sudut bibir Zefanya merosot. Pagi tadi Aretha memang mengirimkannya pesan, tetapi pesan yang baru saja masuk ini milik ....

Unknown Number

| Inget, gue bisa tendang lo dari sekolah kalau lo gak patuh sama perintah gue
| Gue gak pernah bercanda sama omongan gue

Sena.

Zefanya melirik ke arah Sena yang duduk tak jauh darinya, pemuda itu terlihat fokus memperhatikan panitia seolah tak terjadi apa pun.

Zefanya menghela napas pelan, matanya kembali menatap layar ponselnya. Jemari lentik itu akhirnya mengirimkan balasan pesan dengan bibir menipis.

Unknown Number

Iya, Sena, lo bisa percaya sama gue|

Zefanya kembali menyimpan ponselnya dengan perasaan yang semakin tak menentu. Ini adalah chat pertama keduanya sejak hampir dua tahun lalu mereka menjadi teman sekelas.

Zefanya semakin merasakan penyesalan akan keputusan gegabahya malam itu.

Setelah serangkaian acara pembukaan, Zefanya serta beberapa peserta lomba lainnya masuk ke dalam sebuah ruangan kelas yang menjadi saksi pertarungan sengit mereka, mungkin kecuali Zefanya.

Ketika lembar soal dan jawaban sudah selesai dibagikan, Zefanya lebih dulu melihat soal dari nomor satu hingga terakhir. Gadis itu mengeluarkan ekspresi kecewa, jika saja ia tak terikat perjanjian apa pun dengan Sena, Zefanya dapat mengerjakan semua soal itu dengan mudah, bukannya menyerah sebelum berperang seperti ini.

Diam-diam Sena yang duduk di sudut ruang kelas memperhatikan Zefanya yang terlihat fokus mengerjakan soal lombanya. Sena berjanji, jika Zefanya tak menuruti perintahnya, ia akan bongkar kebusukan gadis berwajah polos itu pada dunia.

Di tengah waktu pengerjaan, guru pengawas beberapa kali berjalan mengitari ruang kelas, tak jarang matanya melirik jawaban peserta kemudian berkata, "Tidak usah terburu-buru, waktunya masih lama, cek kembali jawaban kalian."

Alhasil beberapa peserta mengeluarkan helaan napas berat dan menjadi kurang percaya diri dengan jawaban mereka.

Waktu yang tersisa masih banyak, tetapi Sena sudah lebih dulu menyelesaikan jawabannya. Tentu saja, ia sudah memahami dan menghafal seluruh kunci jawaban yang diberikan ibunya. Mengingat ibunya, Sena rasanya ingin tertawa sumbang melihat betapa liciknya sang ibu yang menginginkan dirinya menjadi juara pertama hingga menghalalkan segala cara demi mendapatkan berkas kunci jawaban.

MistakeWhere stories live. Discover now