14

684 108 19
                                    

Pagi ini lagi-lagi Zefanya datang ke sekolah dengan mata sembab. Aretha berkali-kali memandangnya dengan tatapan khawatir, gadis itu juga berkata jika Zefanya dapat menceritakan masalah apa pun pada dirinya. Namun, untuk ke sekian kalinya pula Zefanya menolak dengan halus. Selama jam pelajaran berlangsung, Zefanya terlihat fokus memperhatikan penjelasan guru, berbeda dengan Aretha yang malah terlihat tidak fokus. Gadis itu beberapa kali menghela napas berat. Kadang kala Aretha berpikir, apakah ia tak cukup baik sehingga Zefanya begitu tertutup padanya? Zefanya tidak pernah bercerita di mana sahabatnya itu tinggal, berapa saudara yang dia miliki, siapa nama ayah dan ibunya. Bahkan Aretha selalu dicegah saat akan mengantarnya pulang, Zefanya berkata ia akan naik bus sekolah supaya bisa memanfaatkan fasilitas sekolah dengan baik.

Sementara di depan sana Pak Doni melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Penjelasan materi sudah selesai ia sampaikan, tetapi masih tersisa satu jam pelajaran lagi. Tak ingin membuat murid-muridnya menganggur, Pak Doni kembali angkat bicara.

"Masih sisa satu jam pelajaran. Bapak akan membuat soal, siapa yang bisa mengerjakan akan mendapat nilai tambahan," ujar Pak Doni lalu mulai menulis beberapa soal materi Hukum Pascal.

Aretha hanya melirik malas, enggan pula menengok ke belakangㅡmeja Zefanyaㅡ, gadis itu lebih memilih melanjutkan gambar abstraknya di halaman belakang buku tulis. Semenjak terlibat percekcokan beberapa hari lalu, Aretha semakin malas mengikuti pelajaran Kimia.

Seraya mengangkat sebuah spidol di tangan kanannya, Pak Doni kembali berujar. "Soal pertama ada yang bisa jawab?"

Secara bersamaan Sena dan Zefanya kompak mengangkat tangan mereka.

"Ya, silahkan, Sena."

Zefanya menolehkan sedikit kepalanya, melirik Sena yang berjalan dengan pandangan lurus.

Selama beberapa saat tubuh tegap Sena menutupi sebagian papan tulis, hingga tak lama lelaki itu kembali memberikan spidol kepada Pak Doni dan berjalan ke tempat duduknya.

Pak Doni memperhatikan jawaban Sena lalu mengangguk pelan. "Jawaban Sena kurang tepat. Zefanya, silahkan kerjakan soal nomor satu."

Sementara Zefanya berjalan menuju papan tulis, diam-diam Sena mengepal tangannya erat. Bagaimana bisa jawabannya salah?!

Zefanya mundur dua langkah seraya memberikan spidol pada Pak Doni. Guru berumur pertengahan tiga puluhan itu mengangguk puas.

"Bagus, Zefanya. Jawaban kamu benar, kamu dapat nilai tambahan," ungkap Pak Doni.

Zefanya tersenyum puas dan membalas dengan terima kasih.

Sena semakin geram di tempatnya, materi ini sudah sejak jauh-jauh hari ia pelajari di tempat lesnya, tetapi mengapa Zefanya bisa menjawab dengan benar sedangkan ia tidak?

Berbeda dengan Zefanya yang enggan menyambangi kantin ketika jam istirahat karena mengantre makan siang akan membuang waktunya, Sena lebih dulu datang ke kantin untuk makan siang sebelum ke perpustakaan menemui Zefanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Berbeda dengan Zefanya yang enggan menyambangi kantin ketika jam istirahat karena mengantre makan siang akan membuang waktunya, Sena lebih dulu datang ke kantin untuk makan siang sebelum ke perpustakaan menemui Zefanya. Lelaki itu tidak perlu repot-repot mengantre, ia mendapatkan jatah khusus dari pihak sekolah, jangan lupakan power yang dimiliki orang tua pemuda itu.

MistakeWhere stories live. Discover now