3

994 162 14
                                    

Selama di dalam bus, Zefanya terus memegangi perutnya yang terasa keroncongan. Persediaan bahan makanan di rumahnya habis, belum sempat ia berbelanja kebutuhan pokok, seluruh uangnya lebih dulu diambil oleh ayahnya untuk bermain judi. Di rumah hanya tinggal tersisa satu butir telur, Zefanya memberikan itu untuk ayahnya, setidaknya telur itu dapat mengganjal perut ayahnya selama beberapa waktu.

Bus berhenti di halte sekolah, Zefanya memilih turun paling terakhir karena tak ingin berdempetan. Saat Zefanya berjalan dari arah gerbang, matanya memandang takjub gedung sekolahnya yang berdiri dengan sangat gagah. Terkadang Zefanya masih merasa tak percaya dapat bersekolah di sekolah mewah itu. Jika bukan karena otak cerdasnya, mungkin Zefanya hanya akan menjadi gadis tamatan SMP yang luntang-lantung mencari pekerjaan. Oleh karena itu, Zefanya akan berusaha mempertahankan beasiswanya supaya ia menjadi seseorang yang sukses. Zefanya tak ingin anaknya kelak merasakan hal yang sama seperti dirinya.

Ketika Zefanya melangkahkan kaki ke dalam kelas, Aretha menyambutnya dengan lambaian tangan dari tempat duduknya. Zefanya membalas dengan senyum kecil.

Ia lantas berjalan menuju tempat duduknya yang tepat berada di belakang Aretha. Seperti biasa, Aretha akan duduk membalik seluruh tubuhnya untuk menghadap Zefanya. Aretha sebenarnya gadis yang baik dan cantik, tentu saja ia berasal dari keluarga kaya, tetapi karena sifatnya yang sedikit 'aneh' tak banyak orang yang benar-benar ingin berteman dengannya selain Zefanya.

"Re ...." Zefanya memanggil Aretha dengan ragu-ragu.

Aretha menatap Zefanya dengan penuh selidik. "Kenapa?" balasnya penasaran.

"Gue ... gue mau pinjam uang lo boleh? Nanti pasti gue balikin, tapi gue gak janji akan balikin dekat-dekat ini," ungkap Zefanya.

"Gue kira ada apa!" sungut Aretha. "Ya, bolehlah. Lo itu sahabat gue, Zef. Anggap aja gue ini keluarga lo sendiri, gak usah sungkan untuk minta sesuatu sama gue," imbuhnya.

Zefanya menatap Aretha haru, meski sudah bersahabat sejak awal masuk sekolah menengah atas, yang berarti sudah satu tahun. Zefanya masih saja merasa tak enak hati jika harus meminta pertolongan Aretha, Zefanya hanya takut dicap sebagai sahabat yang hanya memanfaatkan kekayaan Aretha.

"Ini lo simpen aja, balikinnya terserah lo, enggak dibalikin juga enggak papa," ucap Aretha seraya menyerahkan lima lembar uang seratus ribu yang ia ambil dari dompetnya.

"Gue pasti balikin, tapi enggak papa, ya kalo gue cicil?" sahut Zefanya seraya mengambil uang dari tangan Aretha.

Namun, belum sempat uang itu beralih tempat ke tangan Zefanya, Aretha menariknya lebih dulu.

"Eits, ada syaratnya!" sela Aretha. "Lo harus ikut makan siang sama gue hari ini."

Zefanya menghela napas lega, ia kira Aretha akan memberikan syarat yang aneh-aneh.

Gadis berambut sebahu itu tersenyum manis. "Iya, Bem!" Bem, atau tembam adalah panggilan Zefanya untuk menjahili Aretha mengingat sahabatnya itu memiliki pipi yang lumayan berisi, sedangkan tubuhnya bisa dibilang body goals.

Aretha mendengus lalu benar-benar memberikan uang di tangannya pada Zefanya, sementara Zefanya hanya membalas dengan tawa kecil.

Kringgg!

Bel masuk berbunyi dengan sangat kencang seolah ingin menulikan telinga seluruh penghuni di sekolah itu.

"Cepat letakan tas kalian di depan! Hari ini ulangan harian matematika!" ucap Bu Tika dari depan kelas.

Aretha membalikkan tubuhnya dengan raut wajah terkejut, guru yang satu ini memang sangat tepat waktu, bahkan ketika bel masuk baru berbunyi ia sudah berada di dalam kelas.

MistakeWhere stories live. Discover now