Hari baru, semangat baru, dan harapan baru.
Setelah kekacauan kemarin, Zefanya hanya berharap hari ini berjalan dengan baik tanpa ada masalah apa pun.
Zefanya menapakkan kakinya di aspal berdebu halte sekolah. Kepalanya mendongak menatap langit biru, hidungnya mengambil napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Semangat!, serunya dalam hati.
"Zef!" Dari depan gerbang Aretha berseru ke arahnya seraya melambaikan tangan, wajahnya tersenyum ceria.
Zefanya balas melambai dengan senyum kecil, setelahnya berjalan menghampiri Aretha.
"Tumben lo baru dateng?" tanya Zefanya ketika sampai di hadapan Aretha. Sepasang sahabat itu berjalan memasuki sekolah seraya saling merangkul.
"Iya, gue bangun kesiangan," sahut Aretha. Meskipun Aretha tidak unggul dalam bidang akademik, tetapi ia selalu datang pagi-pagi sekali.
Keduanya terus bercengkrama hingga sampai di koridor yang ramai dikerumuni siswa-siswi. Sepertinya ada pengumuman baru yang baru ditempel.
Dengan rasa penasaran membuncah, Aretha menerobos kerumunan tersebut sembari menggandeng tangan Zefanya.
"Air panas! Air panas!"
Sontak saja beberapa murid lantas menyingkirkan. Namun, setelahnya Aretha dihadiahi tatapan sinis, terlebih dari kakak kelas.
Aretha memilih tak peduli dan membaca pengumuman yang baru ditempel di papan mading.
"Pengumpan lomba matematika kemarin! Gue yakin lo pasti juara satu!" ucap Aretha bangga seraya menoleh ke arah Zefanya.
Zefanya hanya bisa tersenyum getir. Berharap sahabatnya itu tidak kecewa.
"Loh ...." Raut bangga seketika hilang dari wajah Aretha. Namun, tak lama hadirnya kembali. Kepalanya menoleh ke arah Zefanya dengan senyum lebar. "Akhirnya temen gue mau ngalah!" ucapnya terselip canda yang sebenarnya sama sekali tidak lucu.
Zefanya tak menjawab, pandangannya ia buang ke sembarang arah.
Aretha tersenyum tipis. "Udah nggak papa. Kekalahan itu awal dari kemenangan," hiburnya.
Zefanya mengangguk pelan. "Makasih, Re," sahutnya serak.
Aretha menjauhkan tubuhnya. "Semangat!" ucapnya seraya mengangkat tangan ke udara.
Zefanya membalasnya dengan senyum kecil.
"Udah, yuk ke kelas! Gue mau cerita gebetan baru gue," imbuh Aretha malu-malu.
Zefanya tertawa pelan. Kemudian merangkul pundak sempit sahabatnya itu. "Ayo!"
Sena yang baru saja datang hanya dapat melihat interaksi kedua sahabat itu dalam diam. Matanya memandang nama lengkapnya yang tertera sebagai juara pertama lomba matematika.
Harapannya menjadi kenyataan. Kenapa tidak sejak dulu saja ia mencari tahu kebusukan Zefanya? Jalannya tentu akan lebih mudah, ia tak perlu repot-repot memahami ratusan soal untuk memperjuangkan gelar juara.
YOU ARE READING
Mistake
Teen FictionZefanya Annora, siswi penerima beasiswa di salah satu SMA elit ibukota. Zefanya selalu dituntut sempurna dalam hal akademik oleh pihak sekolah, hingga sebuah kesalahan fatal yang dilakukan gadis itu membuat semesta seolah menghukumnya begitu kejam...