25 ||

147 9 0
                                    

Krek!

Terlihat Donald dengan senyum manisnya menghampiri Adel ditemani oleh sosok pria paruh baya, berbadan tinggi, dan memiliki gaya yang tidak kalah hits dari sang anak. Ya, Andi Rivan, Papa dari Donald.

"Hai, sayang! Kamu udah lebih baik? Aku kangen banget sama kamu," ujar Donald kemudian berdiri di samping Adel yang tengah berbaring.

"Munafik! Gak usah sok baik deh, urusin aja cewemu itu. Eits, lebih tepatnya 'ISTERI-MU ITU' !" sahut Adel dengan nada yang naik satu oktaf.

"Ma-maksud kamu apa?" Donald menaruh parcel yang ia beli untuk Adel di meja dekat sofa.

"Dasar! Semua cowo sama aja!"  bentak Adel dengan tidak menatap mata Donald.

"Sayang, kemarin itu bukan isteri aku. Dia, Santi sepupu aku yang sedang kesakitan karena datang bulannya tidak seperti biasanya. Makanya aku bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Kata siapa dia isteri aku?" tanya Donald heran.

"Gak usah kepo! Kalo udah punya yang lain, ya tinggal bilang saja apa susahnya, biar aku cari cowo  yang lebih baik dan yang mau serius sama aku," tutur Adel.

"Del, jangan gitu, Nak," sela Esther menenangkan.

"Oh, jadi selama ini kamu anggep aku gak serius dan tulus gitu, ya? Selama hampir 2 tahun kita pacaran, kamu merasa dicurangi dan dibohongi sama aku, iya Del?!"  decak Donald dengan emosi.

"Emang kenyataannya begitu!" balas Adel tidak mau kalah.

"Haha, emang, ya cewe selalu benar. Mau menjelaskan apapun juga percuma! Selalu salah di matanya," murka Donald dengan wajah yang memerah.

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Donald yang mulai memerah. Ya, Andi berusaha menenangkan situasi yang menegangkan ini. Manik Donald mulai berkaca-kaca, ia tidak tahu mengapa dirinya begitu emosi hingga membentak sang kekasih.

"Cukup Donald! Papa gak pernah ajarin kamu untuk kasar sama perempuan," pekik Andi sambil berkacak pinggang.

"Percuma Pa, calon menantu Papa gak akan mau dengerin Donald. Lebih baik dia cari cowo lain yang pantas buat dia." Emosi Donald mulai mereda.

"Tante, aku pamit," ujar Donald kemudian berjalan meninggalkan ruangan.

"Hiks! Hiks!"

Buliran air bening mulai mengalir dari pelupuk mata Adel. Isakan kecil mulai memenuhi ruangan di mana ia berbaring. Kondisi yang lemah, hati yang hancur, membuat kepalanya semakin pening dan hanya bisa meringis kesakitan.

Mendengar isakan Adel, membuat Donald tak kuasa untuk meninggalkannya. Ia menghampiri Adel kemudian sedikit membungkukkan badannya dan langsung memeluk Adel dengan berbisik,"Isteri aku bukan orang yang lemah, jangan menangis, ya."

Donald langsung melepaskan pelukan Adel namun dicekal oleh Adel dan memberi kode supaya jangan pergi. Donald hanya tersenyum.

"Mungkin, omongan Barra harus kamu cerna lagi. Setelah itu, baru aku akan datang lagi dan bertemu Adel yang dulu aku kenal," tutur Donald kemudian meninggalkan ruangan, membuat tangisan Adel semakin pecah.

"Do-donaldd!!" jerit Adel dengan penuh penyesalan.

"Sabar Adel!" Jessy langsung memeluk Adel dengan erat.

"Maafkan anak saya, ya," ujar Andi pada Esther.

"Iya, tidak apa-apa, Pak. Wajarlah, mereka baru beranjak dewasa dan Adel harus dipaksa menjadi dewasa," sahut Esther dengan tersenyum.

"Ini kartu nama saya, kalau ada apa-apa hubungi saya, jangan sungkan. Kalau begitu, saya pamit dulu." Andi pun meninggalkan ruangan tersebut. Kini, tinggal Adel, Jessy, dan Esther.

Esther benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Semenjak kepergian sang suami, banyak sekali masalah yang terjadi. Mulai Adel masuk rumah sakit, dan sekarang hubungan Adel dengan Donald yang kurang harmonis.

"Adel, lo harus percaya sama gue kali ini aja. Kemarin, gue lihat Barra bertemu dengan Nathaniel di parkiran sambil tertawa. Makanya kemarin gue melamun karena heran dengan pemandangan itu dan karena gue merasa bersalah juga sama lo," jelas Jessy pada Adel.

"Gue berani sumpah, Del! Lo kenapa sih? Pikiran lo diracunin sama Barra? Kan lo tahu sendiri dari masa SMA, kalau Barra dan Nathaniel cuma ingin hancurin lo!" tambah Jessy menjelaskan.

"Kalo lo tau begitu, apa yang buat gue percaya sama lo Jes? Bukannya lo dulu juga sama seperti Barra dan Nathaniel?" tanya Adel pada Jessy.

"Iya, itu karena gue dulu memang buta sama cinta dan terlalu ambisi untuk mendapatkan Donald. Tapi gue sadar Del, Donald cuma tulus sama lo! Kalau gue aja ditolak, dan dia lebih pilih lo mana mungkin dia sekarang punya isteri tanpa sepengetahuan lo!" tutur Jessy dengan segala usahanya.

"Lo yakin Jes?" tanya Adel ragu.

"Del, dengerin gue, cowo yang baik itu ketika dia rela menutup hatinya hanya demi seseorang yang dia suka. Kalo lo sendiri sebagai pasangan ya ga percaya sama dia, terus gimana hubungan bisa berjalan?" tanya Jessy menyakinkan Adel.

"Kenapa mereka masih buat hancurin hubungan gue sama Donald?" tanya Adel.

"Ya, karena Nathaniel gak terima diputusin sebelah pihak, Del. Lo tahu sendiri, 'kan?  Nathaniel Gio Alfaro, ketua geng musuh Donald yang akan membuat sengsara siapapun yang menurut dia pernah buat dia kesal ataupun marah. Lo salah satunya Del, karena apa? Karena lo udah putusin Nathaniel, masa lo gak sadar sih?" jelas Jessy penuh dengan penekanan pada setiap ucapannya.

"Iya juga, ya. Kenapa gue jadi begini?" jawab Adel dengan heran.

"Lah mana gue tahu! Setahu gue, Adel yang dulu itu cuek banget, bodo amatan, bahkan ga peduli sama omongan orang lain. Kenapa sekarang jadi mental tahu?" Jessy menggelengkan kepalanya.

Adel terus berpikir dengan menatap Jessy. "Terus sekarang gue harus apa Jess?"

"Besok, lo hubungi Donald untuk minta maaf. Lagipula besok lo udah boleh pulang, 'kan?" tanya Jessy dengan antusias.

"Iya."

Hari ini adalah hari di mana Adel memulai kegiatannya setelah beberapa hari di rumah sakit. Kini, Adel tengah bekerja di depan laptopnya, mengerjakan tugas kuliah dengan serius. Ponsel Adel bergetar, membuat fokusnya teralihkan. Tertera nama Jessy yang mengirimkan pesan kepada Adel melalui chat.

Jessy
Lo di mana?
Donald udah ngabarin belum?

Me
Gue di rumah dari tadi, emang kenapa?
Belum ada kabar dari kemarin. Biasanya Donald ngabarin gue, mungkin dia marah.

Jessy
Astaga! Lo beneran gak tahu tentang Donald? Gue tahu dari Vino kalau Donald lagi berantem di Lapangan dekat sekolah sama Nathaniel. Lo cepet susul gih

Me
GILA TUH ANAK! OKE GUE OTW KE SANA. MAKASIH YA INFORMASINYA.

Jessy
Oke.

Adel menutup laptopnya dan langsung memakai jaket menuju ke tempat kejadian perkara dengan menggunakan motor. Di sepanjang jalan, Adel hanya merutuki kecerobohan Donald dan mengkhawatirkannya. Jangan sampai ia menyesal karena gengsi untuk minta maaf duluan.

"Kita tidak tahu akan hari esok, berjaga-jagalah dan senantiasa berbuat baiklah terhadap sesama. Kenanglah setiap momen bersama orang yang kita sayang, karena suatu saat itulah yang bisa kita kenang."







Lanjut gak? Jangan lupa klik bintang sebelah kiri dan tandai kalo masih banyak typo. Maklum masih pemula:)

Salam hangat dari Mungil:")

HELLEVATOR (END)Where stories live. Discover now