17 ||

149 9 0
                                    

Adel menutup mulutnya dan memberontak melepaskan diri dari Nathaniel namun ia gagal. Nathaniel dibutakan oleh hawa nafsu. Ide cemerlang pun muncul di saat ada hal mendadak. Adel menendang alat kemaluan Nathaniel hingga terjatuh dan menjerit kesakitan.

Momen itu Adel gunakan untuk kabur membawa tas dan melepas sepatu yang ia pakai. Adel keluar dari tempat itu, berjalan melewati jalanan yang sepi sambil menangis dengan sesegukan. Lalu datanglah sebuah motor yang tak asing bagi Adel. Ia turun dari motor dan menghampiri Adel. Adel langsung memeluknya dan menumpahkan tangisannya dalam dekapan Donald yang membalas pelukan Adel.

"Lo kenapa? Diapain sama Nathaniel?!" tanya Donald dengan emosi.

"E-enggak," isak Adel tanpa bersuara.

"Jujur sama gue Del! Lo diapain sama bajingan itu?!" Suara Donald semakin tidak karuan, nafasnya tidak teratur, wajahnya memerah penuh emosi.

Adel tidak menjawab pertanyaan Donald, melainkan memeluk Donald erat-erat. Akhirnya Donald membawa Adel pulang ke rumahnya. Di sepanjang jalan, Adel hanya memeluk Donald dan Donald memegang tangan Adel untuk menenangkannya. Air mata Adel terus mengalir di pipinya hingga membasahi hoodie biru yang dipakai oleh Donald.

Sesampainya di rumah, tangisan Adel semakin kuat karena Adel takut dimarahi oleh kedua orang tuanya.

"Permisi, Om, Tante," sapa Donald pada kedua orang tua Adel yang sedang duduk di ruang tamu.

PLAK!

Andre menampar pipi Donald dengan kencang. "KAMU BAWA ANAK SAYA KEMANA SAMPAI PULANG JAM 11 MALAM?!"

"Pa, ini bukan salah Donald," celetuk Albert yang tahu bahwa Nathaniel-lah yang mengajak Adel.

"Pa! Ka Nathaniel yang ajak Adel jalan, bukan Donald!" Tangisan Adel semakin pecah saat mengingat kejadian yang sudah terjadi di cafe tadi.

Suasana semakin mencekam, Adel hanya menunduk dan dirangkul oleh Donald. Andre menghela napas panjang kemudian duduk di sofa.

"Nathaniel? Anak yang kemarin anterin kamu pulang? Yang sopan itu?" tanya Esther tidak percaya.

Adel hanya mengangguk kemudian duduk di sebelah Donald sambil memegang tangan Donald.

"Coba kamu cerita sama Mama dan Papa Del. Kenapa pulang sampai selarut ini? Mama sama Papa tidak melarang kamu oergi dengan siapapun, asal inget batas, Del!" bentak Andre dengan emosi yang.

"Nathaniel kemana? Kenapa Donald yang anterin kamu pulang?" timpal Albert dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Bang, sabar Bang, kasihan Adel," sahut Donald sambil merangkul Adel.

"Ja-jadi tadi aku jalan sama Nathaniel. Terus setelah makan, aku diajak ke rooftoop atas untuk melihat pemandangan. Awalnya aku biasa aja, tapi ternyata Nathaniel mau mencium aku," jelas Adel dengan air mata dan isak tangis yang semakin tak terbendung.

"Brengsek!" gumam Donald dengan mengepalkan tangan menahan emosi.

"ANAK ANJING!" murka Albert tidak terima.

"Iya, Sayang. Kamu korban di sini," tutur Esther menenangkan anaknya. "Albert, besok kamu laporkan ke Kepala sekolah agar segera ditindak lanjuti," lanjut Ester kemudian memeluk Adel dengan kasih sayang.

"Iya, Ma!"

"Donald, maaf, ya tadi Om nampar kamu," sesal Andre pada Donald yang wajahnya sedikit memar.

"Gak apa-apa, Om. Sudah kebal," sahut Donald dengan santai padahal ia menahan rasa sakitnya.

"Kalo tahu akhirnya kayak gini gue gak akan izinin lo pergi sama Nathaniel!" decak Albert sambil memukul kursi sofa.

HELLEVATOR (END)Where stories live. Discover now