BEHIND STORY pt.3 : The Last Decision

339 28 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 08.05 PM

Karell masuk kedalam kamarnya dan mematikan lampu untuk segera tidur. Kini dia sudah berbaring ditempat tidurnya dengan mata terpejam berharap ia akan terlelap begitu saja, masih terlalu awal untuknya pergi tidur sebenarnya, namun hari ini terasa berkali-kali lipat melelahkan baginya.

Dia tak bisa lagi menahan rasa kantuknya, tugas tugas kuliah yang masih belum terselesaikan pun dia abaikan. Untuk saat ini dia benar-benar butuh istirahat, dia hanya ingin tidur dengan tenang dan melupakan semuanya untuk sesaat.

Liat lo sekarang yang kayak gini, gue jadi ragu. Kayaknya lo salah ambil keputusan, lo gak selesai selesai, lo masih sama kayak dulu

Entah dari mana datangnya suara sialan milik Azka itu, Karell yang baru saja akan terlelap mendadak kembali sadar.

Karell memijat kepalanya yang terasa berdenyut dengan kedua tangannya, menarik nafas panjang secara berulang berusaha membuat tubuh dan pikirannya relax berharap segera terlelap dalam tidurnya.

Waktu terus berjalan dan Karell masih berusaha untuk tidur. Meskipun matanya sudah terasa begitu berat namun dia tak kunjung terlelap, merasa kesal dia menyibak selimutnya dan beranjak dari tempat tidurnya.

Dua jam telah berlalu dan dia hanya membuang-buang waktu, tak ingin waktunya semakin terasa sia-sia ia pun memutuskan untuk kembali bergelut dengan tugas-tugasnya dimeja belajar. Ia mulai menghidupkan laptopnya dan berusaha fokus mengerjakan tugas, namun entah bagaimana Karell tidak bisa melakukannya.

Tubuhnya menolak untuk melakukanya, pikirannya sibuk memikirkan hal lain. Merasa lelah dia kembali menutup laptopnya dan menaruh kepalanya diatas meja. Karell benar-benar kacau.

Lo gak bener-bener bahagia selama ini, lo harus cari tahu apa yang kurang dari hidup lo, lo harus cari apa yang lo butuhin. Gue nyuruh lo hubungin dia karena--lo coba pikir deh, gimana kalo ternyata Key itu jawabannya? Ngerti gak maksud gue?

Gak tahu kenapa firasat gue Key juga nungguin lo

Apa yang Azka katakan benar-benar mengganggu kedamaiannya.

Karell bergerak mengambil ponselnya lalu membuka sebuah album berisikan satu foto yang dia sembunyikan dalam ponselnya. Hanya itu yang tersisa disana, satu-satunya.

Foto Key yang diambil olehnya saat mereka berkencan.

Jika boleh jujur Karell memang ingin berhenti, Karell ingin menghubunginya, Karell ingin menemuinya, Karell ingin bersamanya. Tapi bukankah dia sudah terlambat? Karell merasa tidak berhak bahkan untuk sekedar memikirkan keinginannya.

"Rell, Papa kira kamu udah tidur dari tadi"

Terkejut mendengar suara dibelakangnya, Karell mematikan ponselnya dan menyimpannya dengan cepat.

"Papa dari kapan disana?" tanya Karell sembari melihat kebelakang dimana Papa nya tengah berdiri diambang pintu.

"Emang kamu gak sadar Papa buka pintu?"

"Kenapa, Pa? Ada apa?" tanya Karell sembari mengambil salah satu bukunya mengabaikan pertanyaan Papanya.

"Ada yang harus Papa urus di Bogor, kamu-"

"Kayaknya Karell gak ikut kali ini, Pa. Karell agak sibuk, gak papa kan?" jawab Karell sembari membalik halaman bukunya mulai benar-benar fokus pada bacaan.

"Ya gak papa sih, Papa cuma mau kasih tahu aja. Tapi kemungkinan setelah dari Bogor kayaknya Papa langsung pergi ke Australia, kamu jagain Aurell sendiri gak papa kan? Soalnya Papa harus ketemu Om Dani disana dan kayaknya agak lama"

"Gak papa kok, Pa, Aurell juga udah gede, bukan anak-anak lagi" jawab Karell.

Bima menatap putranya yang sibuk dengan buku, dia tahu Karell tidak benar-benar mendengar ucapannya.

"Yaudah, tolong kamu bilangin ke dia ya, nanti Papa bawain banyak oleh-oleh dari sana buat kalian berdua"

"Udah lama juga Papa gak ke Aussie" ucap Bima lalu menutup pintu.

Setelah Bima benar-benar pergi, Karell menutup bukunya dan kembali menyimpannya ditempat semula.

Sedikit tidak enak sebenarnya menolak permintaan Papanya, tapi Karell sedang kacau sekarang. Dia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi karena dirinya, karena dia yakin dia tidak bisa melakukan semuanya sebaik biasanya.

Terlebih lagi Papa nya akan pergi ke Aussie sekarang, Karell yakin itu adalah sesuatu yang sangat penting. Mau tak mau dia membiarkan Papanya pergi ke Aussie sendirian...

Aussie..

Papanya akan pergi ke Aussie..

SIAL!

Karell berdiri dari tempatnya dan langsung berlari keluar kamar. Kenapa Karell baru menyadarinya!? Apa saja yang dia pikirkan tadi!? Dia menuruni anak tangga dan berlari hendak membuka pintu rumah, namun saat dia akan melangkah keluar sesuatu menghentikannya.

"Karell? Kamu mau kemana?"

Karell berbalik melihat sumber suara dan melihat Papanya sedang berdiri di anak tangga sembari menatapnya bingung.

Karell mendesah pelan lalu meraut kesal.

"Papa!!!" kesalnya lalu berjalan dan duduk di sofa dengan nafas terengah.

"Kamu kenapa sih?" tanya Bima sembari tertawa.

Bima berjalan menghampiri Karell lalu ikut duduk disebelahnya.

"Kenapa panik gitu, hm?" Karell menatap Bima namun tak bicara apa-apa.

"Papa sengaja?" tanya nya.

"Sengaja apa? Soal pergi ke Australia atau soal buat kamu panik?"

"Udalah, lupain" Bima kembali tertawa.

"Jadi gimana, berubah pikiran?"

Karell terdiam lama sebelum kemudian menganggukkan kepala.

"Karell ikut" putusnya.

Bima tersenyum disebelahnya, ia harap setelah ini Karell bisa lebih bahagia.

"Gunakan waktu kamu sebaik mungkin, jangan sampai buat kesalahan lagi"

Mendengar itu hati Karell seketika menghangat, ia tak menduga bahwa Papanya masih akan sehebat ini walau tanpa Mamanya. Dia masih menjadi Ayah yang baik, penuh perhatian, dan selalu berusaha membahagiakan anak-anaknya.

"Yaudah kamu pergi tidur, gih" ucap Bima sembari bangkit berdiri hendak pergi.

"Makasih, Pa"

"Ya ya ya!" jawabnya sembari berjalan menaiki anak tangga.

Kini Karell sudah benar-benar membuat keputusan, dia harap semua yang dia pikirkan sebelumnya tidak benar. Dan sekali lagi, semoga kali ini takdir berbaik hati padanya.

Bolehkah?







Aku nulis sambil ngantuk
-_-

Keyla [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora