59. Kehilangannya

509 39 2
                                    

Jika memang sudah tak ada lagi kesempatan, maka aku juga akan mencoba untuk mengakhirnya

🐢

Rumah itu sepi, seolah tak berpenghuni. Hanya terdengar suara jam yang berdetak, dan dedauan yang bergesekan karena tertiup angin dipohon belakang rumah. Laki-laki itu terduduk dilantai dingin menghadap jendela dikamarnya, entah sudah berapa lama ia duduk disana hanya diam tak bergerak. Yang dia tahu langit telah berubah gelap, tidak terang seperti pertama dia duduk disana.

Suara pintu dibuka terdengar, cahaya dari luar menerobos masuk menerangi kamar yang tanpa penerangan. Laki-laki yang baru memasuki ruangan itu menatap punggung yang membelakanginya, matanya sedikit sembab, namun beruntung kegelapan disana berhasil menyamarkannya.

Setelah menguatkan hatinya, dia berjalan kearah tempat tidur dan duduk disana.
"Papa kira, kamu sudah tidur" ucapnya memecah keheningan.

Dia lalu tersenyum, ia tahu, tak akan ada jawaban untuknya.

"Papa tidak bisa tidur, jadi Papa kesini" jelasnya tanpa ditanya.

"Karell..." panggilnya.

"Maafkan Papa... Karena tidak bisa menjaga Mama. Maafkan Papa juga... Karena telah membuat Karell membenci Papa" Bima menghela nafas menahan rasa sesak yang menyeruak didadanya.

Menyadari putranya yang tak ingin bicara ia pun bangkit dari duduknya hendak pergi. "Sepertinya Karell belum mau berbicara dengan Papa... Tapi tidak papa, kita bicara nanti saja. Cepatlah tidur" Bima melangkahkan kakinya untuk pergi.

Namun sebelum ia sampai pada pintu suara lirih terdengar menghentikan langkahnya.
"Maafkan Karell, Pa" ucapnya pelan.

Bima membalikkan tubuhnya, kembali menatap putranya yang kini menundukkan kepala.

"Karell tidak benci Papa, sungguh" Bima tersenyum haru.

"Papa senang mendengarnya, terima kasih, Karell" ucap Bima sejujurnya.

"Boleh Papa disini... Sebentar?" Karell menggangguk tanpa menoleh.

Bima kembali duduk ditempatnya semula. Keheningan kembali mengambil alih beberapa saat, namun tak lama kemudian Bima kembali bersuara. "Kamu tahu? Saat Mama kamu meminta kamu dan Key menikah secepatnya, Papa tidak bisa berbuat apapun selain mengikutinya" Bima menghela nafas.

"Saat itu dokter bilang kondisi Mama akan sangat buruk saat penyakitnya semakin parah, itu sebabnya... Papa membiarkannya melakukan apapun yang diinginkannya" lanjutnya.

Karell masih diam, belum sepenuhnya dapat memahami apa yang  coba Ayahnya katakan.

"Karell, sebenarnya... Penyakit Mama tidak sesederhana yang Papa dan Mama katakan pada kamu. Tidak akan ada cara untuk menyembuhkannya, hanya dengan obat obat dan terapi yang bisa memperpanjang waktunya"

Karell tersenyum pedih mengetahui kenyataan itu, bagaimana bisa mereka menyembunyikannya? Dan bagaimana bisa Karell tidak menyadarinya?

"Jadi ternyata seburuk itu? Dan kalian menyembunyikannya, hal sepenting itu."

"Kami tidak bermaksud menyembunyikannya"

"Kami sudah sepakat saat itu, sebelum kemudian... Adrian, Om nya Vino meminta bertemu untuk membicarakan sesuatu, tentang Key" Karell mengernyitkan keningnya.

"Om nya Vino?" Bima mengangguk.

"Key ikut kelas bimbelnya, dia juga sempat bercerita sedikit masalahnya, membuat Adrian akhirnya mengenalnya, sebagai anak Andra."

Keyla [COMPLETED]Where stories live. Discover now