"Saya hanya ingin memperingatkanmu, jauhi gadis itu," ucap Barta dingin.

"Maksud Papa?" tanya Orlan belum paham arah pembicaraan ini.

"Kau ingat kan hukumanmu! Kau pikir saya tidak tahu kau bertemu dengan gadis itu di Danau itu," sinis Barta.

"Papa memata-mataiku?" tanya Orlan.

"Tentu, kau tahu kenapa?" tanya Barta.

Orlan menggeleng tak mengerti.

"Karena saya tidak suka kau memiliki teman, saya ingin kau menderita dan hidup sedindirian!!" sini Barta

Orlan berusaha mendekati Barta, ia sangat merindukan sosok ayah. Namun, jangankan pelukan hangat, bahkan senyuman pun tak bisa Orlan dapatkan. Baru satu langkah ia maju, dua orang suruhan Barta menghalanginya.

"Jangan mendekati tuan besar," ucap Jo, suruhan Barta yang pernah menghukum Orlan.

"Bagus Jo, saya suka kerjamu yang cekatan," puji Barta.

"Terima kasih tuan besar," ucap Jo.

Barta mengangguk, lalu menatap Orlan tajam. Orlan sudah dewasa, namun tidak bisakah hukumannya berakhir?.

"Pa-"

"SUDAH KU KATAKAN KAU BUKAN ANAKKU BOCAH SIALAN!!" bentak Barta.

Orlan tersentak karena bentakan itu, ia mundur beberapa langkah.

"Apa gak bisa, aku memeluk Papa walaupun 1 menit saja?" tanya Orlan dengan suara bergetar.

"Tidak," jawab Barta.

"Tapi kenapa?" tanya Orlan.

"Karena kau pembawa sial," jawab Barta, "ayo pergi dari tempat ini!" perintah Barta kepada suruhannya.

Barta dan suruhannya meninggalkan Orlan seorang diri. Kini, Orlan terduduk di depan pintu rumahnya. Seakan kakinya tak bertulang, bahkan untuk berdiri saja ia tak ingin.

Orlan hanyut dalam pikirannya, ia tak menyadari jika ada Dero mendatanginya.

"Lan," sapa Dero pelan.

"Ya?" jawab Orlan.

"Lo gak papa kan? Gue tadi liat tuan Papa datengin lo, dia ngomong apa? Dia gak ngapa-ngapain lo kan?" tanya Dero khawatir.

Orlan menggeleng sebagai jawaban, Orlan berdiri dengan bantuan Dero lalu duduk di kursi kayu di depan rumahnya. Orlan melepaskan maskernya, lalu terdiam, tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

Hanya keheningan, Dero tak berani mengganggu ketenangan Orlan. Sedangkan Orlan yang masih hanyut dalam pikirannya.

"Den!!! Den Orlan!!" panggil pak Ali dan Bi Muna (orangtua Dero).

"Iya Pak, Bi, ada apa?" tanya Orlan menatap kedua orang itu.

"Den Orlan teh gak papa?" tanya Pak Ali.

"Iya Den Orlan gak papa? Tadi Bibi denger tuan besar kesini, dia ngapain aden?" tanya Bi Muna.

"Orlan bahagia," jawab Orlan.

"Hah?!" kaget Bi Muna, Pak Ali dan Dero.

"Kok bisa?" tanya Dero.

"Kalian tau? Ini pertama Papa ketemu aku Bi, Pak Ali, Der. Setelah sepuluh tahun, akhirnya Papa datengin gue Der," jawab Orlan menatap langit sambil tersenyum miris.

"Den, kalo Den Orlan mau nangis teh gak papa atuh Den," ucap Bi Muna yang paham akan sakit yang Orlan tanggung.

"Gak Bi, Mama pernah bilang, laki-laki gak boleh cengeng," ucap Orlan masih menatap langit.

"Den, kalo Den Orlan butuh temen cerita, curhat, atau butuh apa-apa, Den Orlan bisa panggil kami Den," ucap Pak Ali.

"Makasih Pak," jawab Orlan kini menatap mereka.

"Lan, lo bisa nutupin sisi lemah lo dari kita, tapi lo bisa kok nunjukin sisi lemah lo saat li sendiri. Jadi, lo butuh waktu sendiri gak sekarang?" tanya Dero.

"Enggak," jawab Orlan pelan.

"Kenapa?" tanya Dero.

Orlan menggelengkan kepalanya, Orlan tidak suka sendiri. Orlan lelah sendiri, Orlan tidak ingin menanggung semuanya sendiri.

"Bisa saya peluk Pak Ali dan Bi Muna gak?" tanya Orlan.

Keduanya saling tatap, lalu mengangguk.

Orlan memeluk Bi Muna dan Pak Ali, sedikit tenang, itu yang Orlan rasakan. Beginikah rasanya dipeluk sosok Ayah dan Ibu?. Sudah lama sekali Orlan tidak merasakan kehangatan keluarga seperti ini.

"Den Orlan yang sabar ya," ucap Bi Muna meneteskan air matanya dipunggung Orlan.

"Den Orlan kuat ya," ucap Pak Ali sembari menepuk bahu Orlan.

"Huwaaaa.... Bapak Ibukk, terus yang peluk Dero siapa?!" teriak Dero tiba-tiba, sangat merusak suasana.

"Peluk aja pohon rambutan sana," jawab Pak Ali.

"Bosen kali Pak, mending peluk bebeb Echa," ceplos Dero.

"Apa?! Siapa Echa? Kamu berani-beraninya mau peluk cewek ya, siapa yang ngajarin ha?!" kesal Bi Muna sambil menarik telinga anak semata wayangnya itu.

"Aww sakit buk sakit, lepas bukk," rintih Dero kesakitan.

"Jangan berani-berani peluk cewek sembarangan kamu! Dimutilasi baru tau rasa kamu! Sembarangan mau peluk anak gadis orang," ucap Bi Muna.

"Aww sakit ibukk, udah dong bukk sakit nih, putus dehh putus telinga ganteng gue," rintih Dero.

"Terusin aja bukk, putus juga ntar tumbuh lagi," ucap Pak Ali.

"Buk, bapak tuh yang ngajarin Dero gini," ucap Dero berniat mengerjai Pak Ali.

"Ohh jadi bapak yang nagjarin? Sini biar Ibuk hukum sekalian," kini Bi Muna menarik dua telinga suami dan anaknya itu.

Orlan sedikit terhibur dengan drama mereka. Hal sepele pun membuat mereka tak kesepian, penuh canda dan juga tawa tentunya.

"Rasain!! Macem-macem lagi, Ibuk potong tangan kalian berdua," ancam Bi Muna.

"Sadis ih," gumam Dero yang masih bisa didengar Bi Muna.

"Apa kamu bilang?!" seru Bi Muna.

"Ibuk cantik macam bidadari," jawab Dero.

"Bohong tu Bi," kini Orlan bersuara.

"Ah gak asik lo Lan," kesal Dero.

"Bodo amat," acuh Orlan.











🦉🦉🦉

Ada yang nungguin Owl-Man update gak?.
Jawab Ya atau Iya , maksa😭.

Luv you readers💜

TBC

OWL MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang