22. Lingsir Wengi

Start from the beginning
                                    

"Lah, tadi katanya tahu?" tanya Garrick bingung.

"Iya, password-nya 'gak tahu', anjing!" lama-lama, Alfio jadi kesal sendiri.

"Udah lah Yo, kalau lo gak mau ngasih gue hotspot mah, ngomong aja kali," sinis Garrick.

"Dari tadi gue udah ngasih tahu password-nya, tapi elo nya malah ngeyel," ujar Alfio sambil menatap sinis Garrick.

"Lah, katanya tadi gak tahu password-nya?" Garrick menatap bingung Alfio.

Alfio masih berusaha sabar. "Ya 'kan emang 'gak tahu' password-nya, bego!"

"Kalau lo gak tahu password-nya apa, terus kenapa dari tadi lo bilang kalau lo tahu password-nya, njing?"

"Lo ... menguji kesabaran gue banget, Rik!"

"Udah, woi! Yaelah, cuman masalah password doang diberantemin. Gak aesthetic banget sih lo berdua berantemnya," sindir Ander sambil menatap malas keduanya.

"Abang, Nanta ngantuk. Anterin Nanta sampai ke kamar ya, bang? Hoam ..." Ananta menutup mulutnya yang menguap.

"Lo udah ngantuk, cil?" tanya Arrion. Ananta mengangguk sambil sesekali menguap kecil.

"Ya udah sini, biar Bang Ari aja yang anterinnya," ujar Arrion. Ananta mengangguk lagi.

"Ris, gue izin anterin adek lo dulu," izin Arrion.

Antaris mengangguk. "Iya."

Kemudian, tangan Arrion menggenggam tangan kecil Ananta. Setelahnya, mereka berdua mulai melangkah menaiki tangga menuju kamar Ananta.

"Assalamu'alaikum." Antaris langsung menegakkan tubuhnya, saat telinganya mendengar suara Vano dari luar.

Antaris langsung melangkah ke arah pintu, kemudian membukanya. "Wa'alaikumsalam."

"Di mana Mama kamu?" tanya Vano dengan raut wajah lelahnya.

"Di kamar, Pah. Ini kopernya biar aku aja yang bawa ke kamar," ujar Antaris sambil mengambil alih koper dari tangan Vano.

Vano mengangguk. "Iya, makasih." setelah mengatakan itu, Vano langsung melangkah menuju kamarnya.

"Mending lo pada ke kamar gue aja sono," perintah Antaris yang diangguki oleh ketiganya.

Setelah kepergian Alfio, Ander, dan Garrick. Antaris langsung melangkah menaiki tangga menuju kamar Mamanya sambil membawa koper Papanya.

* * *

Setelah meletakkan koper Vano, Antaris langsung melangkah ke arah kamarnya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sahabat-sahabatnya yang sedang menunduk memainkan ponselnya masing-masing.

"Woi! Lo pada mau bergadang?" tanya Antaris setelah mendudukkan dirinya di sofa yang berada di kamarnya.

"Gue sih mau-mau aja. Tapi ... besok 'kan sekolah?" jawab Garrick.

Alfio menguap. "Udahlah gue mah mau tidur duluan." Alfio mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk milik Antaris. Kemudian, memejamkan kedua kelopak matanya.

"Sekarang jam berapa, dah?" tanya Ander.

"Jam 11," jawab Arrion.

"Njir, bentar lagi jam 12 malam dong? Gimana kalau kita nonton film horor?" usul Ander sambil menaik-turunkan alisnya.

Garrick menggeleng cepat. "Gak! Gak! Gak! Gak mau gue!"

"Dasar penakut lo, Rik," cibir Antaris.

"Biar----."

Garrick tidak meneruskan omongannya saat ia mendengar lagu yang terkesan horor di telinganya.

Lingsir wengi ...
Sliramu tumeking sirno ...

Ander, Garrick, Arrion, dan Antaris. Mereka berempat langsung saling pandang. Raut wajah Garrick langsung berubah saat mendengar lagu itu.

"Woi! Please, lah! Ini siapa sih yang nyanyiin lagu kek gitu?" tanya Ander dengan suara yang sedikit bergetar. Demi apapun, ia merinding saat mendengar lagu itu.

"Anjir! Matiin napa, sih! Gak usah becandaan kayak gini, lah! Ini tuh malam jum'at anjir!" keringat dingin mulai bercucuran di wajah Garrick. Garrick itu penakut, sungguh.

"Katanya laki-laki, tapi kok penakut," cibir Arrion. Padahal, Arrion juga sedikit merasa merinding saat mendengar lagu tersebut.

Ojo tangi nggonmu guling ...
Awas jo ngetoro ...

Nyanyian itu terdengar kembali. Membuat mereka berempat diliputi rasa ketakutan yang kentara. Terlebih Garrick.

"Woi, anjing! Ini nyanyian berasal dari mana, sih?" tanya Antaris kebawa emosi.

Aku lagi bang wingo wingo ...
Jin setan kang utusi ...

Bruk!

Mereka berempat terlonjak kaget saat mendengar suara benda jatuh dari arah dapur.

"Ri, gue takut," cicit Garrick pelan sambil berlindung dibalik tubuh Arrion.

"Woi, lo pada diem dulu, deh. Coba dengerin suaranya. Kok suaranya kayaknya deket banget, ya?" tanya Antaris sambil menajamkan kembali pendengarannya.

"Ih, iya anjir! Kok kayaknya dekat banget, ya?" jawab Ander.

"Cari lah woi! Terus matiin tuh lagu!" suruh Garrick.

Dadyo sebarang ...
Wojo lelayu sebet ...

Huft ...

Garrick mengusap-usap tengkuknya, saat ia merasa ada seseorang yang baru saja meniup tengkuknya. Demi apapun, dia takut!

"Kayaknya, nyanyian itu berasal dari ponsel Alfio deh," ujar Arrion. Antaris dan Ander langsung menoleh ke arah ponsel Alfio yang sama sekali tidak nyala.

"Ri, matiin dong, Ri. Gue takut," suruh Garrick pelan sambil menarik-narik baju Arrion.

"Ris, matiin cepat! Soalnya, si Gerik udah ketakutan banget," suruh Arrion.

Antaris mengangguk. Kemudian, ia melangkah ke arah ponsel Alfio. Dan, benar saja! Nyanyian itu berasal dari ponsel Alfio yang Alfio gunakan sebagai nada alarm di ponselnya!

"Ini si Alfio waras kagak, sih? Lagu kek gini malah dijadiin nada alarm di ponselnya," gumam Antaris pelan sambil mematikan lagu tersebut.

Garrick bernafas lega begitupun dengan Ander.

"Gila, lagu itu nyaris buat gue gila!" seru Garrick.

"Gak ada akhlaq banget si Alfio, bikin orang jantungan aja!" omel Ander sambil menatap kesal ke arah Alfio yang sedang terlelap.

"Udahlah, mending sekarang kita tidur aja. Soalnya, ini udah malem banget," perintah Arrion yang diangguki oleh Antaris, Garrick, dan Ander.

* * *

-To Be Continued-

ANTARIS [LENGKAP]Where stories live. Discover now