"Iya, sama-sama aja kalo gitu," jawab Bu Ranti seraya tertawa kecil.

Setelahnya Zefanya melangkah pergi menuju rumah kontrakannya. Ia bersyukur menempati rumah Ranti sebagai tempatnya bernaung. Ranti begitu baik, ia tak pernah marah ketika Zefanya telat memberikan uang sewa, ia mengerti betul bagaimana keadaan Zefanya.

Ckelek

Hal pertama kali yang Zefanya dapatkan ketika ia membuka pintu adalah aroma alkohol yang menyengat, terdapat pula beberapa botol kaca minuman haram itu tergeletak di kontrakan sederhananya.

Zefanya menutup pintu dah melangkah masuk, hendak langsung menuju ke kamarnya. Namun, baru dua langkah ia berjalan, ayahnya datang dari ruangan lain dengan kondisi yang tak dapat dikatakan baik—mabuk.

"Pulang juga kamu anak sialan! Mana hasil lacur kamu? Cepat berikan ke Ayah!" teriak Dimas di depan wajah putrinya seraya mengadahkan tangan.

"Ya ampun, Yah. Zefanya gak pernah melakukan hal kayak gitu!" sahut Zefanya tak terima.

"Halah, banyak omong! Sini uangnya!" Tanpa menunggu persetujuan putrinya, Dimas langsung menggeledah ransel yang ia tarik dari kedua bahu putrinya. Zefanya meronta, tak ingin ayahnya berhasil menemukan amplop berisi hasil jerih payahnya. Namun, naas, ketika Dimas membalik tas ransel milik Zefanya, semua barang milik gadis itu berjatuhan, termasuk amplop yang ia simpan di dalam tasnya.

Dimas tersenyum lebar, tangannya mengambil amplop berwarna putih itu dan mengangkatnya ke depan wajah Zefanya. "Memang anak sialan. Aku tau kamu pasti menjual tubuhmu itu," ujar Dimas lalu pergi meninggalkan kontrakan, tak lupa ia juga membanting pintu hingga menghasilkan suara debuman keras.

Zefanya bersimpuh, tak dapat menahan air mata yang sudah berada di pelupuk matanya. Zefanya bukan hanya menangisi uangnya yang raib seutuhnya, tetapi perkataan ayahnya yang menuduh dirinya melakukan hal yang tidak-tidak. Kadang kala Zefanya begitu menyesali kelahirannya di dunia ini, ia hanyalah sebuah bencana bagi keluarganya.

Setelah puas menangis, Zefanya memunguti barang-barangnya yang berceceran sambil sesugukan, ia kemudian masuk ke dalam kamar, tak lama Zefanya larut dalam tidurnya, hingga melupakan jika ia belum membersihkan diri.

Pukul sepuluh malam, Sena baru saja menyelesaikan beberapa les yang harus ia lakukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pukul sepuluh malam, Sena baru saja menyelesaikan beberapa les yang harus ia lakukan. Pemuda itu membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, ia langsung meletakan tas di kursi meja belajar, helaan napas kasar terdengar ketika matanya menangkap tumpukan soal dan buku baru. Ini pasti ulah ibunya.

Dengan kekesalan yang membuncah Sena menghempas seluruh barang yang ada di atas meja belajarnya. Bunyi barang berjatuhan terdengar memekakkan telinga, untunglah kamar Sena dilengkapi kedap suara sehingga tak ada orang yang dapat mendengar kekacauan yang ia buat.

Tak memedulikan apa yang baru saja ia lakukan, Sena beralih ke dalam kamar mandi, ia menatap pantulan wajahnya di cermin lebar. Wajah frustasi yang penuh dengan gurat-gurat stres. Benar, Sena stres menghadapi ibunya yang terus menerus menyuruhnya untuk belajar, belajar, dan belajar. Wanita itu memperlakukannya seolah ia adalah robot yang dapat menuruti dan mengabulkan semua perintahnya.

Sena tertawa sumbang, kalau begitu kenapa ibunya tak membeli robot saja? Melainkan mengandung dirinya hingga sembilan bulan dan melahirkannya ke dunia. Sena muak dengan semua ini, tetapi sebanyak apapun ia protes, tak ada tanggapan yang benar-benar serius. Ia hanya akan mendapat banyak ancaman dan ceramah, setelahnya ia berakhir menjadi Sena yang kembali menjadi anak penurut.

Karena kesal, ia meninju kaca di hadapannya dengan sepenuh tenaga, kacanya tentu saja pecah, dan tangannya pun berdarah, tetapi ada sedikit kepuasan atas emosi yang dapat Sena salurkan.

Pemuda itu kemudian beralih pada shower box, membiarkan tubuhnya dijatuhi oleh bulir-bulir air dingin, bau anyir darah tercium hingga hidung mancungnya. Namun, tak Sena pedulikan hingga pemuda itu selesai membersihkan diri.

Setelah mengenakan baju, Sena meraih tasnya ke meja belajar, kemudian mengeluarkan kertas berisi soal yang diberikan ibunya. Benar, Sena terlalu penurut layaknya seorang anjing.

TBC

A/n: Don't forget to vote, follow, and comment!

A/n: Don't forget to vote, follow, and comment!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MistakeWhere stories live. Discover now