40 || Misi Dara

Začít od začátku
                                    

Dengan spontan Ardi menoleh ke depan. Mendapati Pak Rizky di hadapannya, ia lantas menyengir tanpa dosa sembari bangkit berdiri dari posisi jongkoknya. Begitupula dengan Andra, si lawan bicaranya tadi. Kini mereka berdua seperti anak TK yang hendak dihukum.

"Ngapain tadi bisik-bisik? Mau———"

"Sejak kapan bisik-bisik pake suara yang kenceng, Pak?" sela Farzan yang sedaritadi diam.

"Bapak kan ngelucu, ketawa dong."

"AHAHAHAHAHAHAHA...," dengan serempak mereka tertawa keras, saling menyenggol memberi kode agar ikut bekerja sama. Begitu pula dengan Dara yang disenggol oleh Revan. Sempat linglung, tapi tak apa setidaknya tatapan tajam dari Dio menyadarkannya.

"Udah diem, kayak orang stres aja ketawa padahal gak ada yang lucu."

Ersya mendekat pada Dara, kemudian berbisik, "Ini yang tolol siapa sih, Ra?"

Dara tersenyum kecut sembari menggeleng pelan. Ia pun tidak tahu. Bahkan di saat seperti ini ia juga seketika merasa bodoh.

"Kalian ngapain ke sini? Mau ikutan bantuin Asep? Mau masuk?"

"Kuy, Pak. Gabut di kelas."

"Oke, masuk sini," titah Pak Rizky yang langsung disanggupi dengan santai oleh mereka, kecuali Dara.

Astaga, mau ditaruh di mana muka Dara? Mau bagaimanapun ia masih tahu malu, walaupun sudah banyak kali dipermalukan oleh tingkah teman-temannya. Tetapi ini di kelas adik kelas, ia masih sadar bahwa dirinya masih harus membangun image yang baik. Namun, ketika matanya tak sengaja bertemu dengan seorang cewek berkacamata, lantas sebuah ide terbesit di pikirannya.

"Oke, ada yang mau kalian sampaikan?" tanya Pak Rizky kemudian.

"Kita mau sampein sesuatu, boleh nih, Pak?" Andra bertanya untuk meyakinkan.

"Boleh, boleh, boleh." Pak Rizky mengulurkan tangannya, seakan mempersilahkan mereka untk berbicara dengan leluasa. "Waktu dan tempat dipersilahkan."

"Cuman mau bilang," Ardi berdeham sejenak, lantas memasang raut wajah serius, "kalo ntar kalian diajarin sama Bapak Rizky binti Fucek, jangan mau, bolos aja gapapa pelajaran Pak Rizky gak ada manfaatnya soalnya."

"LOH, LOH———"

"Kan Bapak yang persilahkan kita bicara. Lah ini kita lagi bicara, Pak. Biasakan sopan santun," potong Farzan tanpa beban menarik tawa dari para adik kelas. Lain halnya dengan Pak Rizky, beliau justru terdiam tak melanjutkan perkataannya.

"Ini yang bego siapa, sih? Kok gue bingung," bisik Ersya lagi menanyakan hal yang sama dengan pilihan kata yang berbeda.

"Semuanya jadi bego, Sya. Jangan tanya gue, gue aja gak tau kenapa bisa diam sambil nyimak gini," balas Dara ikut berbisik. Kemudian ia bergerak mendekati Ardi, dan menarik sedikit ujung seragamnya membuat cowok itu menoleh cepat ke arah dirinya. Dara menunjuk cewek itu dengan dagunya kemudian mengedipkan sebelah mata, berusaha mengirim kode.

"Hah? Ngapain ngedip-ngedip, Ra? Mata lo kelilipan apa lo kepincut sama pesona gue?" tanyanya bingung.

Andra menggeplak belakang leher cowok tersebut. "Wuu! Sinting! Teriakin yuk teriakin!"

"WUUUUUUUU!"

"Diam apa gue geplak mulut lo pada satu-satu?"

Secara tiba-tiba Pak Rizky menggeplak bagian belakang leher Ardi, sama seperti yang dilakukan oleh Andra. Bedanya geplakan guru MTK itu lebih keras dan nyaring bunyinya. "Harusnya Bapak yang bilang gitu. Udah sana balik ke kelas!"

"Oke, Pak, kuy," ajak Andra kemudian dengan santainya menarik tangan Asep yang sedari tadi diam di pojok kelas.

"LAH ITU WNA LOKAL NGAPAIN DI BAWA-BAWA?"

"Loh kan balik ke kelas, Pak. Gimana, dah?"

"Astagfirullah sabar Rizky, sabaaarr, orang sabar disayang Mbak Mia Khalifah," ucap Pak Rizky berusaha tabah sembari mengelus dadanya.

"Mbak Mia ogah sama Bapak, jadi gak usah ngehalu," lontar Ersya tanpa beban.

"Oke, Sya. Bapak paham. Sakit, tapi gapapa."

"Alay bener ini guru haram, bapak sapa, sih?" gumam Alfa tak habis pikir.

"Bagi pengurus-pengurus———bagi pengurus tiap-tiap ekskul diharapkan agar segera menuju gazebo depan ruang guru. Ada pemberitahuan penting yang akan disampaikan, terima kasih."

"OKE, PERMISI YA PAK KITA DIPANGGIL," seru Andra semangat sembari berlalu keluar, disusul oleh yang lain.

Spontan Dara bergerak linglung sembari menunjuk dirinya sendiri. "Gue...?"

Tanpa bersuara, dengan gerakan yang halus Dio menarik lengan Dara sembari berjalan keluar kelas. "Lo di kelas aja, gak usah ke mana-mana," katanya kemudian ikut menyusul yang lain.

Dara mengembuskan napas pelan lalu berjalan diam-diam sembari melihat sekitar, jaga-jaga kalau saja Pak Rizky menyadari bahwa dirinya tidak ada di kelas. Namun, tepukan pelan di bahu membuat dirinya nyaris menjerit mengeluarkan latahnya. Untungnya ia masih bisa reflek menutup mulutnya.

Dengan was-was Dara perlahan menoleh ke belakang. Dirinya langsung merasa lega kala melihat yang menghampirinya bukanlah Pak Rizky. Melainkan cewek berkacamata yang tadinya duduk di depan.

Eh, bukannya ini gebetan Asep?

"Kak, boleh ngomong sebentar?"

***

"Ternyata lo nyadar, ya. Gue kira lo enggak liat tadi."

Cewek yang baru saja memperkenalkan diri sebagai Jesa itu tersenyum canggung. "Sebenernya gue udah nyoba buat bodo amat, tapi gue ngerasa Kakak kayak mau ngomong sesuatu gitu. Makanya gue tanya sekarang."

Mendengar itu lantas Dara menampik, "Sebenernya bukan gue yang mau ngomong sesuatu."

Jesa mengangguk pelan, namun sejurus kemudian ia mengernyit, "Jadi, siapa?"

Dara menggigit bibir bawahnya, merasa bimbang seketika. Sebenarnya ia sadar bahwa dirinya tidak berhak untuk ikut campur dalam masalah ini. Hal ini sudah termasuk ke dalam privasi Asep. Tapi dirinya benar-benar ingin membantu. Ia tidak mau melihat sahabatnya yang berwajah WNA itu menjadi sad boy. "Itu...."

"Itu kenapa, Kak?"

"Eum...," Dara mengulum bibirnya kemudian menatap Jesa sepenuhnya. "Gue gak bisa ngebocorin apapun, tapi...,"

Dara bangkit berdiri. Ia menepuk bahu cewek berkacamata itu kemudian tersenyum dan melanjutkan kalimatnya,

"...tolong peka sama orang sekitar lo, ya."

***

ok makin garing

utopia (segera terbit)Kde žijí příběhy. Začni objevovat