53 || Siapa itu Kevin?

91.9K 16.1K 5.6K
                                    

"KALIAN GUE PERCAYAIN BUAT NENANGIN ERSYA, KENAPA MALAH KAYAK GINI, HAH?"

Tebak siapa yang marah-marah di pagi yang cerah ini.

Ardi meringis sambil menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Kan kita bener, Ra. Kenapa malah marah-marah, dah?"

"BENER DARIMANA? NGEROKOK ITU BENER?" Dara berseru sebal sambil berkacak pinggang.

Kemarin malam ia mendapat kabar dari Jena, bahwa balik-balik Ersya malah bau rokok. Jena sampai hendak mengusir cowok itu karena bau tembakau yang menyengat. Belum lagi katanya jalan cowok itu agak sempoyongan dan tidak fokus. Foto yang terpajang di lemari bahkan nyaris jatuh karena tidak sengaja tersenggol.

Mendapat kabar itu Dara lantas sebal. Dan memutuskan untuk memarahi mereka secara langsung pagi ini.

"Biasanya juga gitu," sahut Alfa enteng. "Rokok itu penenang."

"Penenang sekarang, perusak nantinya. Kalian tuh ya, udah dikasih tau juga. Kalo gini mending gue yang nyusul Ersya. Biarin aja mau dia marah-marah sama gue," omel Dara lagi membuat Alfa berdecak. "Ngaku, selain rokok, Ersya kalian jejelin apa lagi?"

"Amer dikit."

"HAH?"

"Asep astagfirullah," reflek Ardi mengucap sebab mulut Asep tidak tertahankan.

Dara menganga. "KOK BISA?"

"Dibeliin si Tarjan noh," adu Andra sembari menunjuk Farzan yang sudah menyengir kikuk.

"Mereka yang nyuruh, Ra. Suer, gue cuman ngeluarin duit doang."

Dara menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Sadar marah-marah begini hanya membuang waktu. Toh, ia tidak bisa memutar waktu kembali. "Terus Ersya sekarang mana?"

"Katanya tadi bolos---lah, Sya?"

Semuanya serempak menoleh ke arah pintu kelas, hanya untuk mendapati Ersya di ambang pintu dengan senyum yang sama. Cowok itu melangkah dengan tas yang tersampir di sebelah bahu sembari memerhatikan mereka dengan heran. Ketujuh cowok itu berbaris di depan Dara dengan gestur sopan, seperti anak-anak yang tengah dimarahi oleh ibunya. "Pada ngapain?"

"Itu si Dara---" perkataan Andra hendak mengadu seketika berhenti ketika Dara memelototinya dengan tajam. Dengan itu ia segera menggeleng dan mengibaskan kedua tangan. "Kagak ngapa-ngapain."

"Katanya lo mau bolos?"

Ersya menggelengkan kepalanya. "Gak jadi. Takut diamuk," jawabnya menunjuk Dara dengan dagunya.

Dara mengacungkan jempol. "Bagus. Kalo beneran gue datengin sih lo."

"Terus diapain?"

"Marahin," sahut Dara membuat Ersya tertawa.

Melihat kedua orang itu tertawa, Andra lantas menyeletuk. "Raaa, ini kita boleh bubar, kan? Pegel pengen duduuuk," rengeknya sok imut.

"Gak," balas Dara langsung. Ia kembali berjalan ke depan ketujuh cowok itu dengan raut garang. "Sebelum kalian janji, gak bakal kayak gitu lagi."

Semua serempak mengangguk, kecuali Dio yang malah terlihat tidak peduli. Hal itu menarik Dara untuk kembali melotot. Dan Revan yang tepat di sampingnya lantas memukul bokong cowok itu, berusaha menyadarkannya.

"Apaan?" tanyanya pada Revan.

"Ngangguk, bego."

Menghela napas pelan, Dio lantas menurut.

"Awas aja kalo sampe kalian ingkari," ancam Dara mendelik.

"Ra, kepo dong. Yang cepu siapa, sih? Kok bisa tau kita ngapain aja semalem?" tanya Ardi penasaran.

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang