26 : The Most Evil Lie

10.5K 1.8K 447
                                    

"Iya, Mi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya, Mi. Kalau Johnny pulang, aku kabarin Mami."

"Kalau sampai jam 10 belum pulang, kasih tau Mami ya. Biar Mami temenin kamu di sana."

"Iya, Mi."

Bitna menaruh ponselnya di atas nakas, lalu kembali melirik jam dinding. Sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh dan Johnny belum juga kembali setelah pergi dengan emosi membuncah sore tadi. Bitna jadi khawatir, takut terjadi sesuatu yang buruk pada suaminya itu. Ia lantas mengambil ponsel Johnny yang sudah tak bisa dihidupkan lagi, benar–benar mati total setelah Johnny lempar sampai bagian–bagian dari benda itu terpecah belah.

Bitna akhirnya menunggu. Menunggu sampai waktu terlewati cukup jauh. Sama sekali tak ada tanda–tanda Johnny akan kembali. Masalahnya Johnny tak bisa dihubungi karena ponselnya yang hancur ada padanya. Bitna jadi bingung harus melakukan apa untuk mengetahui keberadaan Johnny. Ditambah lagi, sekarang sudah pukul sebelas malam. Bitna belun menghubungi ibu mertuanya, karena masih berpikiran positif bahwa Johnny akan segera datang. Tapi sampai dua jam setengah terlewati, Johnny tak ada. Bitna sendiri di ruang inapnya.

Bitna menyerah. Dengan susah payah, ia turun dari tempat tidurnya, membawa tiang infusnya, dan berjalan mendekat pada pintu. Ia berniat untuk mengunci pintu dan beristirahat. Berdiam diri sambil menunggu Johnny datang nyatanya membuat Bitna lelah. Bitna menyerah dengan keadaannya. Tak ada lagi pikiran positif yang bilang bahwa Johnny tengah sibuk berkutat dengan pekerjaan kantornya. Yang ada dipikirannya, Johnny pergi. Johnny meninggalkannya. Johnny membuangnya. Karena dari awal seharusnya Bitna tahu, Johnny berubah secara drastis itu memang karena ia sedang hamil. Dan saat bayinya tak ada lagi, maka hanya ada Johnny yang pertama kali ia kenal.

Bitna lagi–lagi kembali membuka ponselnya. Ia menggulir layar dan mencari nama seseorang di dalam kontak ponselnya. Lucas, satu–satunya teman Johnny yang Bitna tahu. Jari jemarinya ragu–ragu menekan tombol hijau untuk menghubungi pria itu, meminta bantuannya mencari Johnny tengah malam seperti ini. Tapi Bitna merasa tidak enak sekaligus tak tahu diri menghubungi orang tengah malam dan membuatnya kerepotan. Bitna masih ingat kesan pertamanya saat bertemu Lucas. Ia bahkan memukul pria itu dengan tongkat baseball. Mau ditaruh dimana mukanya jika sekarang ia memelas minta bantuan?

Bitna masih ragu. Jarinya belum berhasil mengunci pintu karena di kepalanya begitu banyak pemikiran, salah satunya bagaimana jika nanti Johnny datang? Johnny bisa–bisa tidur di luar jika ia mengunci pintunya. Johnny bisa kedinginan. Johnny bisa sakit. Semua ada di kepala Bitna, membuat wanita itu merasa pening. Seharusnya ia memikirkan diri sendiri, bukan orang lain. Bukan memikirkan Johnny yang siapa tahu di luar sana sedang bersenang–senang.

Bitna akhirnya ambruk bersamaan dengan tiang infusannya yang ikut terjatuh dan menimbulkan suara nyaring. Bitna tak menangis, ia terlalu lelah untuk menangis. Bitna hanya terduduk, menatap pintu di depannya dengan tatapan nanar.

Namun, tak berselang lama, Bitna akhirnya menangis juga. Bukan tanpa sebab, tapi karenaia melihat pintu di depannya terbuka dan pria yang berjam–jam ia nantikan kehadirannya muncul di hadapannya. Tidak salah lagi, itu Johnny. Bitna sadar penuh dan melihat Johnny datang.

[3] Marriage | Seo Johnny ✔ [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang