05 : An Incident

15.4K 2.5K 338
                                    

300 votes
60 comments
for next, please?

⚜ ⚜ ⚜

Aku tertegun cukup lama saat mendengar suara Johnny. Aku harus apa sekarang? Membuka pintunya atau kembali ke tempat tidurku?

"Bitna, saya tau kamu denger! Cepet buka-"

Cklek! Aku membuka pintunya dan menatap Johnny. Kekuatan yang aku kumpulakan di detik-detik terakhir sebelum membuka lenyap begitu saja begitu melihat wajah Johnny yang merah padam, matanya yang menatapku tajam, seolah bisa kapan saja menerkam. Entah dia malu atau marah saat aku nggak sengaja memergokinya. Ya, salah sendiri main di ruang tengah. Aku kan punya telinga!

"Aku nggak sengaja," ucapku, seolah tau apa yang akan Johnny bicarakan.

Mataku melirik ke belakang Johnny. Wanita itu masih ada. Berdiri di belakang Johnny dengan pakaian yang berantakan. Ia menatapku dengan matanya yang menyalang merah. Astaga, kenapa jadi aku yang terlihat bersalah di sini?

Pria itu benar-benar terlihat marah, giginya sampai bergemeletuk. Tapi semua amarah itu seolah teredam karena bukannya memarahiku tapi dia malah mengehela nafas panjang. Sialnya, atensiku lebih fokus memperhatikan Jessi yang jalan mendekt dan berhenti tepat di belakang Johnny. Jessi terlihat seperti kerasukan karena demi apapun wanita itu terlihat menyeramkan dengan matanya yang melotot ke arahku, tangannya terkepal kuat, dan nafasnya yang menderu.

"Saya kan udah bilang-"

Plak!

Johnny langsung memasang badan di depanku begitu aku mendapat tamparan keras dari Jessi. Ah sumpah, ini perih sekali. "Jessi kamu apa-apaan?!" sungut pria itu seraya menahan lengan Jessi yang kembali teracung tinggi. "Kamu gila?!"

"Kamu yang gila, John!" pekik Jessi diiringi isakan, "apa bagusnya cewek ini?! Dia harus aku kasih pelajaran!"

Wanita itu kembali maju menyerangku. Meski sudah ditahan Johnny, tetap saja Jessi masih bisa meraihku. Kadang memang kekuatan seorang wanita yang sedang marah bisa melebihi kekuatan seorang pria. Lengannya bahkan sampai menarik rambutku cukup keras, membuat tubuhku terhuyung ke depan-lebih dekat dengan Jessi. Tarikannya semakin menggila dan rasanya kulit kepalaku mau copot. Aku balas menarik rambut wanita nggak tau malu itu dan tarikan Jessi dirambutku mulai mengendur karena efek sakit yang dia rasakan.

"Jessi, stop!" Johnny berusaha keras menarik tubuhnya tapi wanita itu seperti kerasukan setan. Kuat sekali, terus memberontak, dan tiba-tiba saja menendang kepunyaan Johnny di bawah sana. "Aw, shit! Ah!" Pria itu berteriak cukup nyaring dan kemudian ambruk di lantai.

Dan kini Jessi lebih leluasa menyerangku. Wanita itu menyeringai seraya melangkah maju. Dan aku? Terus melangkah mundur dengan mata yang berkaca-kaca. Jangan menangis, Bitna, jangan. Jadi kuat, kamu harus kuat!

"Jalang nggak tau malu kayak kamu harus mati," gumam Jessi, lengannya meraba-raba meja yang ada di sebelahnya, kemudian meraih sebuah gelas yang kemudian dia pecahkan sebagian. Wanita itu makin maju dan maju sembari mengacungkan sisi tajam gelas yang pecah itu ke arahku. "Penganggu. Hubungan. Orang. Harus. Mati!"

Aku menghela nafas. Apa ini akhir dari jalan hidupku? Mati karena ditusuk gelas oleh simpanan suamiku benar-benar nggak keren! Itu memalukan.

"Kamu pikir cuma aku?" tanyaku dengan suara lantang, "Johnny punya banyak pacar. Kamu pikir dia cuma pacarin kamu? Oh God, you're the dumbest woman I've ever met."

Nafasku memburu. Oke jujur aku takut sekali. Aku takut mati, karena itu mungkin saja terjadi mengingat Jessi seorang psikopat gila yang terlalu jatuh dalam pesona si playboy itu. Tapi secercah harapan tiba-tiba muncul ke permukaan begitu mataku melirik Johnny di belakang Jessi yang berbisik tanpa suara dengan gerakan mulut yang seolah berkata aku akan baik-baik saja. Oke, tenang Bitna, ada Johnny.

[3] Marriage | Seo Johnny ✔ [end]Where stories live. Discover now