44 : Unspoken

4.4K 817 48
                                    

"Iya, Mami kan nyuruh aku untuk banyak gerak, tapi Johnny ngelarang mulu nih!" Bitna menyikut pinggang Johnny yang kebetulan duduk di sebelahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya, Mami kan nyuruh aku untuk banyak gerak, tapi Johnny ngelarang mulu nih!" Bitna menyikut pinggang Johnny yang kebetulan duduk di sebelahnya. "Jadi pekerjaan rumah Johnny semua yang ngerjain, aku nggak boleh nyentuh apapun."

Johnny menghela nafas begitu Bitna mengadukan perbuatannya pada sang mami. Ini bukan kali pertama. Sebelumnya, Bitna pernah melakukan hal yang sama, mengadukan topik yang sama. Padahal niat Johnny baik. Pria itu ingin menekan kemungkinan sekecil mungkin agar Bitna tak terluka saat melakukan sesuatu sekalipun itu sesuatu yang kecil. Namun, selalu saja begini, niat baiknya disalahartikan. "Nanti jatuh, terus ngeluh kakinya sakit," tukas Johnny, menyahut dengan suara nyaring agar terdengar oleh sang mami di sambungan telepon. "Niat aku baik lho, biar Bitna nggak kenapa–napa, Mi."

"Iya, tapi sekali–kali ya nggak apa–apa. Kandungan Bitna udah masuk bulan terakhir lho, seharusnya banyak gerak biar peredaran darahnya lancar, biar moodnya bagus, jangan disuruh duduk terus."

"Iya, iya."  Johnny memberengut sebal karena lagi–lagi ia menjadi pihak yang disalahkan. "Lagian nggak terus aku larang juga. Buktinya Bitna ke kamar mandi aja nggak aku gendong, Bitna mau minum aku biarin ambil sendiri ke dapur."

Bitna menoleh dengan wajah tak terima. "Tapi aku mau ambil baju ke atas nggak boleh! Baju aku kan semuanya di kamar atas."

"Sebagian kan udah aku pindahin ke bawah," timpal Johnny, merespon dengan nada kesal yang bukan main. Tampaknya keduanya lupa kalau panggilan masih terhubung ke ponsel sang mami. "Liat deh, Mi, ngeyel terus anaknya! Maksud aku kan pindah ke kamar bawah itu ya biar nggak usah capek–capek ke atas. Ini malah mau ke atas. Macem–macem aja!"

"Emang kenapa sih kalau aku ke atas?" Bitna masih tak mau kalah.

"Nanti jatuh."

Wanita itu berdecak keras, lalu menyikut pinggang Johnny dengan sekuat tenaga. "Aku kan bukan anak kecil yang sekalinya naik tangga jatuh," tukas Bitna. "Terus lagi, kamu tuh bawain bajunya yang udah agak sempit. Sengaja, ha? Suka liat lekuk badan aku?!"

Johnny melotot kaget. Buru–buru pria itu merampas ponsel yang ada di tangan Bitna. "Mami?" Panggil pria itu. "Mami pura–pura nggak denger aja ya? Bitna ngomongnya suka agak ngelantur gitu. Aku matiin dulu, ya? Nanti aku telepon Mami lagi."

Selesai dengan panggilan yang terputus, Johnny kembali mengalihkan pandangannya pada Bitna yang terlihat merajuk. "Ngomongnya kok gitu? Mana di depan mami lagi."

"Salah?"

Johnny menghela nafas pelan. "Aku bukannya sengaja." Pria itu memberikan klarifikasi. "Bajunya ada di paling atas, ya aku ambil. Masa harus ngorek–ngorek ke bawah, susah–susah, yang ada nanti jadi berantakan."

Bitna mendengus pelan. Kini, bukan lagi raut kesal yang terpatri di wajahnya, tetapi lebih ke raut kecewa. Pandangannya ia tarik, melirik ke mana saja selain ke wajah Johnny. "Jadi nggak suka?" Lirih wanita itu. "Mentang–mentang ya, aku lagi hamil, gendut, lebar. Ya wajar sih kalau nggak suka..."

[3] Marriage | Seo Johnny ✔ [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang