-29. Takdir Semesta

9.5K 1.1K 272
                                    

Terkadang, berada di posisi meninggalkan itu jauh lebih sakit dari pada ditinggalkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terkadang, berada di posisi meninggalkan itu jauh lebih sakit dari pada ditinggalkan. Ketika hati ingin tetap bertahan namun, semesta tak merestuinya.

Untuk beberapa alasan, kita perlu mempertimbangkan sebuah perpisahan jika bersama pun terasa menyakitkan.

Eliza tidak pernah ingin berada di fase ini. Terpaksa melepas kebahagiaan yang dirasanya belum pantas untuk ia dapatkan, Eliza rasa itu adalah yang terbaik untuk sekarang.

Entah takdir akan memberikannya perjalanan seperti apa di masa mendatang, Eliza hanya ingin belajar dan terus belajar dari apa yang sudah ia alami di masalalu. Kesalahan yang sama tidak boleh dirinya ulang lagi.

Satu hal yang Eliza sadari, bahwa setiap ujian hidup yang Sang Pencipta takdirkan, selalu ada hikmah di dalamnya. Semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Maukah kita belajar dari setiap cobaan, atau justru semakin menghancurkan diri sendiri karena hal tersebut.

Menghela napas panjang, Eliza menyematkan sebuah jarum pentul di sisi jilbab-nya, kemudian beranjak dari kamar menuju taman belakang.

Gadis ber-abaya hitam itu menerima busur serta panah yang diberikan seorang pelayan padanya, tak lupa mengucapkan terimakasih.

"Good morning, Eliza. You look better this morning." sapaan dari tante-nya dibalas Eliza dengan senyuman.

"Mbak Oliv, udah dapet guru ngaji buat Eliza belum?" tanya Eliza di sela aktifitasnya mengatur busur dan panah.

"Udah. But, untuk sementara kamu belajar ngaji sama Mbak Oliv dulu aja."

Mendengar perkataan Olivia, Eliza menatap wanita itu dengan tatapan kurang meyakinkan. "Sama Mbak Oliv?"

"Kenapa? Gini-gini Mbak dulu pernah jadi santri loh." Olivia membela diri.

"Iya, tapi gak sampe sebulan kabur dari pondok dengan alasan gak sanggup tiap hari cuma dikasih makan sayur kangkung," ledek Eliza.

Olivia yang merasa tersindir hanya cengengesan saja. Kebandelan masa SMA-nya tersebut memang sudah menjadi rahasia umum dalam keluarga mereka.

"Ya, setidaknya pernah," elak perempuan itu. "Ya udah, kamu lanjut panahannya. Jangan lupa nanti makan siang terus minum obat, ya. Kalau ada apa-apa langsung ngabarin," pesannya sebelum memilih untuk masuk kembali ke mansion.

Eliza mengedigkan bahunya tak peduli. "Gue gak sakit. Minum obat cuma bikin gue tambah setres," cibirnya.

Selanjutnya, gadis itu mengarahkan panah miliknya ke arah buah apel yang jaraknya sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri. Kemudian melakukan hal yang sama pula pada target lainnya yang sudah disediakan oleh para pelayan atas perintahnya semalam.

"Paman, bisakah kamu mencarikanku tempat berkuda yang terbaik? Aku ingin belajar berkuda," oceh Eliza pada salah satu bodyguard yang berdiri tidak jauh darinya. Para bodyguard itu memang hanya akan mengerti bahasa Indonesia jika diajak berbicara dengan bahasa yang baku.

Amin Yang Sama (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now