Broken Memories [Telah Diseri...

By alyaranti

1.8M 189K 25.7K

#1 Semesta [07/05/20] "Kenapa sih gue harus suka sama orang yang hatinya bukan buat gue?" "Ngapain juga gue m... More

PROLOG
1. Unpredictable Moment
2. Bad Issue
3. Terjebak
4. Blurry Café
5. Broken Heart
6. Tanda Tanya
7. Fool
8. Tanpa Terduga
9. Another Way
10. Undescribable
11. Heartache
12. Different Side
13. The Greenies
14. Like a Magic
15. Undescribable Day
16. Another Feelings
17. Sebuah Pertanyaan
18. A Mission
19. Unbelievable Words
20. Broken Heart
21. Weird Thing
22. Perasaan yang Lain
23. Rasa Kehilangan
24. Tingkah Aneh
25. Hurt Feelings
26. The Pain of Love
27. Won't Let Him Go
28. A Regret
29. A Mess
30. Broken
31. Too Hard
32. Memorable Story
33. About Hope
34. Another Sandwich
35. The Sweetest Day
36. The Things I Never Told You
37. Behind The Camera
38. Unpredictable Day
39. Bad Issue
40. Why I Must Leaving You?
41. Perihal Menyakitkan
42. Sebuah Fakta
43. Pemilik Sesungguhnya
44. Painful Memory
45. The Best Way
46. A Feeling That Can't be Described
47. Andai Dia Tahu
48. She's Gone
49. Vous Allez Me Manquer
50. Isn't about Jakarta
51. Belum Selesai
52. Will be Back?
53. A Fact
54. Increasingly Complicated
55. Tentang Perasaan
56. Everything Turned Around
57. Tanda Tanya
58. About Us
59. Vanilla Ice Cream
EPILOG
Extra Chapter
Bumi dan Porosnya
Extra Chat (1)
Frequently Asked Question: Broken Memories
Extra Chat (2)
THE OTHER SIDE 17 MARET DI BIOSKOP?
Segera Diserieskan
Broken Memories Sudah Tayang di Genflix

60. The End of Our Story

15.3K 2.4K 609
By alyaranti

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

“Terima kasih sudah saling bertahan sejauh ini, terima kasih sudah saling percaya untuk menyelesaikan cerita ini dengan baik. It's the sweetest ending for our broken memories.”

️▪️▪️▪️

Setelah beberapa saat, Arka dan Mili memutuskan kembali ke rumah sakit untuk mengambil mobil Mili. Kini, mereka tengah berada di atas motor Arka di bawah langit malam Kota Bandung yang romantis.

Tangan Mili perlahan memeluk lelaki yang ada di hadapannya. Arka hanya tersenyum tipis menatap gadis itu dari kaca spion motornya.

Ini adalah hari yang sangat mereka tunggu-tunggu setelah penantian lama di dalam hari-hari yang penuh sesak.

“Arka,” ujar Mili.

“Kenapa, Mil?” sahut Arka dengan suara lembutnya. Ia menatap Mili sejenak dari kaca spionnya.

Mili tersenyum manis. “Makasih ya.”

Arka mengerutkan dahinya, terbingung dengan apa yang Mili ucapkan. “Makasih buat apa?”

“Makasih karena udah mau sabar sama gue selama ini, makasih karena udah mau maafin gue,” jawab Mili dengan senyum yang masih bertahan di bibirnya.

Arka tertawa hangat. “Makasih juga ya, Mil.”

Kini, Mili yang terbingung dengan ucapan Arka. “Kok makasih? Makasih buat apa?”

“Makasih udah enggak marah-marah lagi karena gue yang diem-diem foto lo pas lagi bobol loker Ditto, makasih udah enggak marah-marah karena lo enggak suka sama konsep Blurry Café yang baru,” jawab Arka, membuat gadis di belakangnya menepuk punggung Arka seraya tertawa.

“Makasih loh karena masih suka aja nyindir-nyindir gue!” kata Mili. Arka pun ikut tertawa mendengar Mili tertawa.

Menurutnya, melihat gadis itu bahagia itu jauh lebih membahagiakan dibandingkan dengan kebahagiaannya sendiri.

“Oh iya, si Ditto apa kabar ya, Ka?” tanya Mili.

Arka justru tertawa. “Kenapa? Lo masih kepengen wujudin mimpi lo buat jadi pacar ke-58 nya Ditto?”

Mili berdecak kesal. “Arka, hobi fotografi lo sekarang udah berubah jadi hobi nyindir-nyindir lo ya?”

Arka terkekeh kecil. “Pengennya sih punya hobi buat bikin lo bahagia, tapi nyatanya bikin sedih terus sih.”

“Ew!” Mili menepuk punggung Arka lagi dari belakang.

Terkadang Arka terbingung, apa semua cewek kalau lagi kesal suka mukul-mukul?

“Ditto sekarang kuliah kesenian di Jakarta, Mil. Mau samperin ke sana?” tanya Arka.

Mili menggelengkan kepalanya seraya tertawa. “Enggak usah, makasih.”

“Kenapa enggak usah?” tanya Arka.

Mili tersenyum hangat. “Karena gue udah nemu pengganti Ditto yang sekarang ngisi hati gue.”

Arka tertawa lalu kembali fokus mengendarai motornya. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah sakit. Mili turun dari motor Arka dan segera memasuki mobilnya. Namun, sebelumnya ia melambaikan tangannya ke arah Arka. “Dah, Arka!”

Arka mengerutkan dahinya. “Kenapa dadahnya sekarang?”

“Kan gue mau ke kost Melo.”

“Gue ikut,” kata Arka yang membuat Mili terbingung.

“Maksud lo? Lo ngikutin gue pake motor gitu?” Akhirnya Mili memutuskan untuk bertanya kepada Arka, lelaki itu menganggukan kepalanya.

“Kenapa harus ngikutin gue sih? Gue itu sekarang udah gede, Arka! Gue beda sama Mili yang dulu. Sekarang, gue bisa jaga diri gue sendiri kok. Mendingan, sekarang lo pulang ya? Udah malem,” tolak Mili.

“Ya karena malem, Mil, bahaya kalo lo sendirian,” sahut Arka.

“Ya, tapi gue udah gede, Arka!” ujar Mili tak mau kalah.

Arka menggelengkan kepalanya. Gadis itu masih sama saja seperti dulu, masih keras kepala. “Iya, Mil, gue paham kok. Siapa yang bilang lo masih kecil? Cuma gue mau anterin lo sampe kost Melo aja. Emang enggak boleh?”

Mili menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Ya boleh sih, tapi kenapa gue harus dianterin?”

Arka tersenyum hangat ke arah gadis keras kepala itu, tetapi bagaimana pun juga gadis itu tetap menjadi gadis paling menggemaskan yang pernah ia temui.

“Gue cuma enggak mau lo kenapa-napa, Mil,” sahut Arka lembut, yang membuat Mili tertawa mendengarnya.

“Terserah lo ya Bapak Arka yang terhormat,” kata Mili lalu memasuki mobilnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

Ia tidak mengerti, mengapa malam ini bibirnya seolah tidak ingin tersenyum. Perlakuan Arka yang menyebalkan itu sebenarnya sangat manis.

Perlahan, Mili mengendarai mobilnya dan segera bergegas untuk ke luar dari koridor mobilnya. Ia tersenyum lagi ketika menatap kaca spion, terlihat Arka yang sedang mengikutinya dari atas motornya.

Tak sampai setengah jam, mobil Mili sudah berhenti di depan indekos milik Melody. Mili ke luar dari mobilnya dan menghampiri Arka yang masih ada di atas motornya.

“Ka, makasih ya udah anterin sampe sini,” kata Mili berterima kasih. Arka menganggukan kepalanya seraya tersenyum hangat kepada Mili.

Senyum yang bisa membuat hati Mili seolah-olah meleleh hanya karena menatapnya.

“Dah! Hati-hati ya!” Mili melambaikan tangannya ke arah Arka dan berjalan untuk masuk ke dalam indekos Melodi.

“Mil.” Suara itu membuat Mili menghentikan langkahnya. Ia menoleh sejenak ke arah Arka.

“Iya?” tanya Mili.

“Bonne nuit,” ujar Arka seraya tersenyum manis, ucapannya itu berarti selamat tidur.

Mili hanya tertawa renyah lalu benar-benar memasuki indekos dan segera masuk ke dalam kamar Melo.

Mili merebahkan di atas kasur Melo seraya tersenyum-senyum sendiri. Melo yang semula tengah membaca buku kini melempar Mili dengan bantalnya. “Mili, lo gila ya senyum-senyum sendiri?”

Mili tertawa menanggapi Melodi. “Biarin, sirik aja.”

Mili benar-benar ingin berteriak dan menyuarakan betapa bahagianya ia hari ini.

▪️▪️▪️

Keesokan harinya, Mili dan Arka berjanjian untuk sekadar berjalan-jalan ke sebuah Mall yang ada di sekitar Kota Bandung. Mili tengah memoles sedikit lip-tint di bibirnya agar tidak terlihat pucat serta memoleskan sedikit bedak di pipinya. Setelahnya, ia tersenyum menatap dirinya di kaca dengan celana putih dan hoodie berwarna merah muda yang membuatnya terlihat begitu manis.

Melo menatap Mili bingung. “Mau kemana lo?”

Mili tertawa sinis menatap Melodi. “Kepo lo! Nanya mulu kayak Dora.”

Setelahnya, Mili menatap Melo dengan tajam. “Mel, omongan lo kalo Arka lagi deket sama cewek itu bohong, kan? Arka bilang dia enggak deket sama siapa-siapa.”

Melo justru tertawa menanggapi Mili. “Lo itu kalo misalnya emang dasarnya bego ya tetep bego ya, Mil. Gue kan nyuruh lo buat mikir sendiri. Mikir sendiri, mana ada cewek yang mau deketin cowok es batu kayak Arka?”

“Jadi, Arka beneran enggak deket sama siapa-siapa, kan?”

Melo memutar kedua bola matanya malas. “Ya, menurut lo?”

“Arka enggak lagi deket sama lo, kan?” tanya Mili lagi.

Melo menatap Mili aneh seraya bergedik geli. “Ish, ogah! Masa gue sama bekas gebetan lo!”

Mili tertawa lalu memeluk dan mencium pipi Melo sekilas, membuat Melo langsung mendorong Mili dan mengelap pipinya. “Ih, gila lo ya, Mil!”

Mili tertawa. “Sebenernya lo sayang sama gue kan, Mel? Lo itu mau banget deket sama gue, tapi lo gengsi aja.”

Kakak perempuannya itu memang sangat gengsian dan menyebalkan. Melo bergedik geli seraya terus mengelap pipinya. “Pergi jauh-jauh lo! Tuh, si Arka udah di depan!”

Mili tertawa seraya menggelengkan kepalanya. “Dadah Kakak aku yang paling jahat!”

Mili menghampiri Arka. Lelaki itu memberikan sebuah helm kepada Mili. “Nih, biar aman.”

Mili tertawa lalu mengambil helm itu dan segera menaiki motor Arka. Arka pun melajukan motornya menuju ke sebuah mall yang ada di sekitar sana.

Sesampainya di sana, mereka memutuskan untuk pergi ke toko buku karena ada beberapa barang yang harus Arka beli untuk kepentingan kuliahnya. Karena menemani Arka dan Mili melihat banyak buku-buku gambar yang lucu, gadis itu jadi ikut membelinya.

“Jangan bilang, lo beli itu cuma gara-gara lucu,” ledek Arka. Mili menunjukkan deretan giginya seraya menganggukan kepalanya.

Arka tertawa seraya mengacak-acak rambut Mili. “Dasar cewek.”

“Biarin aja, emang gue cewek kok,” sahut Mili. Arka tersenyum menatap Mili.

“Ceweknya siapa?” tanya Arka yang membuat jantung Mili berdebar seketika.

Memangnya, sekarang hubungannya dengan Arka apa? Bukankah mereka hanya berbaikan saja? Apakah dirinya dan Arka sekarang memiliki sebuah status? Sebuah status yang lebih dari sekadar teman? Rasanya, Arka belum mengatakan itu.

Lelaki itu justru kembali berjalan menyusuri toko buku itu, meninggalkan Mili yang masih mencoba untuk mengatur degup jantungnya yang berdebar begitu kencang.

Setelah selesai membeli semua yang dibutuhkan, mereka ke luar dari toko buku. “Mil, mau makan nggak?”

Mili menggelengkan kepalanya. “Tadi baru makan roti sama Melo.”

“Terus, mau nonton?” tanya Arka lagi memberikan opsi.

Mili menggelengkan kepalanya lagi yang bertanda menolak opsi yang diberikan oleh Arka. “Enggak mau juga, enggak ada film yang gue suka.”

Arka menatap Mili bingung. “Terus lo mau ke mana?”

Mili tersenyum menatap Arka. “Gue mau main timezone!”

“Enggak, itu mainan anak kecil, Mil!” tolak Arka. Mili berdecak kesal lalu menarik tangan Arka. “Enggak ada aturannya kalo main timezone itu cuma buat anak kecil. Ayolah, sekali ke timezone enggak akan bikin lo mati, kok!”

Akhirnya, Arka mengikuti permintaan gadis itu. Kini mereka sudah berada di sana. Kini, mereka sedang bermain balapan mobil. Namun, hanya Mili yang tampak bersemangat untuk memenangi pertandingan ini. “Ka, gue pasti menang. Lihatin ya!”

Sedangkan Arka, lelaki itu hanya mengendarainya dengan pelan. Ia justru menatap Mili diam-diam seraya tersenyum. Jika dengan memenangkan ini Mili akan bahagia, maka Arka akan mengalah.

Mili berdecak kesal. “Arka, lo enggak boleh sengajain buat kalah ya! Lo itu harus sportif dong, Ka! Enggak usah jadi bucin! Alay!”

Arka tertawa mendengarkan perkataan Mili dan segera mengendalikan permainan itu dengan benar. Hingga pada akhirnya, Arka yang memenangi pertandingan ini.

Mili menarik napasnya. “Yah, kalah.”

Gadis itu segera berjalan untuk bermain permainan yang lain. Arka menyalakan kameranya dan mengarahkan ke arah gadis itu. “Mili!”

Mili tersenyum dan bergaya ke arah Arka ketika pada akhirnya lelaki itu memotretnya, ia lalu kembali asyik dengan permainannya.

Arka tersenyum bahagia. Benar, semenjak mengenal Mili, gadis itu mengajarkannya banyak hal menyenangkan di dunia yang sebenarnya bisa ia lakukan. Akan tetapi, selama ini Arka terlalu serius dan terfokus pada hal-hal yang ada di kepalanya saja. Semenjak mengenal Mili, semuanya berubah menjadi lebih menyenangkan.

“Arka, foto lagi dong!” pinta Mili.

Arka tampak terdiam dan berpikir sejenak. “Tapi, gue enggak akan disuruh bayar fee buat model terkenal yang ada di depan gue ini, kan?”

Mili mendorong bahu Arka. “Harusnya gue yang nanya, gue harus bayar jasa fotografer enggak?”

Keduanya justru tertawa. Arka pun kembali memotret Mili. Bagaimanapun posenya, gadis itu selalu terlihat cantik dan menggemaskan.

Setelah selesai bermain di sini, Mili menatap Arka. “Ka, karena lo banyak memenangkan permainan hari ini. Lo mau minta hadiah apa?”

Arka tampak berpikir setelah mendengar penawaran Mili. “Temenin gue makan nasi goreng yuk, tapi ada di luar mall.”

Mili menganggukan kepalanya lalu mengikuti langkah Arka. Arka pun segera mengambil motornya dan bergegas menuju warung nasi goreng kesukaannya.

“Lo beneran mau nemenin gue?” tanya Arka.

Mili mengangguk. “Iya, emangnya kenapa? Cuma makan nasi goreng, kan?”

“Emangnya, lo nggak akan jijik terus bakal sakit perut karena abangnya enggak higenis gitu?” ledek Arka membahas ucapan Mili yang dulu.

“Arka, berhenti nyindir-nyindir gue atau gue turun di sini!” ujar Mili.

Arka tertawa. “Turun aja, emangnya lo berani?”

“Siapa takut? Lo enggak inget gue beneran pernah mau lompat dari motor lo? Gue lompat beneran ya?” Mili tak mau kalah.

Arka menggelengkan kepalanya. “Jangan deh.”

“Kenapa jangan?” tanya Mili bingung.

“Nanti enggak ada Mili yang suka minta difotoin lagi!”

Mili tertawa. “Makin lama, lo jadi makin ngeselin ya, Ka?”

Mili tersenyum menatap suasana sore Kota Bandung dan lalu lalang motor dan mobil yang melintasi jalan. Mili juga menatap langit biru yang kini perlahan berubah warna menjadi oranye.

Motor Arka berhenti ketika mereka sudah sampai di depan warung nasi goreng kesukaan Arka, Arka memesan dua porsi nasi goreng lalu duduk di kursi plastik di samping Mili.

Sedangkan Mili, tengah mengamati suasana di warung nasi goreng ini. Suasananya sangat sederhana, hanya ada bangku plastik dan meja sederhana yang disediakan.

“Mil, gue yakin di Paris enggak akan ada nasi goreng seenak di sini,” kata Arka.

Mili menganggukan kepalanya. “Di Paris juga enggak ada cowok yang suka nyindir-nyindir kayak lo.”

“Padahal waktu itu kita udah ada di Jembatan Harapan yang lo impi-impikan, Mil, tapi kita justru berantem di sana,” kata Arka. Mili menganggukan kepalanya.

Tak lama kemudian, dua porsi nasi goreng telah mendarat di depan Arka dan Mili. Keduanya membaca doa terlebih dahulu sebelum makan, lalu memakan nasi goreng yang ada di hadapan mereka.

Mili memakan nasi goreng itu seraya menatap jalanan sore. Arka menoleh ke arah Mili. “Enak, kan?”

Mili menganggukan kepalanya. “Iya.”

“Enggak sakit perut, kan?” tanya Arka lagi. Mili menggelengkan kepalanya seraya tertawa.

Mili menelan nasi goreng yang ada di mulutnya lalu menatap Arka. “Arka, makasih ya udah ngubah gue jadi sosok yang lebih baik. Makasih udah bikin Mama sekarang jadi sosok Ibu yang selalu dukung gue. Makasih udah selalu ada pas Papa enggak ada.”

“Makasih udah ada di hidup gue, Ka,” lanjut Mili seraya tersenyum.

Arka juga ikut menelan nasi goreng yang semula tengah ia kunyah. Ia mengangguk seraya membalas senyumam Mili.

“Makasih ya, Mil, udah saling bertahan sampai sejauh ini,” balas Arka.

Mili masih tersenyum. “Gue yang harusnya jauh lebih berterima kasih sama lo.”

“Mil, semuanya enggak akan bisa membaik kalo cuma gue aja yang bertahan. Jadi, lo harus berterima kasih sama diri lo atas hal itu,” tepis Arka.

Mili menangguk.

“Oke, makasih banyak ya, Mili!” kata Mili pada dirinya sendiri, membuat Arka gemas dan mengacak-acak rambut gadis itu.

Mili menepis tangan Arka dari kepalanya. “Arka, tangan lo kan habis makan nasi goreng! Rambut gue nanti berminyak! Arka, gue tabok lo lama-lama!”

“Mil, gue boleh ngomong sesuatu?” tanya Arka yang sejujurnya membuat Mili gugup dan penasaran akan hal apa yang ingin Arka katakan.

Mili mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri dan menganggukan kepalanya. “Bukannya dari tadi juga lo udah ngomong?”

“Iya sih, tapi ada beberapa hal yang lebih penting yang harus gue omongin,” jawab Arka. Mili menganggukan kepalanya, mencoba mengatur degup jantungnya yang semakin lama tidak bisa diajak kompromi.

“Omongin apa?” tanya Mili bingung.

“Mil, gue tahu udah banyak hal enggak enak yang udah kita hadapin. Banyak hal baik juga yang bisa kita rasain ketika kita bareng-bareng.”

Mili menganggukan kepalanya. “Iya, terus?”

Arka melekatkan tatapannya ke arah Mili. “Jadi, mungkin enggak kalo misalnya lo dan gue, bersatu menjadi kita?”

Ucapan Arka membuat pipi Mili memanas, jantungnya semakin berdegup kencang, tangannya terasa dingin, lidahnya kelu, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan dan perbuat sekarang. “Maksudnya ... maksud lo gimana, Ka?”

Meeting you was fate, but falling in love with you is out of my control,” jawab Arka.

Mili menaikkan satu alisnya. “So?”

“So, can you be mine and i be yours?” tanya Arka memperjelas.

Mili tertawa mendengarnya lalu menganggukan kepalanya. “Falling in love with you is my fate.”

Arka tersenyum menatap Mili lalu menarik Mili untuk bersandar di bahunya. Hari ini, keduanya saling berbahagia. Jika tidak percaya, senja di Kota Bandung yang akan menjadi saksinya.

Arka menatap langit senja Kota Bandung yang terlihat begitu indah. Ia tersenyum bahagia bersama gadis yang begitu ia sayangi yang kini ada di sampingnya.

Mil, gue mau berterima kasih sama Tuhan karena udah mempertemukan gue sama lo.

Mau berterima kasih sama bokap lo juga yang akhirnya bikin gue bisa kenal sama lo.

Yang paling penting, gue mau berterima kasih sama lo karena udah ngajarin gue banyak hal. Makasih udah nyadarin gue kalau hidup ternyata bukan hanya tentang hitam dan putih. Makasih udah ngajarin gue, kalau ternyata di dunia ini banyak banget cara buat bikin kita bahagia.

Dan, ada di sini bareng lo adalah cara dunia paling ajaib untuk bikin gue ngerasa bahagia.

Maaf, kalau gue enggak ahli ungkapin semua perasaan gue ke lo selama ini.

Terima kasih sudah saling bertahan sampai sejauh ini, terima kasih sudah saling percaya untuk menyelesaikan cerita ini dengan baik. It's the sweetest ending for our Broken Memories.

I love you.

Kalau menurut kalian, Mili itu gimana?

The End

Author Note:
Jujur, aku campur aduk banget buat ngetik chapter ini. Di satu sisi, aku bahagia karena akhirnya cerita Mili dan Arka berakhir dengan baik dan bahagia. Tapi, di satu sisi aku ngerasa sedih karena harus berpisah sama cerita Broken Memories.

Terima kasih ya sudah dukung aku, Arka, Mili, dan keseluruhan cerita Broken Memories sejak hampir satu tahun yang lalu. Jujur, cerita ini adalah ceritaku yang paling lama kutulis di Wattpad. Rasanya senang karena bisa menepati janji aku ke kalian untuk menyelesaikan Broken Memories di Wattpad. Aku minta maaf kalau misal masih suka ngaret update cerita ini.

Rasanya, ada rasa senang tersendiri ketika cerita ini berhasil di selesaikan karena cerita ini dibuat sejak satu tahun yang lalu aku ada di akhir kelas SMA, mempersiapkan ujian-ujian yang biasanya dihadapi sama anak kelas 12, belajar SBMPTN, dan Ujian Mandiri untuk bisa masuk ke kampus impian, hingga akhirnya sekarang aku masuk kampus, menjalani ospek, menjalani awal perkuliahan, sampai UTS. Broken Memories dan kalian semua yang menemani perjalanan aku ini.

Maaf ya kalau jadi curhat hehe, oh iya, aku mau tanya, kesan dan pesan kalian setelah baca Broken Memories itu gimana sih? Ada yang mau kalian sampaikan enggak ke Mili dan Arka?

Oh iya, jangan hapus cerita Broken Memories dari perpustakaan kalian ya! Karena masih ada epilog dan extra chapter yang menggemaskan tentang Arka dan Mili. Thanks for reading ❤️

Alya Ranti

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 144K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.1K 887 68
Seperi layaknya langit yang memiliki Matahari dan Bulan, namun ketiganya tak akan pernah bisa bersamaan. Ini kisah Elana yang dihadapkan oleh dua hat...
154K 9.3K 42
[Follow me first] Di tengah sibuknya Naufal mencari kunci dari gembok masalalu gadis dengan wajah yang sama namun nama yang berbeda dengan Keyla tiba...
1.8M 109K 59
[NEW VERSION] Ini kisah tentang mereka Cinta, keluarga, pertemanan, pertikaian sampai menuju kehancuran. Saling berteman semenjak memasuki awal seko...