Hari Natal pun semakin dekat.
Jaemin tampak mulai sibuk menggunakan uang yang dia dapatkan dari camping kemarin untuk membeli banyak barang. Lampu-lampu kecil warna-warni, bunga-bunga kertas, lilin natal dan tentu saja semua itu dia beli tanpa sepengetahuan Jeno.
Berdasarkan karakter Jeno, dia tidak akan mau merayakan natal seperti ini. Jeno tidak pernah menyukai merayakan sesuatu yang seharusnya dirayakan seperti orang lain pada umumnya. ltulah yang bisa Jaemin simpulkan berdasarkan pengamatannya selama bersama Jeno.
Masih ada dua hari lagi sebelum hari natal, Jaemin sedang memegang remote TV mulai mengganti-ganti siaran. Dia melihat stasiun TV yang menayangkan 'Perjalanan Ke Barat' entah untuk yang keberapa kalinya.
Jaemin menoleh dan berbicara pada Jeno yang duduk disampingnya.
"Jeno, karakter mana yang tidak kau sukai dalam film ini?"
"Si biksu."
Jaemin bingung, "Kenapa kau membencinya? Dia pria yang baik. Dia juga terlihat terpelajar."
"Dia bersikap seperti seorang wanita. Tidak sanggup menginjak semut, tidak bisa membunuh siluman. Tetapi sepertinya dia menyukai disentuh dan digoda oleh para siluman itu. Aku tidak ingin menontonnya."
"Bagaimana bisa dia tergoda?"
"Ku lihat dia menikmati setiap sentuhan para siluman itu." Jeno menggerakkan bahunya.
"Baru kali ini aku tahu seperti inilah penilaianmu pada si biksu."
"Ganti siaran lain. Tidak ada hal penting dari menonton acara seperti itu. Jalan ceritanya selalu saja sama. Ada siluman yang turun dari langit ingin memakan si biksu. Lalu pada akhirnya mereka semua akan dikalahkan oleh si kera atau mereka akan mendapat bantuan dari langit. Dan selalu saja berakhir 'tuan, tolong berikan kami kesempatan lagi'. Bukankah kau tahu kalau sebelum si kera turun dari langit dia sempat berperang dengan para dewa dan dewi diatas sana? Mereka semua bahkan tidak bisa mengalahkannya. Tapi ketika dia ada di bumi, dia bahkan kesulitan saat bertarung melawan siluman ular atau kelinci, apa itu masuk akal?"
Jaemin mengangguk, "Kau menceritakan film ini begitu detail." Jaemin memberikan Jeno pujian. "Jeno, aku belajar banyak hal darimu."
"Hal seperti ini tidak perlu kau pelajari."
"Jeno, apa kau memiliki sesuatu yang kau inginkan?" Jaemin mengganti topik, dia sedang menguji Jeno kalau saja pria itu akan meminta sesuatu padanya.
"Tidak ada." ucap Jeno cepat.
"Bagaimana bisa? Kau benar-benar tidak menginginkan sesuatu?"
"Wisata ke matahari." jawab Jeno asal.
Jaemin terkejut. "Apa kau tidak menginginkan sesuatu yang lebih sederhana misalnya?"
"Paket wisata mengelilingi matahari?"
"Tidak adakah keinginanmu yang lebih normal?"
"Aku lebih memilih harapan yang mustahil untuk dikabulkan. Kenapa kau bertanya? Kau pikir kau seorang Jin pengabul harapan?" Jeno mengambil remote TV yang di bawa Jaemin dan menggantinya ke siaran berita.
🐁🐁🐁
"Baiklah!"
Malam ini adalah Malam Natal. Setelah Jeno pergi bekerja, Jaemin bersiap-siap pergi keluar. Dia pergi untuk mencari pohon natal.
Kini Jaemin tiba disebuah tempat terpencil. Setelah berkeliling, dia menemukan sebuah pohon pinus yang dia sukai. Lalu Jaemin mengeluarkan kapak dari dalam tasnya, menghirup nafas panjang, menggosok-gosok kedua tangannya dan mulai menebang pohon itu.
Ketika pohon pinus itu akan tumbang, seseorang memanggil Jaemin.
"Hey, anak muda!"
"Ada apa?" Jaemin berbalik dan melihat dua orang petugas polisi sedang menatapnya.
"Seseorang yang tinggal disekitar sini memberikan laporan bahwa anda sedang mencoba merusak lingkungan."
"Tidak—tidak, aku tidak melakukan apapun."
Salah satu dari petugas itu kemudian menunjuk kearah pohon pinus yang ada di belakang Jaemin.
"Setiap tanaman dan pohon yang ada disini merupakan milik bersama. Apa yang sedang anda lakukan saat ini telah melanggar hukum."
"Melanggar hukum?"
Jaemin sangat terkejut hingga tanpa sadar dia mengambil beberapa langkah mundur. Kapak yang sedang dia bawa membentur pohon pinus yang ada di belakangnya dan menyebabkan pohon itu benar-benar sepenuhnya tumbang sekarang. Kedua petugas itu melihat kearah pohon yang tumbang kemudian beralih melihat kearah Jaemin.
"Menurut hukum yang berlaku, berdasarkan pasal Perlindungan Hutan No.34, barang siapa terbukti bersalah karena melakukan perusakan tanaman akan mendapatkan hukuman untuk menanam kembali lima kali lipat dari jumlah pohon yang telah rusak dan diharuskan membayar denda tiga sampai sepuluh kali lipat dari jumlah kerugian materi yang disebabkan penebangan liar."
Jaemin langsung terjatuh ke tanah. "Oh tidak... habislah, aku tidak memiliki uang sebanyak itu."
Uang milik Jaemin sudah dia habiskan untuk membeli barang-barang Natal.
Petugas itu membawa Jaemin ke kantor perlindungan hutan. Jaemin berada di dalam sebuah ruangan bersama dengan seorang pria tua yang sedang menguliahinya hampir satu jam. Pada akhirnya, Jaemin tidak memiliki pilihan lain selain menelpon Jeno.
Ketika Jeno tiba, nafasnya tersengal dan wajahnya benar-benar terlihat khawatir. Ketika mendapatkan kabar dari Jaemin, Jeno langsung meninggalkan semua pekerjaannya dan segera pergi menyusul Jaemin.
Akhirnya Jeno membayar semua denda dan segera membawa Jaemin pergi dari sana. Tetapi seorang pria tua mencegah mereka.
"Anak muda, bukan saja harus membayar denda. Dia juga harus menanam lima pohon terlebih dahulu baru dia bisa pergi."
Pria itu lalu menelpon seseorang. Tidak lama kemudian seorang Bibi datang. Bibi itu membawa Jaemin kembali ke tempat dimana tadi Jaemin menebang pohon. Jeno mengikuti dengan mobilnya dibelakang. Ketika mereka sampai, Bibi itu mengeluarkan lima buah pohon kecil dan sebuah sekop lalu memberikannya pada Jaemin. Jaemin tidak mengatakan apapun, dia mulai menanam kelima pohon itu. Mengapa di Malam Natal semua orang bersikap begitu dingin. Jaemin merasa sedih.
Jeno berdiri bersandar di kap mobilnya sambil merokok dan memandangi Jaemin. Dia sangat khawatir dan tidak bisa mempercayai apa yang Jaemin pikirkan. Ekspresi di wajah Jeno saat itu semakin membuat Jaemin sedih. Jeno pikir Jaemin perlu diberikan hukuman karena selalu saja melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu.
Saat itu sudah pukul empat sore. Selama di perjalan pulang, tidak ada satu pun diantara mereka yang berbicara. Ketika mereka sudah berada di dalam apartemen, Jeno berdiri di hadapan Jaemin.
"Dari pagi hingga malam, berapa banyak lagi kau ingin terlibat dalam masalah?"
Jaemin dengan wajahnya yang kotor terkena tanah saat menanam pohon-pohon tadi menatap ke arah Jeno tanpa mengatakan apapun. Kenapa saat di Malam Natal semua orang memperlakukannya dengan dingin?
"Aku sedang bertanya padamu! Bicara!"
Jaemin masih tetap diam.
"Na Jaemin!! Apa kau tidak memiliki otak?" bentak Jeno.
Jaemin masih tetap diam dan berjalan ke dalam kamar. Kemudian dia menyeret sebuah kotak besar keluar, membuka kotak itu dan menatap pada barang-barang yang sudah dia siapkan. Lalu Jaemin melemparkan semua barang didalam kotak pada Jeno.
"Kau pikir aku melakukannya untuk siapa?! Bagaimana aku tahu kalau pohon itu dilindungi? Kenapa kau berteriak padaku?! Ya, aku memang tidak memiliki otak. Aku yang selalu saja salah disini!!"
Suara Jaemin begitu keras awalnya, tapi kini berubah menjadi isakan pelan. Dia mendorong tubuh Jeno menjauh dan segera berlari ke luar rumah. Jeno kini terjebak diantara tali-tali dekorasi Natal dan kabel-kabel dari lampu kecil. Ketika dia berhasil menyusul keluar, Jaemin sudah tidak terlihat lagi.
🐁🐁🐁
Jeno kini sedang berada di sebuah taman kota. Disana terdapat sebuah layar besar dengan seorang wanita yang sedang menyiarkan berita.
"Hari ini adalah Malam Natal. Apa saat ini kalian sedang bersama dengan orang-orang yang kalian sayangi?"
Jeno menyalakan rokoknya, kemudian menatap kearah layar besar itu. Sekarang dia baru mengerti, hari ini adalah Malam Natal.
Tbc~
[ piceboo & Angelina, 2020 ]