Jeno berguling, sehingga menindihi tubuh kurus yang sekarang berada dibawahnya. Jaemin hanya diam, matanya masih terpejam. Terlalu lelah akibat Jeno mengerjai tubuhnya beberapa ronde. Jeno kini kembali menciumi bibir tipisnya untuk kesekian kali.
"Euunghh..."
Jaemin mendesah saat Jeno memasukkan lidahnya dan bermain-main di dalam sana. Kedua tangan yang terbebas kini dilingkarkan di sekitar leher Jeno, sambil mengacak surai hitam yang sudah berantakan.
Setelah hampir lebih dari satu jam bercengkrama, akhirnya keduanya pun mulai saling melepaskan diri. Jeno membopong tubuh lemas Jaemin ke dalam kamar mandi.
"Aku akan membersihkanmu."
Jaemin hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai mandi, keduanya bersiap untuk pergi makan siang. Saat mereka membuka pintu, disana sudah berdiri dua orang pria tampan yang tampak tidak asing.
"Untuk apa kalian disini?" tanya Jeno.
"Selalu saja bersikap dingin. Hatiku nyaris saja hancur karena selalu kau sakiti. Sudah lama sejak kita makan bersama jadi—-" Hyunjin berpura-pura terluka dengan sikap Jeno.
"Aku sudah pernah mengatakan kalau kalian mulai membosankan. Kami berdua juga akan pergi makan, kalau begitu sebaiknya kita pergi bersama." Jeno mengabaikan ekspresi tidak setuju dari Jaemin.
🐁🐁🐁
Mereka berempat mengambil tempat duduk di sebuah meja di pojokkan. Hyunjin dan Mark sudah mengetahui tentang hubungan Jeno dan Jaemin. Karena itu, mereka berdua tidak ingin melepaskan kesempatan untuk menggoda keduanya.
"Jaemin-ah, ku lihat cara kau berjalan hari ini sedikit aneh." Mark yang biasanya sedikit bicara kini memulai pembicaraan.
Jaemin merona seketika saat mendengarkan pertanyaan yang ditujukan padanya. Kemudian dengan suara pelan mencoba menyangkal. "Kau jangan berpikir aneh-aneh. Aku--aku--pinggangku keseleo, saat sedang joging tadi pagi."
"Benarkah? Atau karena Jeno bersikap seperti psiko? Apa dia menggunakan sabuk? Lilin?" Hyunjin menggoda Jaemin semakin jauh.
Jeno merasa tidak terganggu, dia masih terus melanjutkan makannya.
Jaemin merasa tidak senang dengan apa yang dia dengar. "Jaga mulutmu! Jangan rendahkan cinta suciku."
Jawaban dari Jaemin sukses membuat keduanya tertawa terbahak-bahak hingga kini wajah keduanya menempel di atas meja. Setelah beberapa lama, Hyunjin akhirnya bisa melanjutkan pembicaraan.
"Jadi adik manis, bisa kau jelaskan padaku apa arti cinta suci itu bagimu?"
"Hmm... Dua orang biasa bersama, menjalani kehidupan sederhana bersama-sama. Tentu saja tidak dengan sabuk atau lilin yang kau katakan tadi." Jaemin dengan tatapan menghina menatap kedua teman Jeno yang masih menempel wajahnya di atas meja, tertawa.
"Dua orang biasa?"
"Kalau kau, aku bisa mempercayainya. Tapi--" Hyunjin melihat ke arah Jeno, kemudian dia kembali tertawa tanpa perduli bahwa kini kaki Jeno sedang menendang-nendang kakinya di bawah meja dengan keras. Dia malah terus melanjutkan perkataannya tanpa khawatir akan tetap hidup atau mati setelahnya.
"Na Jaemin, aku pikir kau masih belum mengetahuinya. Dari apa yang aku ketahui, Jeno sudah tidak perjaka lagi saat dia bersama denganmu."
"Apaaaa?!!" Jaemin kini memelototi Jeno.
Jeno mencoba untuk tidak melihat ke arah Jaemin.
"Apa bagusnya membicarakan sesuatu yang sudah berlalu. Cepat habiskan makananmu."
Jaemin menurut, dia terus diam sambil memakan makanannya dan tidak mengatakan apapun lagi setelahnya. Perasaannya terluka. Harapannya untuk sebuah cinta yang murni dan sederhana kini sudah tidak suci lagi. Cinta suci itu sudah ternoda karena si berengsek Jeno.
Mark dan Hyunjin masih terus tertawa hingga mereka selesai tanpa merasa terganggu dengan wajah kecewa Jaemin. Jaemin masih diam saat dia masuk kedalam mobil. Sedangkan Jeno memberikan tatapan mengerikan pada kedua orang temannya itu.
"Aku akan membalas kalian nanti. Kalian lebih baik mengingat apa yang aku katakan." ucap Jeno dingin sebelum memasuki mobilnya.
Hyunjin dan Mark mencoba untuk berhenti tertawa tetapi mereka tidak berhasil.
"Mari kita lihat saja jika kau masih hidup atau tidak hingga nanti malam." Jeno melemparkan tendangan kepada kedua sahabatnya itu.
🐁🐁🐁
Saat mereka berdua tiba di rumah. Tidak perduli kemanapun Jeno bergerak, Jaemin terus menatap dingin ke arahnya. Jeno bisa merasakan kalau punggungnya terasa dingin. Setelah hampir satu jam seperti itu, akhirnya Jeno menyerah.
"Kau tidak bisa sepenuhnya menyalahkanku! Aku pria sejati! Lagi pula, hal itu terjadi saat aku masih remaja."
Jaemin meledak marah. "Lalu kau pikir aku bukan pria?! Nyatanya aku tidak pernah melakukan hal liar seperti itu! Memalukan! Aku menjaga diriku tetap suci untuk seseorang yang aku cintai. Aku benar-benar buta. Aku tidak percaya aku jatuh cinta pada playboy brengsek sepertimu!"
Jeno menatap Jaemin yang terlihat semakin emosi.
"Itu semua sudah berlalu, tidak ada gunanya bagimu untuk marah seperti ini."
"Kau masih berani bicara---kau--kau--" Jaemin menunjuk-nunjuk hidung Jeno. "Impianku untuk memiliki cinta suci sudah hancur! Kau menghancurkannya dengan mudah seperti kau menghancurkan seekor semut! Semua lenyap! Jika saja aku mengetahuinya sejak awal, aku akan mencari seseorang untuk memberikan keperjakaanku terlebih dulu, biar kita adil!"
"Tapi, keperjakaanmu sudah hilang." balas Jeno sedikit kesal.
"Beritahu aku, kepada siapa kau berikan? Seorang wanita? Atau seorang pria?!" tanya Jaemin penasaran.
Jeno menarik Jaemin dan mendekap sosok itu dalam pelukannya. "Mari berhenti membicarakan hal ini, oke? Anggap saja aku masih perjaka."
"Tapi kau tidak! Bagaimana bisa aku berpura-pura tidak tau? Pria mesum! Brengsek! Tidak tahu malu!"
Jaemin memberontak, terus mengomel dan mencoba melepaskan pelukan. Tetap Jeno memeluk Jaemin semakin erat sambil mengusap-ngusap punggung sempit Jaemin untuk menenangkan kekasihnya itu. Jeno tidak pernah menduga bahwa bagi Jaemin, hal seperti ini begitu penting.
'Kedua bocah brengsek itu, jangan sampai aku menemukan kesempatan untuk membalas kalian! Berani-beraninya menghianatiku!'
Sepanjang malam, Jeno terus mendengarkan omelan Jaemin. Jeno merasa seperti sedang dikuliahi oleh istrinya. Tetapi Jeno memutuskan untuk tidak menjawab balik satu kalipun.
Dia mengakui bahwa dia sudah tidak perjaka sebelum bertemu Jaemin. Tetapi baginya, Jaemin mendekati sempurna. Apa yang dia harapkan bagi pasangannya kelak, Jaemin memilikinya. Tetapi Jeno tidak ingin membiarkan Jaemin mengetahui tentang hal itu.
Dipagi hari setelahnya, kata pertama yang Jaemin katakan pada Jeno adalah. "Kau pria kotor!"
Jeno merasa sedikit sakit kepala. "Sampai kapan kau akan terus mengomeliku?"
"Tidak perduli berapa lama aku memarahimu, itu masih tidak sebanding dengan hatiku yang terluka. Kau penyakit masyarakat! Playboy! Menyedihkan!"
"Kau punya banyak kosakata baru yang muncul sejak kemarin." Jeno bangun dari tempat tidur dan mulai berpakaian.
Melihat Jeno bangun, Jaemin pun mengikutinya. "Aku terus mengomelimu cukup banyak. Apa kau masih belum bisa intropeksi diri?"
"Bagaimana kau ingin aku intropeksi? Pergi dan mengambil kembali keperjakaanku?"
"Kau---" Jaemin semakin kesal mendengar ucapan Jeno.
Jeno beranjak menuruni tangga menuju ruang tamu, Jaemin mengikutinya dan mulai mengomel lagi. Jeno tiba-tiba berbalik.
"NA JAEMIN!!"
Jaemin terkejut oleh suara bentakan Jeno yang begitu keras. Dia terdiam berdiri ditempatnya, tidak berani untuk bergerak.
"Kau sudah menonton terlalu banyak drama, tapi kau masih tidak mengerti? Dalam setiap drama, masalah apapun yang dilakukan sang pria, pasangannya akan selalu mendukung di belakangnya. Lihat dirimu! Dari tadi malam hingga pagi ini kau terus saja mengomel. Kau tau apa artinya itu? Itu berarti tanda perpisahan. Lagipula, 8 dari 10 orang pria itu sudah tidak perjaka lagi. Sedangkan yang 2 lainnya hanya berpura-pura masih perjaka. Na Jaemin, aku kecewa padamu. Aku kira kau semakin sukses sebagai seorang Uke. Tapi ternyata aku salah. Kau masih sangat jauh dari itu. Aku akan pergi kerja. Kau pergi ke kampus sendiri."
Jeno tidak punya pilihan lain untuk menyelesaikan persoalan selain mengambil jalan seperti ini. Dia menggelengkan kepalanya, tidak percaya dia mengucapkan kata-kata drama yang sangat dia benci, lalu pergi keluar rumah. Jeno bahkan tidak berbalik dan pergi mengendarai mobilnya, meninggalkan Jaemin begitu saja yang masih shock.
Jaemin memikirkan kembali situasi yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa dia bertindak begitu bodoh? Semua usaha yang selama ini dia lakukan untuk menjadi Uke sempurna di depan Jeno kini segalanya telah hilang.
Jika mereka berpisah, walaupun dia diberikan 100 pria perjaka pun, Jaemin tidak rela.
Kenapa dia tidak memikirkannya lebih jauh? Saat ini, Jeno pasti sangat membencinya karena terus mengomelinya sepanjang malam.
Selama seharian penuh Jaemin terus saja menyalahkan dirinya sendiri. "Aku masih belum pantas menjadi seorang Uke."
Tbc~
Gutten morgen fellas, have a nice day🥰
[ piceboo & Angelina, 2020 ]