Destiny of the Flora [REVISI❤...

By Risennea

283K 16.7K 436

(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang di... More

Mohon Dibaca
Must Read
[TRAILER]
Prolog (REVISI❤️)
1. Calista Angelia Bellvanist (REVISI❤️)
2. Selamat Datang Kembali di 'Neraka' (REVISI❤️)
3. Ingatan (REVISI❤️)
4. Bertemu (REVISI❤️)
6. Si Putri Tidur (REVISI❤️)
7. Kemarahan Calista (REVISI❤️)
8. Kejadian (REVISI❤️)
9. Kembali (REVISI❤️)
10. Pelukan Hangat (REVISI❤️)
Cast [PART1]
11. Tunangan Pertama? (REVISI❤️)
12. Aku Takut (REVISI❤️)
13. Kesempatan Kedua? (REVISI❤️)
14. Labirin (REVISI❤️)
15. Tolong (REVISI ❤️)
16. Lagi?
17. Hari Pertama
18. Kacau
19. Suara Alam
20. Hukuman
21. Gosip
Cast [PART2]
22. Menjadi Gadis Liar
23. Si Mata Emas
24. Tidak Nyata!
25. Bertemu Lagi
26. Monster
27. Kebenaran
28. Keinginan
29. Terlalu Sayang
30. Bolehkah?
31. Sweet Moment
32. Kabar Buruk
33. Pengkhianat
34. Menyakitkan
35. Pelarian
36. Tidak Butuh Siapa Pun
37. Butuh Kamu
38. Maafkan Aku
39. Beauvais
40. Ibu?
41. Kenapa Aku?
42. Membuang Waktu
43. Serigala Abu-abu
Cast [PART3]
44. Just One Kiss
45. Awal Perang
46. Perang
47. Kehilangan Jiwaku
48. Membuka Hati
49. Pengkhianat (2)
50. Membuka Hati (2)
51. Kehilangan Lagi
52. Pilihan yang Sulit
Epilog
Author Note And Question
[Another Story] My Witch Gangster
About Destiny Season

5. Hari Baru (REVISI❤️)

6.4K 376 2
By Risennea

Cahaya matahari masuk dari celah jendela dan menyinari sebagian wajah Calista, ia mengernyit mencoba membuka mata. Semalam tidurnya nyenyak walaupun dirinya bermimpi buruk, tentang ia bertemu dengan makhluk bernama Al yang mengakui sebagai tunangan Calista.

Calista merentangkan tangan ke atas, duduk sambil melihat kamarnya tidak seberantakan kejadian semalam, saat dirinya menghancurkan barang-barang, bahkan semuanya terlihat rapi. Cermin dan guci yang ia pecahkan masih utuh, buku-buku yang ia jatuhkan berada di tempatnya. Mungkin itu adalah sebuah keajaiban.

Calista menghela napas, kembali membaringkan tubuhnya ke ranjang, menarik selimut sutra hitam hingga dagu, ranjangnya selalu bisa membuat Calista ingin tidur lagi. Tapi tunggu!

Selimut sutra hitam?

Calista mengernyit, ia tidak pernah menganti selimut dengan sutra hitam, ia ingat sekali selimutnya masih berwarna merah. Ada yang aneh. Sontak Calista terduduk di ranjang memandang ke setiap sudut kamar. Sama tapi beda.

Terdengar suara pintu terbuka, mata Calista langsung terbelalak saat melihat makhluk- Al ada di sana. Bagaimana bisa ia lupa mengunci pintu kamar, Calista ingat ia sudah mengunci pintu dan juga kenapa makhluk di mimpinya nyata. Maksudnya melihat langkah kaki Al menyentuh lantai saat mendekati Calista atau mungkin mimpinya semalam bukan mimpi tapi kenyataan.

Calista memejam mata sambil menggeleng-geleng beberapa kali, mungkin saat ini ia sedang berhalusinasi akibat mimpi semalam. Otaknya sedang miring, bingung ingin berat sebelah mana.

Calista membaringkan tubuhnya kembali, menutup mata seakan tidak pernah melihat Al ada di sana. Tiba-tiba Calista merasa ranjangnya ada yang menaiki, ia tidak peduli mungkin saja itu hanya sebuah benda yang menimpa ranjangnya. Saat Calista ingin memasuki alam mimpi, ia merasa ada sebuah tangan yang mengelus rambutnya. Nyaman, pikirnya. Sama seperti dulu saat Bellva melakukannya.

Tangan itu menyentuh wajah Calista, mengusap pipi lalu menarik hidungnya. Sakit. Calista mengernyit kemudian dengan tiba-tiba membuka mata.

Pada detik yang ke sepuluh, pandangan Calista yang kosong berubah horor begitu melihat orang yang di sampingnya-Al, begitu dekat. Calista bangkit, turun dari ranjang dengan panik. Ia juga merasakan kalau kakinya sembuh, padahal semalam ia ingat sekali saat dirinya tidak sengaja menginjak pecahan cermin, dan mungkin ini adalah sebuah keajaiban lagi.

"Apa yang kau lakukan di kamarku!" Calista menjerit kencang.

Al terkekeh geli, masih dalam posisi tidur yang menopang kepala dengan sebelah tangan, menatap Calista yang tiba-tiba dilanda marah.

Bukan tanpa sebab Calista marah. Pertama, ia merasa mulai gila karena sedang berbicara dengan makhluk yang berasal dari dunia mimpi. Kedua, Calista bukan orang yang bisa menahan amarah saat ada orang yang membuat dirinya jengkel dan kesal seperti yang dilakukan Al dengan hidungnya. Ketiga, orang yang sekarang berada di ranjang Calista, menganggu tidur dan dengan kurang ajar tidur di sampingnya. Hal itu yang membuat Calista semakin marah.

Calista mengembuskan napas keras. Ia mulai berteriak. "Betapa kurang ajar kau. Lebih baik pergi dari sini, sialan!"

Al tersenyum, tidak peduli dengan kemarahan Calista. Malahan akan lebih seru membuat Calista marah padanya. "Memangnya kau tidak ingin tidur lagi? Ayo bergabung denganku."

Calista mendengus. "Dasar gila. Pergi dari sini!"

Al bergeming, tidak mengatakan apa pun. Calista melototkan mata birunya ke arah Al, ia geram sekali. Al bangkit dari tidur, duduk bersila di atas ranjang ,mata hijaunya menatap Calista dari atas hingga bawah, seperti menilai sesuatu.

"Apa yang kau lihat?" Calista berujar dengan ketus, ia masih melototkan mata. Calista risih dipandang seperti itu, apalagi ia juga masih memakai baju tidur semalam.

"Kurasa kau sudah membaik, melihat bagaimana hari ini kau sangat bersemangat, bahkan aku yakin sebentar lagi matamu akan keluar."

Calista semakin melotot geram. Ia tidak suka dihina dengan kata halus.

"Aku sudah mengusirmu. Kenapa belum juga pergi!" Calista menunjuk ke arah pintu.

Al turun dari ranjang berjalan menghampiri Calista. Calista masih melototkan mata hingga terasa matanya benar-benar sakit. Calista menutup matanya sejenak sambil memijat pangkal hidung. Kalau ia terus melotot mungkin ia tidak bisa melihat lagi. Jujur saat ia melotot urat matanya terasa sakit. Calista membuka mata, menatap Al dengan sangat tajam. Mata biru Calista yang bulat mulai menyipit dan mulutnya mengerut kesal. Betapa ia sangat kesal dengan lelaki yang kini ada di hadapannya. Calista mendongakkan wajah menatap Al yang sudah di hadapannya karena ia hanya sepundak lelaki itu.

Al mengangkat sebelah alis begitu mendapati Calista menatap sangat tajam dan begitu menohok. Sebegitu jengkel gadis itu pada dirinya? Tapi itulah hal yang sangat menyenangkan untuk menghiburnya.

"Kenapa kau tidak keluar dari sini?" desis Calista penuh penekanan.

Al tidak menjawab, malah terlihat sedang memikirkan sesuatu dengan meletakkan satu jarinya mengetuk dagu. Calista yang melihat itu semakin tersulut emosi, perlu diketahui Calista bukan seseorang yang bisa mengontrol emosi. Namun, mungkin ia sekarang sedang belajar untuk menahan emosi. Seharusnya ia bisa mengabaikan saja tetapi ia tidak melakukannya, karena siapa saja yang telah membuatnya kesal atau jengkel, maka orang itu harus menanggung akibat yang telah di perbuat.

Calista diam menunggu Al berbicara. Sayangnya, Al tidak bicara sedikit pun. Akhirnya, Calista memutuskan untuk bicara saja.

"Kurasa kita perlu bicara. Penting. Aku perlu tahu kenapa kau terasa nyata," tangan Calista menunjuk pipi Al, menekan hingga jari tangan menyentuh wajah Al terasa kenyal yang artinya itu nyata.

"Tidak usah malu-malu, Celia. Kalau kau ingin menyentuhku katakan saja," Al terkekeh sendiri, "Aku kan bisa memberikannya." Tiba-tiba ia merentangkan tangan seakan ingin memeluk Calista.

Tentu saja Calista langsung mundur menjauh dari lelaki yang tiba-tiba ingin memeluknya.

"Jangan coba-coba untuk melakukannya."

Entah kenapa wajah Al yang tadinya sumringah berubah dingin, ia menatap Calista dengan pandangan berbeda, seakan pandangan itu bisa membunuh Calista dengan cepat.

Calista menyadari perubahan ekspresi Al yang mendadak berubah, tetapi ia tidak peduli. Biarkan saja kalau tatapan Al seakan menuduh Calista adalah dalangnya.

Seketika mata Calista terbelalak saat Al yang di depannya menghilang secepat kedipan mata, kemudian muncul lagi di belakang Calista. Jangan tanya betapa kagetnya Calista hingga nyaris membuat tubuhnya terjungkal ke depan, beruntung Al langsung bertindak dengan melingkarkan tangannya ke pinggang gadis itu.

Suara jantung Calista terdengar sangat keras, hingga terasa berdetak di dekat telinga. Napasnya memburu. Baru kali ini Calista dibuat terkejut nyaris jantungan saat itu juga. Sebenarnya Calista sedang marah pada Al, lelaki yang membuat dirinya marah tiba-tiba menghilang muncul lagi setengah detik di belakang Calista. Bagaimana Calista tidak jantungan?

Al menyeringai, mendapati Calista sama sekali tidak berontak di pelukannya. Ia menaruh dagu di bahu Calista. Seharusnya gadis itu tahu kalau ia merentangkan tangan, itu tandanya Al ingin dipeluk dan tentu saja Al tidak menerima penolakan. Al mengeratkan pelukannya. Kemudian dengan sengaja mendekatkan bibir ke telinga Calista lalu berbisik.

"Sebentar lagi pelayanku akan kemari, aku akan menunggu 15 menit, lalu kita akan sarapan."

Setelah itu, Al kembali menghilang. Bulu kuduk Calista menegang. Kakinya seakan menjadi jelly terlembek di dunia hingga membuatnya jatuh ke lantai. Jantungnya kembali berdetak kencang, napasnya memburu. Bohong, kalau Calista mengatakan ia tidak takut, pikirannya mulai merayap entah ke mana. Seorang manusia tidak bisa menghilang secepat ia muncul lalu menghilang lagi. Kalau bukan manusia jadi yang tadi itu apa? Mungkinkah itu hanya trik sulap?

'Al. Bukan, bukan! Makhluk itu bukan manusia. Manusia tidak bisa menghilang begitu saja dan muncul lagi. Jika ia bukan manusia, Al itu makhluk apa? Aku sama sekali tidak percaya dengan sihir atau sejenisnya. Tapi tadi itu nyata? Ia menghilang di hadapanku dia bukan manusia. Mungkinkah dia itu monster?'

Calista menyentuh dada yang sudah berdetak normal bersamaan dengan pintu kamar dibuka tanpa ketukan, menampilkan tiga pelayan dengan pakaian yang sama. Mereka sama-sama berambut hitam, langsung membungkuk ke arah Calista. Wajah mereka asing bagi Calista atau mungkin ia tidak pernah melihat di kerajaan.

"Kami siap melayani anda, Nyonya." Mereka berkata pada waktu yang sama.

***

Di sini lah Calista sekarang, duduk berhadapan dengan Al di halaman belakang dengan meja yang sudah dihidangkan banyak makanan, bahkan ada makanan yang menjijikan bagi Calista, bubur yang terlihat encer. Calista sangat membenci jenis makanan tersebut.

Calista menyuapkan wafel coklat dalam mulut, mengabaikan bubur tak berbentuk di sampingnya. Di sini lumayan teduh, pohon-pohon yang hijau membuat suasana semakin bagus. Angin sepoi-sepoi mulai nakal menerbangkan rambut Calista yang dibiarkan tergerai, namun suasana tidak bagus bagi Al dan Calista.

Mereka sama sekali tidak membuka suara, hanya ada keheningan. Al masih berekspresi dingin, Calista melirik sekilas lalu kembali mengunyah makanan. Calista penasaran apa yang sedang pikirkan oleh lelaki itu.

Calista mendengus kesal, tiba-tiba ia kembali teringat saat dirinya dipaksa oleh ketiga pelayan untuk mengenakan gaun. Iya! Gaun! Kurang dramatis kah?

Oke, sekali lagi.

Calista dipaksa untuk mengenakan GAUN yang sangat ia benci seumur hidupnya. Kenyataan memang berbanding terbalik dengan harapan, karena sekarang Calista duduk tegak mengenakan gaun enam lapis, mulai gaun baju yang paling tipis sampai gaun tebal sebagai luarannya. Calista memakai gaun putih yang sama sekali bukan seleranya dengan lengan lonceng dan hiasan batu permata di dada, juga dengan korset ketat yang menjepit perut datarnya. Gaun itu hanya selutut.

Setelah selesai, Calista dipaksa turun dengan sepatu hak tinggi seakan ia akan menghadiri pesta saja, lalu berakhir dengan banyak pelayan yang membungkuk pada Calista sebelum tiba di tempat ini. Sebelumnya ia sudah melawan untuk tidak memakai gaun, tapi apalah daya saat seorang gadis yang baru berusia 17 tahun melawan tiga pelayan sekaligus nyaris mempunyai kekuatan yang setara dengan binatang liar. Sangat kuat.

Sekarang, Calista semakin kesal karena Al tidak bicara sedikit pun. Makanannya sudah ia habiskan selama melamun tadi. Saat ini juga Calista ingin menggigit sesuatu hingga mulutnya berdarah. Calista menghempas sendok ke arah piring. Ia tidak tahan lagi.

"Oh, ayolah. Aku benci suasana seperti ini, aku ingin bicara kenapa kau diam saja," gerutu Calista.

Al meliriknya sekilas, kemudian melanjutkan acara makan yang sempat tertunda. Sikapnya yang mendadak mengacuhkan Calista seolah-olah Calista hanyalah daun baru gugur jatuh dari pohon.

Calista berdecih, ia mencondongkan tubuh ke depan.

"Seperti yang kukatakan. Kau harus menjelaskan semua padaku. Kau terlihat nyata. Ngomong-ngomong, kamar tadi itu sangat mirip dengan kamarku di kerajaan. Juga kenapa istanamu berada di dekat bukit di bawahnya lautan, dan yang ingin ku ketahui siapa sebenarnya dirimu? Aku yakin semalam aku bermimpi kau mengakuiku sebagai tunanganku dan memakai-" ocehan Calista tiba-tiba terhenti saat ia tidak sengaja melirik jarinya. Kini di sana sudah ada cincin yang entah kapan ia kenakan sama persis seperti yang ada di dalam mimpi.

"Ini apa?" seru Calista sambil menyodorkan tangan ke arah Al.

Al melirik tangan Calista yang disodorkan padanya. "Itu kan tanganmu."

"Kau tahu maksudku. Ini!" Calista menunjuk cincin di tangannya "Ini apa?"

"Oh, itu cincin tunangan kita." Al mengatakannya dengan nada santai.

"Apa?" Calista ingin sekali memukul Al sekarang.

Tahan Calista, tahan.

"Seperti yang sudah kukatakan tadi. Biar kuperjelaskan. Itu cincin tunangan kita, kurasa kau mengerti artinya."

"Bagaimana bisa?"

"Terjadi begitu saja."

Calista memincingkan matanya. "Maksudmu?" berkata dengan penuh penekanan.

"Kau dan aku sudah bertunangan."

"Kapan?"

"Semalam."

"Jadi tadi malam itu bukan mimpi. Itu nyata?" Calista berkata dengan suara terkejut.

Al mengangguk, meneguk habis minumannya. Sekarang tatapan Al sepenuhnya menatap Calista dengan lekat.

"Bisa kau jelaskan semuanya?" pinta Calista pelan.

"Tanpa kau suruh aku juga akan menjelaskannya," gumam Al membuat Calista menatap semakin tajam ke arah Al.

Al dengan santai memulai penjelasannya.

"Perlu kau tahu. Aku bukan manusia, bukan bangsamu dan kukira kau sudah mendu-"

"Sudah kuduga, kau bukan manusia," potong Calista cepat.

"Jangan memotong pembicaraanku seenaknya, Celia. Diam saja." Al menatap Calista tajam membuat Calista membungkam mulutnya.

Al bercerita bahwa tempat yang Calista pijak sekarang bukan tempat yang berada di Bumi, melainkan sebuah dunia yang bernama Chylleland yaitu sebuah tempat yang berada antara dua dunia, dunia manusia dan dunia kematian. Chylleland terbagi menjadi empat bagian sesuai arah mata angin.

Sekarang tempat Calista pijak berada di arah selatan. Auxerra, tempat yang berisikan makhluk-makhluk aneh yang kata Al terdiri makhluk yang terbuang, seperti iblis, penyihir hitam, dan monster. Calista sudah menduga, Al bukanlah manusia, ia hanya diberi tahu kalau Al adalah Raja bagian selatan yang memimpin kerajaan Trois. Sebuah kerajaan yang berada di bukit yang dikelilingi oleh lautan juga istananya dijaga oleh patung Dewa laut yang membuat kerajaan itu terkesan mewah dan indah.

Calista memang belum melihat apa isi penduduk yang mendiami bagian selatan, Al bilang rata-rata penduduknya adalah makhluk yang terbuang. Seperti Iblis, Penyihir Hitam dan Monster mengerikan dalam bentuk tubuh manusia. Jadi, jika kita melihat rakyat kerajaan Trois, mereka sama saja terlihat seperti manusia, hanya saja dalam waktu tertentu mereka bisa merubah diri menjadi mahkluk paling mengerikan.

Bagian barat, disebut dengan Beauvais dihuni oleh mahkluk seperti Penyihir Putih, para Peri dan juga para Duyung, mereka dipimpin berdasarkan klan masing-masing.

Bangsa Penyihir punya sejarah yang mengerikan. Bangsa Penyihir mempunyai dua klan yang saling bersinggungan yaitu Bangsa Penyihir Putih dan Bangsa Penyihir Hitam. Penyihir Putih menganggap Penyihir Hitam sesuatu yang berbahaya, sesuatu yang membangkang dan memiliki sifat seperti Iblis. Oleh karena itu, rata-rata Penyihir Hitam menjadi mahkluk yang terbuang dan pindah ke bagian selatan. Menurut mitos, Penyihir Putih lahir sebagai perwujudan malaikat sedangkan Penyihir Hitam lahir sebagai perwujudan iblis. Penyihir Putih juga selalu menjunjung tinggi kesetiaan, mereka ragu jika Penyihir Hitam hanya sebuah kesalahan, sebab terlahir di dunia dan prinsip itu sama sekali tidak bisa diubah lagi.

Bagian timur, disebut dengan nama Evruen dihuni oleh sekelompok makhluk yang lebih rendah dari makhluk terbuang. Mereka pembangkang yang terasingkan mempunyai keinginan kuat untuk menguasai dunia Chylleland. Tempat itu dipimpin oleh seorang wanita Hybrid abadi campuran monster dan iblis. Berdasarkan fakta, daerah bagian timur selalu bermusuhan dengan daerah bagian selatan, mereka menganggap kesamaan penduduk seperti iblis dan monster yang berbeda kasta membuat wilayah Evruen berpikir wilayah Auxerra seenaknya saja membedakan mereka berdasarkan kasta. Tetapi, akhir-akhir ini kedua bagian itu sama sekali tidak saling berperang karena memang itu melanggar peraturan yang sudah dibuat. Jadi, bisa dikatakan kalau dunia Chylleland menetapkan peraturan untuk tidak saling berperang, sekalipun bermusuhan.

Calista menghela napas. Ia jengah dengan cerita Al yang semakin tidak masuk akal. Ia menopang dagu di atas meja, mencoba mendengar kelanjutan cerita yang diceritakan oleh Al.

Sedangkan bagian terakhir, bagian utara yang dinamakan Chamonix sama sekali tidak di huni oleh makhluk apa pun. Tempat itu dikenal dengan tempat Beku Abadi karena tempat itu hanya ada es abadi yang sulit mencair tetapi, anehnya banyak sekali tumbuhan obat-obatan yang hanya tumbuh di sana. Biasanya tempat tumbuhnya, tumbuhan obat-obatan berada di gua yang selalu dalam suhu yang hangat.

Calista pernah membaca buku. Kalau dunia Chylleland hanyalah khayalan semata ia masih belum percaya kalau ia berada di tempat itu sekarang. Calista masih menatap Al yang masih bercerita.

"Jadi, untuk memasuki dunia Chylleland seorang manusia bisa memasukinya dengan cara berbeda-beda. Kalau bagian utara, hanya orang tertentu yang boleh memasukinya seperti orang yang berhati bersih, kalau orang itu berhati jahat, ia sama saja seperti orang tidak waras yang menembus tembok batu. Nah, sedangkan bagian barat dan selatan, hanya orang yang dipanggil bisa masuk, seperti aku memanggilmu."

Calista menatap Al bosan. "Memangnya, kau memanggilku dengan apa?"

Al tersenyum, wajah dinginnya lenyap entah ke mana selama bercerita, membuat dirinya semakin tampan. Oke, otak Calista semakin miring saja sejak bertemu Al. Fokus! Fokus!

"Aku memanggil dengan jiwamu,"

Calista mengangkat sebelah alis, menuntut jawaban.

"Hmm. Seperti membuatmu menjadi putri tidur dan menarikmu memasuki duniaku. Sebenarnya aku bisa saja ke Bumi, hanya saja aku tidak ingin ambil pusing dengan apa yang kutinggalkan di sini, nanti aku dianggap raja yang tidak bertanggung jawab terhadap rakyatku."

Dahi Calista berkerut berkali-kali lipat. "Maksudmu, sekarang aku koma di duniaku? Perjalanan antara seseorang ingin hidup dan mati, begitu?"

Al mengangguk mengiyakannya. "Jadi tidak ada cara untuk pergi dari sini, karena ketentuannya harus diizinkan olehku."

Calista terdiam. Tidak ada cara untuk kembali ke dunianya, Calista mencoba mengingatnya dalam hati. Sebenarnya Calista tidak masalah dengan kepulangan di dunianya, mungkin di sini lebih baik dari dunia nyata yang selalu membuatnya ingin membalas dendam dan hanya menambah kebencian. Sungguh, Calista nyaman di sini, mengingat kamar yang ditidurinya sangat mirip dengan kamar di Bumi membuatnya nyaman. Hanya saja...

Calista menatap Al yang duduk di hadapannya, ia harus bertemu dengan lelaki ini setiap hari dan sepertinya hal itu menghancurkan hari-hari baru yang ia inginkan. Kalau saja ia bisa memilih untuk ke mana, lebih baik ia berada di surga bersama ibu.

Calista merasakan seseorang menyentuh dahinya membuat kerutan di dahi menghilang. Calista tidak mengatakan apa-apa selain memindahkan tangan Al dari dahinya.

Calista menatap lekat mata hijau milik Al, sepertinya tidak begitu buruk untuk memulai hari baru di dunia baru.

"Kalau suatu saat, aku ingin pulang bagaimana caranya?" tanya Calista.

"Bayaran untuk pulang cukup mahal," Al terlihat berpikir, "yaitu kau harus patuh padaku ... saat misalnya aku minta dipeluk dan dicium, kau harus mau."

Sialan! Calista langsung mengumpat dalam hati.

Tentunya ia tidak akan mengumpat di depan Al, bukan karena ia takut, hanya saja tatapan Al yang menatapnya tajam cukup mengerikan.

Calista memberi tatapan yang seolah-olah berkata yang-benar-saja.

Al terkekeh geli, wajahnya kembali sumringah. "Tentu saja."

"Dasar mesum!"

Calista beranjak dari duduknya sembari membalikkan badan, tetapi ia hampir terjungkal ke belakang, saat Al lagi-lagi muncul di hadapannya.

Jantungnya berdetak kencang karena terkejut, mulutnya membuka siap memprotes. Sebelum itu terjadi, Calista merasa Al menipiskan jarak antara mereka dengan merangkul pundaknya dan terakhir yang Calista tahu.

Ia juga ikut menghilang bersama Al.

***

(2813 kata)

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 105K 52
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
214K 15.5K 30
Micheal, pangeran dari Kerajaan yang tak pernah terkalahkan. Mereka mempertahankan reputasi sesuai dengan namanya, DeGreat. Setiap kali mereka mereka...
If You Love Me (End) By

Historical Fiction

71.5K 3.9K 36
DI TULIS SEBELUM SAYA MEMAHAMI KAIDAH PENULISAN YANG BENAR Aku tak tahu keinginan ku menjadi tabib kerajaan membawaku ke kisah cinta yang rumit seper...
1.1M 106K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...