27. Kebenaran

3.6K 247 1
                                    

Sedari tadi yang dilakukan Al hanyalah bolak-balik di tempat yang sama. Ia terlihat gelisah sekali. Sudah dua hari Calista tidak sadarkan diri. Dan Al berjanji, setelah ini ia akan menghukum dirinya sendiri jika Calista tidak pernah membuka mata.

Pintu terbuka, Shane datang sendirian mendorong troli berisikan makanan dan langsung membungkuk saat mata tajam Al menatapnya.

"Hormat, Yang Mulia. Ini sudah siang dan anda belum sarapan. Jika Nyonya melihat anda sakit, pasti Nyonya akan sedih, Yang Mulia," kata Shane masih dalam posisi membungkuk.

Jujur, setelah Al membawa pulang Calista kembali ke istana. Lelaki itu sama sekali tidak beranjak dari kamar sedikit pun, menatap lalu mengenggam tangan Calista tanpa mengatakan apa-apa. Kadang raut wajahnya tidak bisa ditebak. Kadang ia terlihat khawatir yang berlebihan hingga mendekati panik.

Saat itu, Al memerintah tabib istana agar membuat pengobatan secepatnya. Ketika sang tabib mengatakan ia tidak dapat memastikan Calista akan terbangun kapan, lelaki terus saja gelisah kemudian mulai panik berlebihan. Sampai dirinya tidak sadar hampir saja menghajar sang tabib, beruntung ada Gilbert saat itu.

"Tenangkan dirimu, Yang Mulia," ucap Gilbert sambil menahan pukulan Al saat itu.

Lamunan Al buyar, ia menghentikan langkahnya ketika mendengar suara erangan dari arah ranjang. Tentu saja Calista yang berada dalam kamarnya, ia yang membawa gadis itu dan melarang siapa pun masuk, kecuali tabib, dan ketiga pelayan bersaudara.

"Celia," langkah kaki Al kian melebar, hingga ia tiba di depan Calista. Gadis itu sudah sadar.

Ingin rasanya memeluk, tapi gadis itu masih terlihat lemah. Jadi, Al hanya duduk di pinggir ranjang membantu Calista duduk bersandar.

"Kau merasa baikan?" tanya Al mencoba menghilangkan nada cemasnya, tidak mungkin kan ia akan memperlihatkan kecemasannya.

"Ya ampun," ringis Calista seraya memengang kepalanya. "Rasanya sakit,"

"Yang mana?" tanya Al cepat.

"Tentu saja kepalaku yang sakit. Kau ini bagaimana sih? Bodoh sekali," gumam Calista parau, tapi terdengar sangat jelas di telinga Al.

Al mengabaikan umpatan Calista. Ini demi kebaikan gadis itu. Memang biasanya ia tidak suka dikatai macam-macam yang membuatnya marah. Bukannya ia tak marah Calista mengatainya tapi semua demi Calista. Ia tidak ingin masalahnya dan Calista semakin rumit. Semua orang yang berada dalam kerajaan Trois maupun rakyatnya selalu menghormati Al. Mungkin Calista satu-satunya orang yang mengabaikan perihal itu.

Tangan Al membantu Calista memijit kepalanya, sedangkan Calista malah menikmati dan menyuruh Al agar memijitnya dengan lembut, saking menikmati pijatan Al gadis itu menutup matanya.

Setelah hening tak bicara, Al berhenti memijat, ia kira Calista kembali tidur.

"Kenapa berhenti? Cepat pijat lagi," ucap Calista dengan nada perintah.

Seketika itu, Al baru sadar. Ia kan Raja di sini. Kenapa ia malah melayani gadis ini. Al menyeringai jahil. Seharusnya gadis itu yang melayaninya.

Benar kan? Pikiran Al mulai ke mana-mana.

"Al?" Calista membuka mata. Al masih menyeringai jahil. Calista tidak mengerti maksudnya. "Cepat pijit lagi!"

Al tak bergerak sedikit pun.

Awalnya ketika mulut Calista mulai membuka, Al kira Calista masih akan memaksanya memijit gadis itu. Tetapi gadis itu malah menceritakan sesuatu yang tak diduganya.

"Aku mimpi buruk," Calista tidak tahu mengapa ia ingin menceritakan soal mimpinya. Tatapannya menunduk, gadis itu mulai memainkan tangannya. "Dan ... itu buruk sekali,"

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now