8. Kejadian (REVISI❤️)

4.8K 341 0
                                    

Pesta berjalan sempurna.

Aula De Trois, tempat yang diadakan pesta dipenuhi dengan orang-orang yang Calista yakini bukan manusia. Mereka berperilaku seperti manusia, memakai gaun yang menyentuh lantai dan berbicara layaknya para bangsawan.

Di sudut ruangan, Calista berdiri memakai gaun kembang berwarna biru, dengan aksen manik-manik di dada dan di bawah gaun rok. Gaun itu sangat merepotkan ketika Calista berjalan, gaun itu berat. Satu hal yang paling Calista benci, gaun itu punya belahan dada yang rendah. Calista terlihat cantik dalam balutan gaun, sayangnya wajahnya terus saja mengerut sepanjang pesta dimulai. Hal itu membuat orang-orang yang menatapnya menghilangkan satu poin spesial pada Calista.

Calista sedari tadi hanya bisa memerhatikan sekitarnya. Aula ini menampung banyak tamu yang berdatangan, lebih luas dan megah dari Aula Gerlian, milik kerajaannya sendiri. Dilengkapi dengan jendela yang saling berhimpitan, juga balkon luas yang terdapat di sana. Puluhan lampu dan pilar bersejajar di atas lantai marmer hitam yang bercorak unik, dan satu hal yang Calista sukai dari Aula De Trois itu adalah warna emas mendominasikan setiap dinding, Karena warna yang disukai Calista ada di sana, emas dan merah.

Well, Calista juga belum bertemu Al setelah yang terjadi di kamar, memang Calista sengaja datang terlambat untuk menghindari Al. Sesuai harapannya ia belum bertemu dengan pemuda itu, terpaksa Calista menyendiri di sudut ruangan memikirkan apa saja, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik.

Kalau semua ini tidak nyata.

Suatu saat nanti-yang entah itu kapan terjadi-Calista akan kembali ke dunianya lalu semua mimpi ini akan berakhir, semua yang ia jalani di sini akan berakhir. Namun, hati kecil Calista yang terdalam berharap jika ini bukan akhir. Ia merasa kalau dunia Chylleland juga menginginkannya, seakan memang ini adalah dunia tempat Calista berada.

Di tengah lamunannya, Calista mendengar suara yang memanggil namanya dari belakang. Mata Calista yang awalnya menatap ke luar jendela menoleh pada ketiga lelaki yang memanggilnya pada saat yang nyaris bersamaan.

Alis Calista terangkat. Ada gerangan apa dengan tiga orang yang di depannya? Calista mengenalnya, karena mereka sering menemaninya berlatih.

Gilbert Elkins, sepupu Al. Si Maniak warna hijau, sampai menyihir rambutnya sendiri menjadi hijau, matanya juga hijau. Calista tidak tahu apa Gilbert juga mewarnai matanya, dan tentunya Calista sama sekali tidak peduli.

Dean Fowler, sahabat Gilbert dan Al. Pemuda itu pandai sekali mengelabui lawan dalam bertarung, bahkan Calista pernah dibuat kesal karena Dean sangat pandai menghindari serangannya. Ia maniak aneh, sering sekali membawa cermin kecil seukuran saku ke mana-mana. Entah itu untuk apa, Calista tidak ingin memikirkannya.

Dan yang terakhir Gerall Jamio, lelaki ter-ramah yang pernah ditemui Calista, sekaligus suka bertarung dan membawa lonceng emas mungil ke mana-mana.

Calista mungkin mengakui kalau ketiga lelaki itu lumayan juga dan umurnya kira-kira di atas Calista.

Calista menatap ketiga lelaki itu dengan tajam. Kenapa akhir-akhir ini Calista sering bertemu dengan tiga orang yang selalu berjalan bersamaan? Contohnya ketika ia bertemu dengan ketiga pelayan barunya.

"Kau sendirian?" tanya Gerall ramah seraya memiringkan wajah, mencoba untuk berbicara dengan Calista pertama kali dari yang lain.

Calista terdiam. Moodnya hancur semenjak Al memasuki kamarnya dengan sembarangan. Calista kembali mengalihkan pandangan, seakan menganggap ketiga orang itu tidak pernah ada, kembali menatap ke luar jendela. Tidak ingin berbicara dengan siapa pun.

Hampir secara bersamaan ketiga orang yang di belakang Calista memandang tiga arah, memang mereka belum terlalu akrab untuk berteman. Seharusnya sesama orang asing mereka bisa beradaptasi di sekitarnya, dan mereka rasa itu tidak salah.

Dan lebih baik mereka pergi saja meninggalkan Calista daripada hanya dianggap sekadar angin.

Calista menghela napas lega, akhirnya ketiga orang itu pergi juga. Ia sama sekali tidak ingin bicara dengan siapa pun saat ini.

Musik klasik dari biola, piano dan harpa terus saja terdengar menciptakan nada yang mengalun sangat indah. Calista menutup matanya, sambil menyesap minuman yang ada di tangannya. Jarang sekali Calista bisa menikmati waktunya sendiri seperti ini.

Tiba-tiba ada yang aneh. Calista merasa ada orang yang memerhatikan dirinya dari belakang. Ia berbalik dan menemukan Al di hadapannya yang mengangkat sebelah alis kepadanya. Calista mendengus kesal seraya membelakangi Al lagi.

Calista bosan, gadis itu muak dan ia kesal.

Kenapa harus sekarang Al bertemu dengannya. Di saat dirinya sedang membutuhkan waktu untuk merenung sejenak saja sendirian.

Tanpa aba-aba, Al menarik tangan Calista, menyuruh Calista menatapnya. Sebagian limun di gelas tumpah di telapak tangan Calista, beruntung tidak mengenai gaun indah yang Calista kenakan.

Mata Al menajam, mungkin Al sering berekspresi tersenyum, konyol dan sering menggoda Calista. Namun, sekarang ekspresinya berbeda. Ia terlihat marah, rahangnya mengeras, mata hijaunya menyipit, seiring dengan dahinya mengerut.

Mereka saling bertatapan. Calista tentu saja akan menatap balik jika yang menatapnya itu kelihatan seperti menantangnya.

Well, Calista juga tidak-oke! Ia sedikit peduli jika Al marah padanya. Kesan pertama diperjumpaan minggu lalu benar-benar mengerikan. Lelaki ini bisa sihir, menghilang ke mana pun ia mau, berubah apa pun ia mau, dan tidak menutup kemungkinan jika lelaki ini berbahaya.

"Kau selalu saja mengalihkan pandanganmu dariku," desis Al pelan.

Calista sama sekali tidak menjawab. Mereka terus saja saling menatap, sampai akhirnya Calista memutuskan untuk mengalihkan tatapannya ke mana pun, asal jangan menatap Al.

Kasar. Al malah menarik dagu Calista, membuatnya menatap Al lagi.

"Saat aku bicara jangan mengalihkan tatapanmu dariku, Celia?"

"Apa maumu?" Calista menghentakkan tangan Al dari dagunya, dan berhasil. Terlepas!

Saat mulut Al membuka ingin menjawab, tiba-tiba musik berhenti disusul suara pecahan kaca dari jendela di seberang tempat Calista dan Al berdiri. Suasana menjadi berisik, Calista bisa melihat orang-orang bertudung hitam kelam masuk dengan jumlah yang banyak.

Calista juga melihat Al tampak marah, tangannya tergepal erat. Namun, sedetik kemudian ia menarik Calista, memeluk gadis itu seakan melindunginya. Wajah Calista terbenam di dada bidang Al, selanjutnya Calista sama sekali tidak melihat apa-apa kecuali mendengar suara saja.

Suasana yang awalnya berisik, menjadi diam. Orang-orang yang pergi ke pesta sama sekali tidak meninggalkan acaranya. Rata-rata di antara mereka adalah bangsawan iblis, mereka seakan membantu Al atas apa yang terbaik. Untuk kebaikkan Raja mereka.

Seseorang wanita yang baru saja melepaskan tudungnya, berjalan maju. Para bangsawaan iblis mulai bersiap-siap, kemungkinan jika para musuh bisa menyerang begitu saja. Rambut hitam wanita itu melambai-lambai seiring langkahnya.

"Kami sama sekali tidak datang dengan keributan di sini. Kami hanya meminta apa yang seharusnya kami miliki," wanita itu mengoceh hal yang tidak dimengerti oleh banyak orang yang mendengar.

Lima belas orang bertudung hitam berdiri di belakang wanita itu.

"Kami hanya ingin," mata wanita itu tertuju pada Calista yang dipeluk oleh Al. "Sesuatu yang sangat berharga."

***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yukk, bantu share cerita ini.
Tinggal Vote dan komentar jika menyukai cerita ini.
Terima kasih sudah membaca sejauh ini ❤️

(1091 kata)

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now