16. Lagi?

3.8K 260 3
                                    

Cleb!

Belati itu mengenai tepat di jantung lawan, Calista tidak menduga lemparannya akan berhasil. Tapi, tidak sepenuhnya tepat sasaran, karena belati itu sedikit melesat hingga mengoreskan pipi Keane.

Pria yang kini tertancap belati di jantungnya, ambruk tak bernyawa. Keane mengerjap mata hitamnya beberapa kali, ia baru sadar jika Calista bukan menyerangnya tapi....

Keane menatap sekilas pria yang sudah tak bernyawa itu.

Calista membuat semuanya terlihat mudah. Dengan membunuh pria menjijikan itu.

Keane melangkah dengan tergesa-gesa ke arah Calista, mata hitam beningnya menatap gadis itu dengan lekat dan tajam. Ia mulai mencengkram bahu Calista.

"Apa pria itu sempat menyentuhmu?" Keane bertanya dengan serius.

Calista memiringkan kepalanya, yang ia khawatirkan adalah pipi Keane terluka karena lemparannya. Dan ia masih bingung dengan pertanyaan yang diajukan Keane.

"Maksudmu?" gumam Calista pelan.

"Jawab saja! Dia menyentuhmu atau tidak!" Keane membentak Calista, Calista sangat terkejut dengan reaksi Keane yang terlihat berlebihan. Matanya membulat sempurna.

Perlahan mulut Calista mengeluarkan suara. "Ti-tidak, sama sekali tidak," cicit Calista menunduk, dan sejak kapan ia takut pada Keane.

Keane mengendurkan cengkramannya pada bahu Calista, terus saja turun sampai tangannya menyentuh tangan Calista. Kemudian mengenggamnya dengan erat.

"Ayo, pulang," suaranya berubah lembut, seketika itu suaranya menghangatkan suasananya yang terlihat tegang.

Calista menatap mata hitam. Mata yang jika ditatap akan membuat kita terhanyut dalam-dalam, hingga ke dasar yang tak berujung. Dan Calista baru paham dan mengakui, ia telah jatuh dalam pesona Keane.

"Belatiku---" Calista tidak melanjutkan karena Keane langsung meraih belati di jantung Si pria nomor 1, mencabutnya lalu membersihkan darah yang tersisa pada tubuh si pria itu hingga bersih. Juga mengambil pedang yang tergeletak di tanah.

Ia menghampiri Calista lagi, masuki pedang ke dalam sarung yang terkait di pinggang, kemudian memberi belati pada Calista.

Calista mengambilnya dengan ragu. Ia menatap Keane tepat di pipi yang tergores.

"Pipimu.... aku tidak sengaja."

Keane mengelap pipinya dengan ujung lengan baju, ia meringis pelan.

"Tidak apa apa," Keane meraih tangan Calista dan mengenggamnya.

"Ayo pulang." Keane menarik Calista pergi meninggalkan tempat yang baru saja terjadi kekacauan, di sana tercium bau darah. Mereka melangkah dengan pelan seakan tak pernah terjadi pertarungan di sana.

Calista melirik tangannya yang digenggam Keane. Ia tahu, Keane tidak bermaksud menyentuhnya dengan sembarang. Calista yakin sekali Keane hanya memastikan dirinya tidak kabur.

*****

Keesokan harinya, setelah sarapan, Calista harus terjebak dalam ruangan kerja sang Raja. Ia benar-benar di ceramah total oleh ayahnya. Kejadian semalam ternyata tanpa ragu Keane menceritakannya semua. Mulai dari Calista kabur lagi dari istana sampai akhirnya dihadang oleh lima orang menjijikan.

Calista bahkan tidak mengeluarkan suara sedikit pun, menatap ayahnya yang kini beranjak dari kursi kebesarannya lalu menghampiri Calista. Keane juga ada dalam ruangan itu hanya duduk santai di sofa menatap Calista yang tadinya dimarahi seolah-olah sedang menonton pertunjukkan teater.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now