48. Membuka Hati

2.9K 198 2
                                    

Semenjak Keane menyatakan perasaannya, Calista kembali seperti biasa. Ia mulai berbicara pada orang-orang, ikut sarapan di meja makan. Dan sesekali memprotes kenapa ia harus memakai gaun.

Semua orang bernapas lega melihat Calista kembali. Ash juga yang paling senang dengan perihal itu. Mereka berencana mengelar pesta pertunangan resmi agar semua orang tahu jika Calista sudah bertunangan dengan Keane.

Hari sebelum H, orang-orang masih sibuk dengan dekorasi yang akan diadakan di aula Gerlian di Gardenia. Dihiasi dengan bunga dan manik-manik. Karena satu minggu setelahnya pernikahan antara Calista dan Keane akan dilangsungkan. Jadi Calista harus terpaksa mencuri-curi waktunya agar masih bisa menikmati harinya seperti dulu.

"Ekhemm," suara deheman itu mengejutkan Calista. Saat gadis itu ingin melompat dari jendela kamarnya. Seolah hal itu adalah kebiasaannya, Calista memang tidak pernah terlihat seperti putri kerajaan lain yang biasanya akan terlihat anggun. Calista menoleh, mendapati Keane sedang berkacak pinggang ke arahnya.

Langsung saja Calista salah tingkah dan mengaruk tekuknya tak gatal. Calista tertangkap basah, seharusnya rencana untuk kabur dari istana itu berjalan mulus. Dan sekarang semuanya berantakan.

"Mencoba kabur, Putri?"

Calista menjauh dari jendela, mencoba menjauhkan dirinya dari segala tuduhan, lalu ia mendekati Keane yang memasang wajah kesal ke arahnya.

"Aku bosan, Keane. Kapan aku bisa keluar dari istana?" ucap Calista cemberut. "Kau harus membawaku keluar dulu, baru setelah itu kau boleh memarahiku,"

"Permintaan macam apa itu?"

Calista mengangkat bahunya, tidak peduli.

"Memangnya kau ingin ke mana?"

"Ingin keluar istana, melihat apa saja di luar sana, aku sudah tidak tahan lagi di sini. Seolah-olah aku adalah burung yang terkurung di dalam sangkar,"

Keane melangkahkan kakinya ke sebuah sofa dan duduk di sana. Sedangkan Calista mulai mengikuti Keane dengan duduk di samping pemuda itu dalam jarak yang cukup dekat.

Beberapa hari ini, mereka memang sering menghabiskan waktu bersama. Jadi, tidak menutupi kemungkinan jika mereka bisa akrab. Keane bahkan sangat terang-terangan menunjukkan ia sungguh-sungguh mencintai Calista. Pernah saat itu, ketika Calista lapar, ia juga tahu jika Keane itu pandai memasak. Saat itu, sekalian saja Calista menyuruh Keane memasak untuknya. Dan Keane tidak menolak sama sekali. Calista ingin tertawa saja, padahal seharusnya seorang pangeran hanya duduk memangku tangan, dan tidak mengurusi apa-apa selain dirinya. Oh, Calista memang pesuruh yang handal, meminta semua orang melakukan keinginannya tanpa menolak.

"Bagaimana jika ayahmu tak mengizinkannmu?" ucapan itu membuyarkan nolstagia Calista beberapa hari yang lalu.

"Jika bersamamu, pasti diizinkan." Calista menyadarkan kepalanya ke lengan Keane. See, Calista tidak bersikap malu setelah melakukan kontak fisik bersama pemuda itu.

Ada beberapa hal yang tak bisa Calista jelaskan, ia nyaman jika berada di samping Keane, bukan berarti ia menerima Keane lebih dari pada ia menerima Niko. Niko juga masih menjadi bayangan Calista saat ia tidak bisa mengendalikan diri.

Calista merasakan tangannya digenggam, hangat dan bertenaga. Lalu gadis itu menoleh ke arah Keane yang menatapnya begitu perhatian. Apa yang bisa Calista harapkan? Ia masih takut untuk jatuh cinta, seperti ia jatuh cinta pada Niko sebagai sahabatnya.

"Kau seharusnya ceritakan sesuatu padaku jika kau masih memikirkan kejadian yang lalu itu? Apa kau masih sering mimpi buruk?" sebelah tangan Keane yang lain, menyentuh sejeruput rambut Calista, memilinnya setelah itu menyelipkan di belakang telinga Calista.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora