19. Suara Alam

3.5K 272 0
                                    

Di bagian dunia yang berbeda, Chylleland.

Bagian timur, Evruen.

Ruangan yang sepi baru saja dibuka pintu oleh penjaga. Seorang wanita menghampiri wanita muda yang menyilangkan kakinya di balik meja kebesaran. Ruangan itu semegah penampilan wanita muda, permata dan berlian berwarna merah dan hijau memenuhi semua pernak pernik yang ada di sana. Wanita muda itu cantik, dengan rambut ikal peraknya, bibirnya seperti busur yang melengkung, matanya sekelam langit tak berbintang.

Wanita itu menatap bawahannya, lebih tepatnya pelayan pribadinya, Aubree Veronica, yang menunduk memberi hormat padanya.

"Saya membawa berita, Yang Mulia."

"Bagaimana bisa kita mendapatkan surat spesial seperti ini dari Negri Auxerra?" wanita muda itu berdiri, dan berjalan ke arah jendela, menatap ke bawah sana. Ia bisa melihat pembatasan wilayah Evruen dengan Auxerra.

Iya, ruang kerjanya yang sepi berada di menara paling tinggi di mana pun. Wanita itu adalah Ratu Lindsey Estermont. Ratu yang dikenal dengan Ratu kesepian yang suka menyendiri. Kepribadiannya yang tidak suka mencari masalah, bahkan untuk muncul di hadapan rakyatnya saja sangat jarang. Kadang ia lelah menjadi ratu, karena semua rakyat itu adalah monster serakah yang hanya menginginkan semuanya menjadi milik mereka.

Lindsey menghela napas, tangannya menyentuh kaca jendela.

"Apa dia yang mengirimkan itu pada kita?"

"Sepertinya, benar, Yang mulia."

"Mereka mengibarkan perang tanpa sebab, aku tidak ingin membuat rakyatku sengsara."

Gaun yang memperlihat lekuk badan Ratu Lindsey, malah terlihat sangat cantik dalam wajah kesedihannya. Matanya seduh, membuat semua tumbuhan di luar sana melayu, menunduk hingga mereka mati tak tersisa.

"Aku sebenarnya tidak menginginkan ini. Tapi baiklah, katakan kita menerima perang ini,"

Dan satu keputusan dari Ratu Lindsey menjadi awal peperangan.

*****

Bagian selatan, Auxerra.

Di dalam ruangan itu hanya ada Al sendirian di sana. Ia memikirkan jika kekacauan ini akan terjadi begitu cepat. Ia benci harus mengakui ia sama sekali tidak menginginkan kibaran perang dari negara, semua ini demi Celia, tunangannya. Berbicara tentang Celia, ia juga sangat merindukan gadis itu.

Karena ia pikir jika berjauhan dengan tunangannya merasa seperti kesepian. Walaupun kata kesepian itu sudah mendasari darah dagingnya. Dan sepertinya, tak lama lagi ia aman mengunjungi gadis itu di dunia manusia.

Al tiba-tiba berteleportasi dari ruangannya menuju Ruang rapat perang. Ia akan mendiskusikan juga perang memang harus terjadi dan saat kerajaannya menang akan lebih mudah membawa Celia berada di sampingnya.

****

Di dunia manusia.

Mereka terus saja melarikan diri dari kejaran musuh yang bahkan bertambah setelah Niko mengalahkan tujuh orang sekaligus. Calista marah sekali mendapati kenyataan bahwa ia sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa, ia benci sekali harus bergantung pada Niko yang mulai kelelahan berlari.

"Kita istirahat sebentar Niko,"

Hari sudah semakin gelap. Satu hal yang Calista khawatir adalah takutnya nanti mereka bisa tersesat dan tak tahu arah keluar dari hutan.

Wajah Niko lebih baik dari pada Calista yang sudah pucat pasi, tenaga gadis itu terkuras habis seperti terserap oleh sesuatu. Badannya terasa remuk seperti habis dibanting oleh seseorang. Niko yang masih mengendong Calista, mendudukkan gadis itu di salah satu batang pohon, yang tertutupi oleh semak-semak.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now