4. Bertemu (REVISI❤️)

5.5K 401 0
                                    

Ingatan tentang kenangan buruk yang dulu terus bermunculan di kepala Calista. Semua ingatan itu seakan menghantamnya dengan sangat keras. Semuanya terasa berdesakkan hingga kepala Calista ingin pecah.

Calista mencoba membuka mata, kepalanya berdenyut membuat ia mengerutkan kening. Sangat dalam. Calista mengembuskan napas kesal, ia kembali lagi ke tempat yang seharusnya ia tidak berada di sana, tempat yang hanya akan menariknya setahun sekali, tepat di hari ulang tahunnya.

Tempat itu seperti ruangan tertutup, tidak ada lampu yang menerangi, hanya cahaya remang-remang dari arah luar. Calista sendiri terjebak di sebuah kursi yang mengikatnya. Seakan kursi itu tidak membiarkannya melarikan diri, rasa sakit di kakinya kembali terasa.

Calista meringis saat mencoba mengerakkan kakinya, lalu tiba-tiba ruangan itu bercahaya dengan obor menyala di setiap sudut. Sekarang, Calista bisa melihat ruangan ini tidak ada isinya kecuali kursi yang di dudukinya, dinding terbuat dari tembok batu yang kasar, ruangan itu terasa lembab dan basah. Calista juga bisa melihat sesuatu yang mengikatnya adalah sebuah rantai emas yang aneh.

Calista mengernyit saat merasa ada bayangan hitam yang sedang memerhatikannya. Jangan katakan kalau itu makhluk brengsek yang membawanya kemari. Jangan tanyakan kenapa Calista merasa marah sekali, memang ada satu makhluk tanpa wujud yang selalu mengajaknya bicara, hanya suaranya saja yang terdengar.

Sekarang ruangan itu dipenuhi oleh kabut, tepatnya di sekitar tempat Calista duduk. Calista menutup matanya, ia muak jika harus berhadapan dengan makhluk sialan yang selalu menganggunya.

"Kau tidak merindukanku?" suara yang terdengar dingin itu terasa sangat dekat dengannya. Sangat dekat. Bahkan Calista bisa merasakan hembusan napas di telinganya.

Calista tetap memejamkan matanya dengan kuat. Ia tidak akan mau melihat makhluk yang selalu menganggunya tiap hari ulang tahunnya. Mungkin saja wajahnya seperti naga, yang lebih buruk lagi seperti monster-monster dalam cerita yang sangat mengerikan atau juga seperti hantu dalam cerita horor. Baiklah, Calista berlebihan. Tapi apa mungkin makhluk itu mempunyai bau napas sesuatu yang memabukkan seperti bau teh hijau kesukaan Calista.

"Kau tidak mau melihatku, Celia?"

Calista mencoba tidak peduli, masih juga menutup matanya. Celia nama itu yang katanya, menjadi panggilan sayang dari makhluk itu padanya, diambil dari nama panjangnya Calista Angelia dan dengan sembarangan disingkat menjadi Celia.

"Karena ini sudah sangat lama, kurasa aku akan menunjukkan wujudku padamu."

Tolong katakan pada Calista, kenapa suaranya terdengar sangat seksi bahkan mengoda di telinganya. Oh Astaga! Yang benar saja! Mungkin kini otak dan pikiran Calista sedang tidak sejalan, maka dari itu ia berpikir yang tidak-tidak.

"Mungkin dulu aku hanya terlihat seperti kabut hitam tapi kalau kau mau membuka mata, di depanmu aku akan berubah wujudku."

Calista menghela napas kesal, ia merasa seperti pengecut sekarang. Untuk apa ia percaya cerita-cerita yang mungkin tidak ada di dunia nyata. Perlahan Calista mulai membuka mata. Calista mengerjab dua kali saat pandangannya buram. Awalnya tidak terjadi apa-apa, hanya kabut hitam yang masih mengelilinginya, tapi perlahan kabut itu menyerupai orang sampai akhirnya Calista bisa melihat wajah makhluk itu.

Calista terkejut. Makhluk itu bukan jenis naga atau monster atau pun hantu dari cerita horor, Calista salah menduga. Makhluk ini, ralat, orang yang berlutut di depannya sangat tampan. Dari jarak sedekat ini orang ini terlihat semakin tampan atau lebih tepatnya disebut rupawan. Matanya yang hijau, misterius menatap Calista dingin dengan sangat liar, bersinar bagaikan kelipan secercah cahaya. Kulitnya putih bersih, tulang pipinya tinggi, hidungnya mancung dan rambut perak terlihat acak-acakan yang nyaris menutupi matanya. Rambut perak itu terlihat sangat lembut seperti kain sutra termahal di dunia. Orang ini terlihat sangat sempurna.

Calista entah mengapa lupa cara bernapas, jantungnya berdebar semakin kencang. Apa mungkin dirinya sedang dihipnotis atau-

"Terpesona, huh?" seulas senyum manis tercipta di bibir makhluk itu, membuat matanya tidak terlihat dingin lagi.

Calista membuang pandangan secepat mungkin, mencoba untuk kembali bernapas. Sialan! Calista tidak mungkin terpesona pada makhluk yang selalu menganggunya, mungkin debaran jantungnya hanya karena ia tegang saja.

Calista kembali menatap makhluk yang ada di depannya, makhluk itu masih begitu dekat hingga jika salah seorang dari mereka mencondongkan tubuhnya maka tidak ada lagi jarak di antara mereka.

"Kau siapa?" suara Calista terdengar parau.

"Kesayanganmu tentunya," orang itu terkekeh geli, tangannya dengan kurang ajar menyentuh rambut pirang Calista, merapikan rambut yang berantakan.

Calista menggeleng dengan risih. Matanya menajam. "Kau, bukan Al kan?"

Calista mulai merasa bodoh, sudah pasti orang yang di depannya adalah Al-makhluk berkabut hitam yang selalu membawanya kemari. Awal pertemuan mereka, makhluk berkabut itu sama sekali tidak mengatakan namanya, ia malah menyarankan untuk diberi nama oleh Calista, katanya dulu, itu akan menjadi panggilan sayang suatu hari nanti. Maka Calista asal saja menamainya dengan mana Al-nama hewan percobaan saat ia sedang latihan berburu.

Tangan mahkluk itu-yang kini bisa disebut dengan-Al menyelipkan rambut Calista ke belakang telinga. Senyum manis terus hadir di bibirnya.

"Memangnya kau pikir aku siapa?"

Mata Calista menajam, tidak ada orang yag berani menyentuhnya seperti yang dilakukan Al. Calista ingin menghajar orang ini, tetapi Calista lupa kenyataannya, ia masih terikat di kursi.

"Lepaskan aku," geram Calista.

Al masih saja tersenyum. "Untuk apa? Mau mencoba kabur?"

"Iya."

"Kalau begitu, tidak kulepaskan."

Ya Tuhan! Sekarang dengan kurang ajarnya lagi, Al menyejajarkan wajahnya dengan wajah Calista. Calista merasa was-was saat Al mencondongkan wajahnya yang ternyata hanya menempelkan pipi kanannya ke pipi kanan Calista. Tangannya tanpa dipandu memeluk pinggang Calista.

"Kau hanya milikku."

Tubuh Calista menegang, dengan susah payah Calista mencoba menahan diri untuk menutup matanya. Suara Al memang begitu mengoda Calista, tetapi dengan keras akal sehat Calista membantah semua itu. Ia tidak boleh terlihat menikmati. Apalagi saat merasakan hembusan napas di telinganya terasa mengelitik.

Calista menunduk, saat merasakan diam-diam sebuah cincin dipakaikan pada jari manisnya tangan kiri.

"Kau sekarang tunanganku," Al masih memeluk Calista.

Calista kesulitan berpikir sekarang.

'Apa katanya tadi? Tu-tunangan? Tidak, tidak, TIDAK! Ini tidak mungkin. Aku bukan milik siapa-siapa dan aku bukan tunangannya!'

Calista benar-benar tidak percaya, semakin ia mengajak otak berpikir rasanya semakin berat. Apalagi saat Calista merasakan sesuatu yang aneh mencium telinganya. Seketika itu Calista pingsan karena terlalu syok.

Al terkekeh geli, dan semakin mengeratkan pelukannya. Mungkin ia besok tidak bisa merasakan pelukan hangat Calista lagi. Karena ia sudah terlalu lama menahan diri.

Senyum Al kian manis hingga senyuman itu berubah menjadi senyuman iblis.

"Mungkin aku akan menahanmu selama beberapa hari. Selamat tidur, Celia."

***

(

1029 kata)


Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now