7. Kemarahan Calista (REVISI❤️)

5.1K 353 4
                                    

Sepanjang malam, lapisan kabut berarak seperti bala tentara, menyelubungi Istana Trois. Kabut itu tetap bertahan saat matahari terbit, dan suasana suram memasuki setiap sudut istana. Semalam Calista sama sekali tidak bisa tidur. Dalam kegelapan dini hari ia membolak-balik tubuh di atas ranjang tanpa bisa terlelap. Ucapan Al terus saja mengganggu pikirannya. Seandainya Calista bisa memutar waktu, ia tidak ingin hari ini ada. Hari ini Al berencana untuk merayakan kedatangan Calista dan mengakui Calista sebagai tunangannya di depan semua orang.

Sudah 5 hari Calista berada di Istana Trois, ia benar-benar lupa dengan kehidupan nyata. Harus Calista akui Al berbeda dengan ayahnya yang melarang Calista melatih diri seperti memanah, bermain pedang, dan beladiri. Al mengizinkan Calista melakukan hal itu sesuka hatinya, menyuruh Calista menganggap Istana adalah miliknya sendiri, dan Calista tidak akan menyia-yiakan kesempatan untuk memanfaatkan semua yang diberikan oleh Al. Semuanya seperti terlihat ... memang milik Calista.

Beberapa hari sebelumnya, Calista sama sekali belum bertemu dengan Al, mereka hanya bertemu setiap sarapan. Waktu lainnya Calista habiskan untuk melatih keahlian dalam memanah dan bermain pedang. Sedangkan Al, sibuk dengan tugas kerajaan yang tidak ingin diketahui lebih lanjut oleh Calista, terakhir Al mengatakan ia akan sibuk dengan perayaan hari ini.

Calista baru menyadari bahwa ia sudah berada di balkon kamarnya, kamar itu memang persis seperti kamarnya di dunia nyata, bedanya pemandangan di luar balkon lautan luas, gemuruh ombak selalu terdengar, udara laut yang bergaram melapisi segalanya, ia juga bisa melihat pantai, sayangnya Calista belum pernah menginjak pantai.

Calista menghirup udara, menutup matanya menikmati betapa segar udara dari balkon, kabut semalam menghilang tanpa jejak saat siang hari.

Pintu terbuka tanpa ketukan membuat Calista sontak membuka matanya, mata Calista menajam saat mendapati ketiga pelayan yang sama saat hari pertama ia berada di sini, mereka mempunyai nama yang unik.

Mereka saudara sepupu: Shane, Slyviane, dan Syane.

Mereka membungkuk hormat setelah Calista tidak di hadapan mereka dengan wajah yang tidak bersahabat, ia bersedekap dengan mulut yang siap mengeluarkan kata-kata protesnya.

"Kalian sama sekali tidak punya sopan santun. Sudahku bilang saat memasuki kamarku, ketuk pintunya! Apa peringatan itu tidak cukup."

Shane, sepupu yang tertua menjawab dengan kepala menunduk.

"Kami lancang karena kami punya hak, Nyonya. Kami adalah pelayan pribadi Nyonya di sini,"

Calista mengernyit sangat dalam, bukan karena perkataan Shane yang lancang, melainkan karena kata 'Nyonya' yang akhir-akhir ini sering diucapkan. Calista bahkan belum sempat menanyakan hal itu karena mereka terus menghindar tanpa sebab.

"Apa maksudmu?" ia menggeram, muak melihat kelakuan ketiga pelayan pribadi barunya.

"Ini sudah sore, sebentar lagi acaranya akan dimulai, Nyonya. Anda hanya perlu bersiap-siap." Shane terus saja berbicara tidak melihat bagaimana raut Calista yang kesal.

"Maksudku, kenapa kau memanggilku Nyonya!" pekik Calista tiba-tiba, nyaris membuat kedua sepupu, Slyviane dan Syane terjungkal ke belakang jika tidak ditahan sikunya oleh Shane yang berada di tengah mereka.

"Anda memang Nyonya kami, Yang Mulia." Shane menjawab dengan tenang.

Shane berjalan selangkah ke depan, mencengkeram pundak Calista kuat. Ia menatap Calista tepat di matanya. Tubuh Calista menegang, seharusnya tindakan Shane terhadap Calista tidak pernah terjadi, hal itu sangat tidak sopan untuk seorang pelayan kepada majikannya.

"Apa yang ingin kau lakukan!?" seru Calista marah, berusaha menyingkirkan tangan Shane di pundaknya, tetapi hasilnya nihil, cengkeramannya kuat, ajaibnya tidak menyakiti Calista.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now