Pencuri Hati

By PipiMochi

410K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 More

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 10
Pencuri Hati 11
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 19
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 25
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Pencuri Hati 51
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 26

6.2K 323 37
By PipiMochi

   Hari ini Kinal ambil cuti karena ia ingin menemani Veranda ke rumah sakit buat memeriksakan apa benar mualnya Veranda itu karena hamil atau hanya pusing biasa.

   Sesampainya di RS S Internasional, rumah sakit dibawah bendera Jarum Group, Kinal dan Veranda menemui dr.Merry.

   Lalu Veranda menjalani serangkaian test yang dr.Merry sarankan, Kinal hanya duduk diam menunggu sampai selesai. Ia menunggu dengan hati yang berdebar, seperti baru pertama kali merasakan gugupnya menjadi orang tua, padahal kenyataannya tidak begitu.

   Hampir 30 menit Kinal menunggu dan akhirnya Veranda selesai diperiksa. Veranda langsung duduk disamping Kinal, dan dia mengalami hal yang sama, jantung Veranda berdebar menunggu hasil yang akan dibacakan dokter. Selang beberapa menit dr.Merry duduk di kursi lalu tersenyum.

   "Apa kalian bahagia?" tanya dr.Merry pada Kinal dan Veranda.

   "Itu udah pasti, dok. Karena saya satu-satunya orang yang paling bahagia di dunia ini. Dokter tau apa penyebabnya? Sebab saya telah mendapatkan pasangan yang sangat cantik bagaikan bidadari yang turun dari langit, dimana sekarang dia sedang duduk disamping saya, sedang menunggu hasil yang akan dokter sampaikan," jawab Kinal. Namun tetap saja jantungnya berdebar menunggu dr.Merry menjelaskan hasil testnya.

   "Kalau gitu, anda akan bertambah bahagia lagi. Karena bu Veranda hamil, dan usia kandungannya jalan empat belas hari," dr.Merry menjelaskan sambil tersenyum.

   Kinal tersenyum lebar sambil menatap Veranda. Sedangkan Veranda menutup mulutnya menggunakan tangan, setelah itu ia memeluk Kinal erat.

   "Terima kasih sayang, aku bahagia banget," ucap Kinal. Veranda pun menganggukan kepala, dan ia mengeluarkan air mata bahagia. Kemudian Kinal melepas pelukannya, mengusap lembut pipi Veranda yang sudah basah dengan air mata.

   "Dokter, terima kasih!" ucap Kinal sambil menjabat tangan dr.Merry.

   "Jaga kandungannya ya, bu."

   "Pasti dok."

   Kinal dan Veranda keluar ruangan dr.Merry. Tapi sebelum mereka berdua pulang, Veranda mengajak Kinal untuk menemui Frieska, dan Kinal menyetujuinya. Sampai didepan ruangan Frieska, mereka berdua mengetuk pintu pelan, setelah diperbolehkan masuk oleh yang punya ruangan, Kinal dan Veranda membuka pintu untuk masuk ke dalam. Begitu terkejutnya Frieska saat kedatangan Veranda.

   "Aaaak...Veranda," teriak kecil Frieska sambil jalan menghampiri sang sahabat lalu memeluknya, "kangen banget gue sama lo."

   "Gue juga Fries," Veranda mencium pipi kanan dan kiri Frieska, "gue gak ganggu dokter Frieska kerjakan?"

   "Nggaklah, gue selalu punya banyak waktu untuk pemilik rumah sakit ini."

   "Ish, lebay lo ah!" Veranda sambil mencubit ringan lengan Frieska.

   "Hey Nal," sapa Frieska pada Kinal.

   "Hey, apa kalian berdua akan heboh seperti ini jika sudah bertemu?" kata Kinal memegang punggung Veranda.

   Veranda dan Frieska tersenyum mendengarnya, setelah itu Veranda serta Kinal dipersilahkan duduk oleh Frieska. Kedua sahabat itu ngobrol tanpa mempedulikan Kinal, buat Kinal hal seperti ini sudah biasa, jangankan dengan sahabat, kalau Veranda sedang bersama kedua malaikat kecilnya saja ia selalu diacuhkan. Kalau sudah seperti ini, Kinal pasti akan ambil smartphone untuk sekedar bermain game atau pun mengecek email yang masuk.

   Saat Frieska dan Veranda sedang ngobrol, dr.Lukman kekasih Frieska datang ke ruangannya bersama dr.Deddy. Frieska mengenalkan dr.Deddy pada Veranda dan juga Kinal.

   "Ah, gue lupa! Kinal sih gak usah dikenalin ke dokter Deddy, dia pasti tau detail siapa-siapa saja dokter yang bekerja di rumah sakit ini," ujar Frieska.

   "Gue emang tau, tapikan belum bertatap muka dengan dokter Deddy secara langsung," Kinal tersenyum, dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan dr.Deddy, "Kinal."

   "Deddy, senang bertemu dengan anda bu Kinal," dr.Deddy membalas Kinal untuk berjabat tangan.

   "Dan ini Veranda. Dia dokter bedah juga loh, dok!" kata Frieska menunjuk Veranda.

   "Iya, saya sedikit tau tentang anda dari cerita pendek dokter Lukman. Senang bertemu dengan anda dokter Ve," dr.Deddy mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Veranda, dan dibalas uluran tangan juga.

   "Terima kasih," ucap Veranda.

   Atas ide dari Frieska, mereka berlima makan siang bersama diluar, mencari restoran yang terenak dekat rumah sakit, dan itu jatuh pada restoran Jepang. Sambil menikmati santap siang, mereka ngobrol sersan, serius tapi santai. dr.Deddy menanyakan pada Veranda kenapa dia tidak bekerja lagi sebagai dokter, dan Veranda sempat melihat ke arah Kinal sebelum menjawab pertanyaan itu.

   "Ngapain dia kerja sebagai dokter lagi, dok! Dia tinggal bilang ke Kinal, terus langsung jadi kepala rumah sakit ditempat kita bekerja," ujar Frieska. Semua tersenyum mendengarnya.

   "Gak gitu jugalah, Fries! Gue sekarang lagi fokus ke keluarga aja, terkadang kangen juga sih pingin kerja jadi dokter lagi, nyembuhin pasien lewat tangan kita. Tapi mau gimana, gue lebih cinta sama keluarga gue, jadilah sekarang gue mengabdi ke keluarga dan bukan ke pasien," Veranda melihat ke Kinal yang ada disebelahnya sambil memegang erat tangan dia.

   "Iya, iya. Bidadari mah bebas ngomong gitu."

   Veranda memberi kabar gembira ke Frieska tentang kehamilannya. Frieska begitu senang mendengarnya, ia berkali-kali memeluk Veranda karena saking bahagianya. Setelah makan siang, Kinal dan Veranda pamit duluan pada Frieska, dr.Lukman dan dr.Deddy untuk segera pulang.
.
.


   Setelah pulang sekolah Shania minta bang Ucok untuk mengantarkannya ke kampus Sinka. Karena hari ini tidak ada jadwal les untuknya, jadi Shania mau main sebentar ke kampus kakanya itu.

   Sampai di kampus Sinka, Shania menyuruh bang Ucok untuk keluar dari mobil ketika mereka berdua sampai di parkiran, dan bang Ucok menuruti perintah Shania.

   Saat didalam mobil Shania mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian kaos dan celana jeans serta sepatu kets, penampilannya dirubah menjadi seperti laki-laki.

   Shania memakai binder breast untuk menyembunyikan payudaranya agar terlihat rata dan tak menonjol. Sedangkan rambutnya yang panjang ia ikat, kemudian ditutup dengan topi kupluk. Lipgoss yang biasa ia pakai untuk memerahkan bibirnya tidak digunakan, bahkan dia menghapus lipgoss yang tersisa di bibirnya dengan tissue basah. Kegiatan itu semua Shania lakukan dalam mobil, karena kaca mobil miliknya sangat gelap, jadi orang yang ada diluar tidak bisa melihat Shania berganti pakaian di sana.

   Setelah selesai berdandan ala cowok, Shania keluar dari dalam mobil. Bang Ucok sempat tercengang melihat penampilan baru Shania.

   "Non, penampilan macam apalah itu?" kata bang Ucok dengan logat bataknya.

   "Sstttt... Bang Ucok diem aja, dan jangan bilang ke siapapun! Bang Ucok tunggu aku di sini, sampai tugasku selesai," bang Ucok hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti.

   Kemudian Shania berjalan ke dalam kampus, awalnya ia sempat risih dengan pakaian yang dikenakannya itu, gimana nggak risih, pakaian boleh cowok banget, tapi cara jalan masih kecewean.

   "Jah, lupa kalau udah jadi cowok! Jalannya juga harus macho dikitlah, jangan gemulay, nanti dibilang bencong lagi gue," kata Shania sambil menepuk jidad.

   "Sekarang tes suara..."

   "...Hey bro," kata Shania sedikit mengebasskan suaranya biar terdengar cowok banget.

   EHemm...ehemm, Shania berdehem sambil menarik kulit lehernya.

   "Hey bro, apa kabar?" suara bass Shania terdengar aneh di telinga, tapi lumayan, tidak lembut banget seperti perempuan.

   Dan akhirnya Shania menuju tempat latihan President Special Group Climbing di kampus Sinka. Sepertinya Shania jatuh hati pada pandangan pertama ke Fian si ketua PSGC, sampai-sampai ia rela merubah penampilan biar dibilang cowok oleh orang yang tak dikenalnya, hanya untuk mengenal sosok Fian yang dingin dengan para perempuan seperti yang Sinka kakanya katakan.

   Ketika Shania sampai ditempat latihan wall climbing, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru mencari sosok yang sudah mencuri hatinya saat pertama kali bertemu. Shania clingak-clinguk mencari Fian, tapi belum ia temukan.

   "Ada yang lo cari di sini?" suara dan tepukan tangan yang kekar hinggap ke bahu kanan Shania, sontak Shania kaget dan melihat ke arah orang tersebut. Shania sedikit membulatkan mata ketika tahu siapa yang menegurnya.

   "Mmm... Gak kok! Gue cuma mau liat latihan wall climbing aja," jawab Shania. Tubuhnya langsung lemas, karena orang yang menyapanya itu Fian, orang yang ingin sekali ia lihat dan berkenalan dengannya.

   "Kenapa? Lo tertarik sama olahraga ini? Makanya lo mau liat dan memperhatikannya dulu?" tanya Fian lagi.

   "Emang boleh gue gabung?" Shania malah balik bertanya.

   "Ya bolehlah, siapa pun boleh gabung di psgc kalau emang minat, terkecuali cewek."

   "Loh, kenapa cewek gak boleh gabung?"

   "Banyak pertanyaan ya lo, kaya pembantu baru."

   "Tapi gue gak ada basic di olahraga climbing."

   "Tenang aja. Nanti lo gue ajarin," Fian langsung menarik tangan Shania untuk bergabung ke anak-anak psgc, dan mengenalkan dia ke teman-teman Fian yang lain, di sana ada Margo, Juan, Ocid, Agel, Irul, Andri dan Tony.

   "Kitakan belum kenalan, tapi lo udah ngenalin gue ke yang lain," ucap Shania sambil menjulurkan tangannya ke Fian. Fian menatap Shania dengan kedua matanya, karena malu akhirnya Shania menunduk.

   "Kenapa lo nunduk? Udah kaya cewek aja pake malu-malu segala," Fian menyambar tangan Shania untuk berjabat tangan, "Fian."

   Shania terlihat grogi ketika berjabat tangan dengan Fian sambil menyebutkan namanya, "Shania...eh, sorry-sorry. Maksud gue Junot."

   "Tangan lo kaya cewek ya? Mulus banget," Fian membolak-balikan tangan Shania untuk dia perhatikan, dan Shania sempat terkejut, takut rahasianya terbongkar ia langsung menarik tangannya dari Fian, lalu menyembunyikannya dibelakang tubuh dia.

   "Jangan-jangan lo cowok metropolis lagi? Yang kerjaanya nyalon mulu," tambah Fian.

   Hahaha... Fian dan semua teman-temannya tertawa terbahak-bahak.

   "Bodo amat," ucap Shania kesal.

   "Tenang! Nanti kalau lo udah masuk psgc, gue bakal ajarin lo jadi cowok sejati," ujar Fian menepuk bahu Shania dengan kencang, Shania meringis merasakan bahunya yang sakit karena tepukan Fian, walau bagaimana pun Shania seorang wanita, bukan laki-laki seperti yang Fian kira.

   Shania mulai diperkenalkan oleh Fian dan yang lainnya tentang alat dan kegunaan yang dipakai untuk climbing. Ada carmantel adalah tali yang lentur dan cukup kuat untuk membawa barang atau benda seberat 75Kg bahkan lebih, cukup untuk membawa tubuh si pendaki. Lalu harnes yang fungsinya untuk mengamankan seseorang dari ketinggian yang telah terikat oleh seutas tali atau titik ancor. Dan ada carabiner atau karabiner adalah loop logam dengan gerbang, dan masih banyak lagi alat-alat yang Fian jelaskan ke Shania seperti ascender, sepatu panjat, webbing dan lain-lain.

   Setelah itu Shania disuruh mencoba menaiki wall climbing tersebut, awalnya Shania menolak, dengan alasan belum siap, tapi Fian memaksanya, kata Fian sebagai salam perkenalan psgc.

   Dan akhirnya Shania mencoba dengan keraguan, Shania mulai memakai perlengkapan climbingnya, supaya safety, setelah itu ia jalan menuju wall untuk mencoba menaiki satu persatu rintangan atau pijakan kaki. Shania gemetaran melakukan itu, karena dia belum sama sekali mencoba olahraga wall climbing.

   "Ayo! Lo pasti bisa, Not! Pijakan kaki lo ke papan, terus pegangan lo harus kuat juga," kata Fian.

   'Mati gue, deg-degan juga ternyata nyoba nih olahraga! Tapi gakpapa, semua ini demi Fian, gue pasti bisa ngelakuinnya, mimi mama doain Shania ya,' batin Shania.

   Baru beberapa meter dari bawah saja Shania sudah mulai hilang keseimbangan, dan pijakan kakinya gak tepat, alhasil ia terpeleset lalu terjatuh, tapi Juan langsung menarik tali pengamannya agar Shania tidak langsung jatuh ke bawah.

   Aaaaak... Teriak Shania kencang.

   Hahaha... Tawa Fian dan yang lainnya, mereka semua menertawakan Shania yang berteriak layaknya seorang wanita sedang ketakutan.

   "Lo gak usah teriak kaya cewek juga kali, Not! Tenang aja, lo gak bakal jatoh ke bawah, kan ada Juan yang siap narik lo kalau jatoh."

   Shania pipinya merah karena malu, ia merutuki dirinya karena sudah berteriak, hal itu akan membuka jati dirinya sendiri kalau ia sebenarnya seorang perempuan dihadapan Fian dan teman-temannya. Dengan perlahan Juan mengulurkan talinya agar Shania turun ke bawah.

   Kemudian Shania terduduk lemas di bawah, Fian langsung menghampiri dan menepuk bahunya lagi.

   "Banci banget sih lo! Pake acara teriak segala!" ucap Fian.

   "Reseh lo! Ini pertama kalinya gue nyoba, jadi wajar gue takut. Dan satu lagi, bisa gak kalau lo gak mukul bahu gue sekeras itu, bahu gue bukan samsak yang bisa lo pukul terus, sakit tau!" Shania merasa kesal dengan Fian.

   "Ok, sorry kalau gitu," kemudian Fian menarik tangan Shania, membantunya untuk berdiri, setelah itu semua perlengkapan climbing yang terpasang di tubuh Shania ia lepaskan.

   'Dengan jarak sedekat ini bersama Fian, gue merasa jantung ini berdebar hebat, sampai sampai gue memegang dada sebelah kanan dengan tangan. Aroma tubuh Fian begitu maskulin, untuk ukuran cowok macam Fian yang suka olahraga luar macam ini, kenapa aroma tubuhnya masih tetap wangi tercium sampai rongga hidung yang paling dalam, wanginya terekam jelas di otakku,' lagi-lagi Shania berkata dalam hati.

   Setelah semuanya terlepas, Shania mengucapkan terima kasih banyak ke Fian.

   "Shania, ngapain kamu di sini?" tegur Sinka kakanya.

   "Shania? Siapa yang lo maksud?" tanya Fian heran pada Sinka yang baru saja datang. Karena tidak mau identitasnya terbongkar, Shania langsung mendekat ke arah Sinka dan membekap mulut dia dengan tangan.

   Mmpphh... Erang Sinka ketika mulutnya dibekap Shania.

   "Sorry. Cewek gue emang kek gini, gak bisa bedain antara gue Junot, sama Shania kembaran gue yang perempuan," kata Shania ngasal. Dan Sinka berusaha untuk melepas tangan Shania dari mulutnya.

   "Cewek kamu? Kembaran?" Sinka terkejut dengan ucapan Shania itu. Tapi Shania memainkan matanya pada Sinka sang kaka agar mengiyakan saja perkataannya tadi. Dengan kesal Sinka pergi meninggalkan Shania dan Fian yang hanya diam.

   "Kejar tuh cewek lo! Ngambek dia," ujar Fian.

   "Ya udah, besok gue ke sini lagi buat latihan. Dan sekarang gue mau ngurusin mahluk Tuhan paling sexy yang itu dulu. Gue cabut ya bro," kata Shania pamit pada Fian.

   "Gaiss, cabut duluan ya!" tambah Shania pada yang lainnya sambil mengangkat tangan kanan.

   Shania mengejar Sinka yang sudah berjalan jauh. Dia berlari untuk menyamai langkah kaki sang kaka, setelah sama, Shania menegurnya sambil tetap berjalan.

   "Kak, jangan marah dong! Aku kan cuma becanda bilang kaya gitu didepan Fian, lagian ka Sinka dateng-dateng langsung manggil aku Shania, akukan lagi nyamar jadi Junot kak untuk deket sama Fian," Shania dengan nada suara yang lembut. Tapi Sinka terus saja berjalan tanpa menghiraukan adiknya. Sampai diparkiran mobil, Sinka masih terdiam.

   "Kak, jangan marah dong!" Shania memegang tangan Sinka kakanya sambil di ayun-ayunkan, bersikap manis dan manja supaya Sinka tidak marah.

   "Kamu apa-apan sih! Gak gini caranya kalau mau deketin Fian, pake dandan ala cowok segala, gak pantes tau."

   "Abis kata kaka, Fian itu orangnya dingin ke cewek, jadi aku berpenampilan kaya gini hanya untuk dekat dan mengenal Fian, sekarang terbukti kak, aku jadi dekat sama dia."

   "Ya tapi gak kaya gini caranya Shania, kalau mimi sama mama tau, gimana?"

   "Mimi sama mama gak perlu tau, cukup ka Sinka dan bang Ucok aja yang tau, karena bang Ucok udah liat aku dandan seperti ini tadi."

   Haaahhh... Sinka menghela nafasnya.

   "Ka Sinka jangan marah ya? Nanti ka Sinka tiap malem aku pijitin deh sebagai tanda tutup mulutnya ke mimi dan mama," rayu Shania. Sinka melihat adiknya itu dengan tatapan yang lembut dan tersenyum manis pada bibir tipis miliknya.

   "Adik kaka ini kalau udah maunya, harus ya?" Sinka mencubit kedua pipi Shania gemas.

   Hehehe... Shania tertawa geli.

   "Aku ganteng gak kak berpenampilan kayak gini?" Shania sambil memutar tubuhnya searah jarum jam pelan, memperlihatkan dandanan ala cowok dia.

   "Adik kaka ganteng, ganteng banget! Udah kaya pemain film tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk si Herjunot Ali, dan yang dihadapan kaka ini Junot kwnya."

   Hahaha... Sinka tertawa.

   "Kalau gitu kaka hayatinya ya?"

   "Iya, hayati lelah bang Junot."

   Hahaha... Sinka dan Shania tertawa terbahak-bahak dengan candaan mereka berdua.

   Akhirnya Shania pulang bersama dengan Sinka, dan bang Ucok pulang sendiri dengan membawa mobil yang ditumpangi olehnya dan Shania tadi.

   Sampai di rumah Sinka dan Shania langsung disuruh Kinal membantu bi Ana serta nenek, karena malam ini keluarga besar Hartono akan makan malam bersama di rumah.
.
.


Veranda POV

   Aku sangat bahagia bahkan teramat bahagia. Karena aku hamil lagi, anak ketiga kami. Senyum merekah di bibirku sedaritadi dan tak pernah surut, begitu juga dengan Kinal. Raut wajahnya mengeluarkan aura kebahagian, bagaimana dia tidak bahagia, ternyata di usiaku yang hampir tua ini masih diberi Tuhan kesempatan untuk hamil lagi.

   Aku sangat mengucap syukur pada-Nya. Semoga anakku yang ketiga sehat sampai usia kandungan 9 bulan nantinya, dan lahir normal, seperti aku melahirkan Shania dulu.

   Dan hari ini Kinal mengundang semua keluarga Hartono untuk makan malam bersama di rumah. Bi Ana dan mamaku dibuat sibuk oleh acara makan malam dadakan nanti, begitu juga dengan Kinal yang membantu mereka berdua, Sinka dan Shania yang baru pulang saja langsung Kinal suruh ini itu untuk mempersiapkan semuanya. Untung kedua anakku itu orangnya penurut, jadi mereka dengan senang hati membantu.

   Sedangkan aku, aku duduk manis didepan TV sambil nonton film kesukaanku, karena Kinal tidak mengizinkanku untuk membantu. Baiknya si Kinal gendut, aku beruntung bisa memilikinya.

   "Sayang, apa kamu perlu sesuatu? Kalau iya, tinggal bilang, bilang ke aku dan aku akan melakukannya untukmu," kata si gendut Kinal saat dia duduk disampingku.

   "Iya, aku perlu sesuatu sayang," ucapku sedikit manja didepannya.

   "Apa itu?" tanyanya.

   Kemudian aku menarik telinga Kinal untuk mendekat pada bibir ini, lalu aku bisikan sesuatu di sana...

   "Aku menginginkanmu, sayang. Menginginkan belaianmu."

   Kemudian Kinal tersenyum, lalu melihat ke arah kanan dan kiri, sekiranya aman, dia langsung mencium bibirku, aku benar-benar suka perlakuannya padaku. Setelah beberapa detik kami berciuman, dia melepaskannya. Tangan Kinal menyentuh pipiku dan mengusapnya lembut.

   "Jangan menggodaku dalam situasi seperti ini, nanti bisa kebablasan akunya," aku tersenyum pada Kinal, dia lucu banget sih, aku jadi pingin bermanja-manja dengannya di kamar.

   Tapi karena ada acara makan malam, jadi aku tahan manja-manjaan dengannya sampai nanti malam ketika kami berdua di kamar. Setelah itu Kinal meninggalkanku lagi sendiri di ruang keluarga. Aku mendengar Sinka dan Shania bertanya pada Kinal, kenapa aku diam saja dan tidak ikut membantu mereka di dapur serta meja makan.

   "Mih, tumben mama gak bantu-bantu juga?" aku mendengar Sinka bertanya pada Kinal.

   "Iya mih! Mama sakit ya?" dan sekarang Shania si bungsu yang bertanya.

   "Nggak, mama gak sakit. Mulai sekarang mama kalian harus jadi ratu, kalian berdua gak boleh buat mama kecapean dengan menyuruhnya ini itu, kalau kalian bisa kerjakan sendiri, kalian kerjakan sendiri," jawab Kinal untuk pertanyaan Sinka dan Shania.

   "Kok gitu sih, mih!" ucap Sinka dan Shania bersamaan.

   "Loh emang harus gitu! Inikan semua kalian berdua yang minta."

   "Tapikan mih, gak semuanya aku bisa lakukan sendiri tanpa bantuan mama."

   "Iya, aku juga mih!"

   "Gak ada tapi-tapian. Kalian harus jaga mama dan calon adik kalian yang ada didalam perut mama."

   "Apa? Mama lagi hamil?"

   "Beneran mih? Mama hamil?"

   "Iya, mama hamil. Hamil adik kalian," aku senyum-senyum sendiri mendengar percakapan mereka, antara anak dengan miminya. Setelah itu aku melihat Sinka dan Shania berlari ke arahku, menabrak tubuh ini untuk mereka peluk.

   "Mama, aku seneng banget."

   "Shania juga mah, berarti Shania bakalan jadi kaka."

   Sinka dan Shania mencium pipiku dengan gemasnya, dan aku hanya bisa tertawa geli.

   "Hey malaikat kecil mimi, kembali ke sini, bantu nenek dan bi Ana di dapur, jangan ganggu mama kalian, biarkan ia bersantai, ok."

   "Ok mimi," ucap Sinka dan Shania.
.
.


   Malam ini keluarga Hartono berkumpul di rumah Kinal. Dan Kinal mengumumkan ke mereka semua tentang kehamilan Veranda yang sudah menginjak usia kandungannya 14 hari. Semua turut senang dengan kehamilan Veranda dan memberikan selamat.

   "Ka Kinal tokcer banget sih, ka Pe udah hamil lagi aja da'ah! Nah gue kapan hamilnya yak? Kasian si Boby kagak ada temennye. Sendirian," celetuk Nabilah di meja makan.

   "Sabar dek! Tuhan pasti denger doa lo, kan lo sama Brandon lagi usaha terus tiap malem," ucap Kinal.

   "Eh buset! Tau darimane lo kak? Kalau gue sama Brandon usaha terus tiap malem mpe gencar dan pantang menyerah, pokoknya sampe titik darah penghabisan."

   "Dari Brandonlah, dia yang ngomong sendiri sama gue."

   Brandon yang namanya disebut oleh Kinal langsung melempar serbet makan ke arah muka kaka iparnya itu.

   "Aduh! Sialan lo, pake ngelempar segala."

   "Omongan kita di kantor gak usah dibeberin di sini juga kali, Nal!" kata Brandon, muka Brandon sudah sangat merah menahan malu.

   "Ya maaf, keceplosan. Emang nih mulut gak bisa di rem."

   Mereka semua yang ada di sana hanya bisa tersenyum dan tertawa. Senyum yang terpancar dari semuanya begitu enak dipandang mata, dan mereka semua berharap agar senyum kebahagian itu tak akan pernah hilang.

Continue Reading

You'll Also Like

75.8K 6.8K 32
Mencintai itu hal yang sangat menyenangkan! Akan lebih menyenangkan lagi jika orang yang kau cintai juga mencintaimu! Cover photo from: Instagram Jcv...
161K 9.9K 33
(+18) Menikah adalah impian dari setiap manusia di dunia ini,terlebih menikah dengan seseorang yang kita cintai.akan tetapi menikah dengan sesama jen...
131K 10.6K 40
Sinopsis 2017: Jatuh hati sama seseorang yang terlihat mempesona itu biasa. Apalagi kalau dianya nyaris sempurna. Tapi, pernah kamu membayangkan baga...
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...