Pencuri Hati

By PipiMochi

410K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 More

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 10
Pencuri Hati 11
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 19
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 26
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Pencuri Hati 51
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 25

6.8K 351 39
By PipiMochi

   Hari ini Shania ikut Sinka ke kampusnya, karena saat Sinka mengantarkan Shania ke sekolah, ternyata sekolahnya diliburkan, katanya ada rapat manajemen dengan para guru. Jadilah Shania ikut Sinka ke kampus, karena Sinka hanya mengumpulkan tugas papernya pada dosen, jadi tidak terlalu lama ada di kampus.

   "Kamu tunggu sini, dan jangan kemana-mana," suruh Sinka pada adiknya Shania, Sinka menyuruh Shania untuk menunggunya di kantin.

   "Oke kakaku sayang," Shania mengedipkan satu matanya ke Sinka. Sedangkan Sinka hanya tersenyum dengan kelakuan sang adik padanya. Sinka pun meninggalkan Shania di kantin menuju ruang dosen.

   "Hai Sin," sapa Chikarina ketika dia bertemu dengan Sinka didepan ruang dosen.

   "Hei, tugas lo udah dikumpulin?" tanya Sinka.

   "Udah. Baru aja," jawab Chikarina cepat, "sorry. Gue duluan ya, Sin? Ada urusan nih, gakpapakan lo gue tinggal dan gak nungguin sampai selesai?"

   "Do ithasimashite," tidak apa-apa jawab Sinka.

   Setelah ngobrol dengan Chikarina sebantar, ia masuk ke ruang dosen untuk menyerahkan papernya di sana.

   Tugas sudah ia serahkan, kemudian Sinka kembali menemui adiknya di kantin. Begitu terkejutnya Sinka kalau Shania sudah tak ada di kantin, semua teman-teman Sinka yang ada di kantin ia tanyakan, tapi mereka tak ada yang tahu. Sinka mencarinya diluar kantin, dia mencari Shania disekitar kampus.

   Sinka mencoba menelepon Shania, tapi teleponnya nggak diangkat sama yang punya. Sinka semakin cemas, akhirnya ia memutuskan untuk minta bantuan Rona, ia langsung menelepon Rona saat itu juga, karena yang Sinka tahu Rona hari ini ada kuliah pagi, jadi Rona sudah pasti ada di kampus.

   "Halo, kamu lagi apa?" tanya Sinka diawal pembicaraan saat menelepon Rona.

   "Lagi kuliahlah, kan semalam aku udah bilang ke kamu."

   "Oh iya maaf, aku lupa. Bisa keluar kelas sekarang? Aku butuh bantuanmu untuk nyari Shania. Tadi aku suruh dia nunggu di kantin, tapi ketika aku balik lagi, dia udah nggak ada. Dan aku udah nyari dia kemana-mana, masih belum ketemu juga."

   "Ok, kamu tenang dulu, gak usah panik, aku bantu kamu cari Shania sekarang."

   "Iya. Kalau kamu udah ketemu Shania nanti, kabari aku."

   "Iya Sinka, aku keluar kelas sekarang, dan minta izin dulu ke dosen."

   "Ok, bye."

   Kemudian Sinka mematikan teleponnya, ia mencari Shania kembali sampai ke toilet.

   'Shania kamu kemana sih?' batin Sinka.

   Sinka benar-benar kelelahan mencari Shania, ia sempat duduk dibawah pohon rindang dekat fakultasnya. Sambil menimang-nimang smartphonenya, karena Sinka juga menunggu kabar dari Rona yang sama-sama sedang mencari adik tersayangnya itu.

   Tidak lama kemudian smartphone Sinka berdering, dan dia langsung mengangkatnya dengan cepat, karena telepon itu dari Rona.

   "Gimana Shania, udah ketemu?" Sinka langsung menanyakan adiknya ke Rona.

   "Udah, nih orangnya sama aku sekarang."

   "Ya udah, kita ketemu di parkiran aja ya?"

   "Ok, bye."

   Sinka langsung menuju parkiran kampus, ia mempercepat langkahnya menuju tempat itu. Dan dari kejauhan Sinka sudah melihat Rona beserta Shania yang berdiri disampingnya.

   "Astaga, kamu susah banget sih dibilanginnya. Kan kaka bilang tunggu, jangan kemana-mana! Kaka juga gak lama ketemu dosennya," Sinka langsung menegur adik tersayangnya saat itu juga.

   Sang adik tersenyum manis ke Sinka, mungkin ia takut kakanya marah besar, makanya dia bersikap demikian.

   "Maaf, aku cuma pingin liat-liat kampus ka Sinka aja," kata Shania.

   "Seenggaknya kasih tau kaka! Atau gak telepon kaka diangkatlah. Kenapa telepon kaka gak diangkat?"

   "Hp aku di tas, gak denger kalau ka Sinka telepon."

   "Udahlah, Sin. Gak usah marah-marah, kan Shanianya juga udah minta maaf," Rona mengelus punggung Sinka lembut sambil tersenyum, "buat kamu Shania, lain kali telepon ya? Minimal chatlah," Shania menganggukan kepala didepan Rona dan Sinka.

   Kemudian Shania menuruti Sinka untuk menyuruhnya masuk ke dalam mobil duluan, sedangkan Sinka pamitan ke Rona terlebih dulu.

   "Kamu hati-hati di jalan ya, Sin?" pesan Rona sambil memegang pipi Sinka dengan tangan kanannya.

   "Ya udah kamu ke kelas gih! Masih ada kelaskan?" tanya Sinka, dan Rona menganggukan kepalanya.

   Setelah itu Sinka mencium pipi Rona sekilas, kecupan singkat yang Sinka daratkan di pipi Rona berhasil membuat ia jadi salah tingkah, Sinka sampai membuang arah pandangan matanya dan tak berani menatap Rona yang ada dihadapan dia.

   "Thank you, manis banget! Aku gak bakal cuci muka nih. Biar berasa terus," kata Rona menggoda Sinka.

   "Ish, jorok banget sih kamu."

   "Gakpapa. Biar gak ilang bibir kamu di sini," Rona menunjuk pipinya yang dicium Sinka.

   "Udah sana masuk kelas, nanti kamu ketinggalan materi. Dan makasih untuk bantuannya."

   "Ok, bye pandanya aku. Hati-hati di jalan."

   Kemudian Rona meninggalkan Sinka untuk kembali ke kelasnya, dia berjalan mundur, karena Rona terus menatap Sinka yang sedang berdiri melihat dia pergi. Sampai-sampai Rona menabrak mahasiswa lain yang sedang berdiri diam karena ia tak melihatnya. Sinka tertawa geli ketika Rona minta maaf pada mahasiswa tersebut karena sudah menabraknya. Sampai Rona sudah tak terlihat lagi, Sinka akhirnya masuk ke dalam mobil, karena Shania sudah menunggu didalam.

   Setelah Sinka dan Shania dari kampus, mereka berdua langsung pulang ke rumah. Dalam perjalanan menuju rumah, mereka berdua mengisinya dengan obrolan ringan. Mereka membicarakan tentang permintaan valentine days ke mimi dan mamanya, permintaan adik kecil.

   "Kira-kira permintaan kita dikabulin mimi sama mama gak, kak?"

   "Mana kaka tau. Tapi semoga aja permintaan kita dikabulin," Sinka sambil asyik menyetir mobil, mata dia fokus ke depan dan sesekali melihat ke Shania.

   "Kalau dikabulin sama mereka, aku pingin banget punya adik perempuan deh kak," Shania membayangkan kalau dirinya akan memiliki adik perempuan, ia menangkupkan pipinya menggunakan tangan, dan mata Shania sampai berbinar.

   "Kalau ka Sinka sih pinginnya adik laki-laki, biar bisa ngelindungi kita semua."

   "Gak mau, kalau adik laki-laki itu nakal tau kak! Susah dibilanginnya, gak bisa diatur."

   "Perempuan juga, contohnya kamu! Kaka tadi suruh kamu tunggu, tapi kamu gak dengerin perintah kaka. Apa itu namanya kalau bukan nakal dan susah dibilangin! Pokoknya laki-laki, titik!" Sinka keukeuh dengan pendiriannya.

   "Kok kaka jadi bawa-bawa kejadian tadi, gak adil! Aku tetep maunya perempuan."

   Sampai di rumah Sinka dan Shania masih memperdebatkan masalah adik laki-laki dan perempuan. Nenek mereka sudah melerainya, tapi tak berhasil, pokoknya sang nenek hanya bisa menggelengkan kepala saja.

   "Nek, ka Sinka gak mau ngalah sama aku, ka Sinka egois tuh nek!" Shania minta bantuan pada neneknya karena Sinka masih belum mau mengalah.

   "Mah, masa Shania ngotot banget sih jadi adik," kini giliran Sinka yang minta bantuan ke Veranda, karena saat itu Veranda datang dan duduk bersama Sinka Shania serta mamanya di sofa ruang keluarga.

   "Kalian kenapa sih? Pulang-pulang kok ribut?" tanya Veranda.

   "Ini mah! Akukan maunya adik laki-laki, tapi Shania maunya perempuan. Kata dia laki-laki nakal dan susah dibilangin. Padahal Shania sendiri aja susah banget kukasih taunya," jelas Sinka pada Veranda dan juga nenek mereka.

   "Ya ampun, kalian berdua ini. Ngeributin hal yang belum ada. Mama jadi pusing sama kalian."

   Sinka Shania langsung diam dan melihat satu sama lain, mungkin keduanya baru menyadari perdebatan mereka. Kemudian Sinka Shania tersenyum malu dihadapan Veranda juga nenek, Sinka langsung memeluk neneknya yang ada disamping dia, dan Shania memeluk Veranda yang ada disamping dia juga. Setelah itu mereka berempat tertawa, karena kelakuan Sinka serta Shania.

   Veranda menyuruh kedua anaknya itu pergi ke kamar untuk mengganti pakaian.

   "Mereka berdua mirip sekali dengan Kinal dan juga kamu Jessi, sama-sama keras kepala juga lucu."

   Hahaha... Tawa kecil Veranda.

   "Mama bisa aja."

   "Mama ke dapur dulu ya, Ve. Mau belajar sama bi Ana gimana caranya buat serabi."

   "Aku ikut dong, mah. Aku juga mau belajar."

   Veranda dan mamanya menuju dapur untuk membuat kue serabi di sana, karena bi Ana yang jago dan bisa buat kue itu, jadinya mama dan Veranda yang belajar dengannya. Belajar membuat kue yang enak sudah jadi rutinitas mama Veranda sekarang, untuk mengisi waktu kosong.

   Siapa tahu nanti dia bisa membuka usaha kathering atau kulineran yang berbau makanan, itu menurut mama Veranda. Dan Veranda pun jadi senang, kemudian dia ikut-ikutan mamanya belajar bersama untuk membuat kue.

   Sedangkan di lantai dua rumah keluarga Hartono, Shania masuk ke dalam kamar Sinka kakanya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu seperti biasa, dan hasilnya Sinka sempat memarahi dia, tapi namanya juga Shania, telinganya sudah kebal untuk masalah itu.

   "Kak."

   Hmm... Deheman Sinka ketika Shania memanggilnya.

   "Kak."

   Hmm... Lagi-lagi Sinka hanya meresponnya dengan deheman, karena ia sedang ada di meja belajar, mengerjakan tugas kuliah yang numpuk. Sedangkan Shania duduk ditepian tempat tidur.

   "Ka Sinka kalau aku panggil nengok kek, jangan hmm mulu."

   "Ya lagi kalau mau ngomong, ngomong aja keles, kaka juga denger."

   Hehehe... Shania tertawa cengengesan.

   "Tadi waktu di kampus ka Sinka, aku lihat olahraga panjat tebing gitu, bahasa kerennya rock climbing atau climbing wall. Kayanya aku tertarik deh untuk ikut olahraga itu. Kira-kira aku boleh gabung gak, kak?" ujar Shania.

   "Oh, psgc di kampus kaka."

   "Apaan tuh psgc?"

   "President special group climbing."

   Ooo... Shania membentuk mulutnya bulat seperti bola.

   "Setau kaka psgc gak terima anggota cewek tuh!"

   "Masa?" Sinka mengangguk cepat, tapi dia tetap fokus ke laptopnya.

   "Yah... Pupus dong harapan aku," Shania tertunduk lemas, kemudian menghempaskan tubuhnya dengan kasar diatas tempat tidur milik kakanya itu.

   "Loh, kan kamu bisa masuk anggota team climbing yang lain, yang mau nerima cewek jadi anggotanya kalau emang bener-bener serius."

   "Gak ah kak! Aku gak minat masuk anggota team climbing lain, gak ada kaka ganteng yang kaya di kampus ka Sinka!"

   "Apa? Kaka ganteng siapa yang kamu maksud, Shan?" Sinka langsung mengalihkan pandangannya dari laptop, lalu matanya melihat ke arah adik tersayang dia.

   Hahaha... Shania tertawa.

   "Ka Sinka kepo ihh!"

   "Kepo sama adik sendiri gak masalah. Cepet bilang, siapa kaka ganteng yang kamu maksud?" selidik Sinka pada adiknya Shania.

   "Aku gak tau namanya kakaku sayang. Yang jelas orangnya ganteng banget, keren lagi dan berkulit putih, kalau lagi manjat wall climbing dia cool abis," Shania menjabarkan orang yang ia lihat tadi di kampus Sinka.

   "Kalau kamu nyebutin ciri-cirinya kaya gitu, kaka tau deh siapa yang kamu maksud!"

   "Siapa kak?" Shania langsung bangun dari tidurnya, kemudian duduk kembali ditepian ranjang.

   "Namanya Sofian Meifaliano, biasa dipanggil Fian. Ketuanya psgc," Sinka kemudian menatap kembali laptop yang ada didepannya untuk meneruskan tugas kuliah.

   "Nama sama orangnya gak jauh beda, sama-sama keren."

   "Jadi kamu mau masuk anggota climbing karena ada Fian? Modus banget sih kamu, Shan!"

   "Ish, biarin aja.... Wleeeee," Shania menjulurkan lidahnya ke Sinka.

   "Kamu gak bakal digubris dia deh! Udah banyak cewek cantik yang ngejar-ngejar dia, tapi pada akhirnya mereka semua mental jauh. Karena Fian terkenal dengan sifat dinginnya sama mahluk yang bernama PEREMPUAN," Sinka menegaskan kata di bagian akhirnya.

   "Cewek-cewek cantik? Apa termasuk ka Sinka didalamnya?" Sinka menghentikan ketikannya di laptop, dia sempat terdiam, kemudian melihat ke arah Shania yang sedang duduk ditepian tempat tidur.

   "Iya, termasuk kaka. Tapi itu dulu."

   "Dulu? Emang sekarang nggak lagi?"

  Haaahhh... Sinka menghela nafas kasar.

   "Nggak. Sekarang kaka mau mencoba membuka hati buat Rona, karena dia baik banget ke kaka, dan ka Sinka juga udah bilang ini ke mimi sama mama. Mereka berdua its ok."

   "Aku juga ok, kalau ka Sinka nanti bisa mencintai ka Rona sepenuhnya. Dan aku sependapat dengan kaka, ka Rona orangnya baik," ujar Shania. Dia beranjak dari tempat tidur kemudian jalan ke arah Sinka, lalu mencium sekilas pipi kakanya itu.

   Setelah ngobrol bareng di kamar Sinka, Shania keluar kamar untuk mencari Veranda. Dan Shania melihat Veranda mamanya sedang asyik buat kue bersama nenek serta bi Ana.

   Akhirnya Shania membantu mereka semua membuat kue, itung-itung belajar juga sih.

   "Non Shania, jangan lupa baking powdernya dicampur sama tepung terigu dan tepung beras," kata bi Ana.

   "Beres bi," Shania mengacungkan jempol ke arah bi Ana, Veranda dan nenek tersenyum geli melihat si bungsu antusias belajar buat kue.

   Sedangkan Veranda dan mamanya membuat racikan gula atau kinca. Mereka berdua sesekali bertanya pada bi Ana masalah takeran gula yang akan dicampur.

   Kemudian Veranda mengambil 250gram gula merah, 100gram gula putih, dan 2 gelas air blimbing, setelah itu dicampur jadi satu untuk direbus. Setelah 30 menit menunggu, Veranda dan mamanya sudah melihat gula halus dan air tersebut telah mendidih, lalu Veranda mengangkatnya, lalu dia saring air gula tersebut dengan alat penyaring, step yang terakhir bi Ana menyuruh Veranda untuk memasukan santan ke dalam air gula tersebut, sambil diaduk perlahan.

   Dalam waktu kurang lebih satu jam setengah kue serabi buatan mereka berempat sudah matang, sambil menunggu serabi dan gulanya dingin serta tak terlalu panas, mereka ngobrol ringan di meja makan, setelah itu baru menyantapnya.
.
.

   "Brandon, lo gak ada niat ngasih adik ke Boby?" Kinal sedang duduk di kursi kebesaran Jarum Group, dan Brandon duduk di kursi depan meja Kinal. Karena mereka berdua sedang ada di kantor, tepatnya di ruangan Kinal.

   Keduanya baru saja membahas tentang perkembangan Jarum Group. Setelah selesai, obrolan pun berlanjut diluar masalah kerjaan.

   "Gue sama Nabilah sih pingin banget, Nal. Dan Nabilah juga udah lepas alat kontrasepsi sejak setahun yang lalu," jelas Brandon.

   "Oh gitu. Mungkin belum rejeki kali, yang sabar lo ya? Dan yang terpenting usaha terus tiap malem," kata Kinal tersenyum lebar menatap adik iparnya itu.

   Hahaha... Brandon tertawa geli atas ucapan Kinal.

   "Itu sih gak usah disaranin guenya, tiap malem emang gue lakuin, sampai Nabilah adik kesayangan lo itu marah-marah."

   "Wah gila juga lo!"

   Hahaha... Kinal dan Brandon tertawa terbahak-bahak.

   "Kalau lo gimana? Permintaan Sinka Shania yang minta adik lagi, lo kabulin gak?" tanya Brandon sambil menaik turunkan alisnya.

   Kinal yang melihat itu tersenyum kecut, bagi Kinal Brandon gak cocok bersikap genit seperti itu didepannya.

   "Gue bilang ke Ve untuk nolak permintaan Sinka Shania. Tapi Ve gak sependapat sama gue."

   "Jadi lo sama Ve kabulin permintaan mereka yang pingin adik lagi?" Kinal menganggukan kepalanya cepat sambil tersenyum ke Brandon, "siapa yang dihamilin?"

   "Bahasa lo dihamilin! Emang gue bisa hamilin Ve atau sebaliknya?"

   Hehehe... Tawa Brandon.

   "Buktinya Shania lahir tuh! Itu karena perbuatan lo kan ke Ve... Tanggung jawab dong, jangan mau enaknya aja lo!"

   "Iya juga ya?"

   Hahaha... Kinal dan Brandon tertawa geli berdua.

   "Permisi bu Kinal dan pak Brandon," Hanna tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan Kinal, "tamu dari Angkasa Group, bapak Santoso udah nunggu didepan, ingin bertemu bu Kinal dan pak Brandon."

   "Ok Hanna. Suruh pak Santoso masuk ke ruangan saya sekarang," perintah Kinal.

   "Kita lanjut nanti obrolan kita ya, Nal? Sekarang kita kerja lagi cari uang yang banyak untuk orang-orang yang kita cintai."

   "Ok, presdir gadungan."

   Kinal dan Brandon meneruskan pekerjaannya kembali hari itu. Hampir 3 jam lebih Kinal dan Brandon meeting bersama Santoso pemilik Angkasa Group untuk membiacarakan bisnis dan kerjasama antara dua perusahaan itu.

   Setelah selesai, Kinal pulang ke rumah. Karena memang sudah waktunya jam pulang kantor juga.

   Sampai di rumah, Kinal sudah ditunggu Veranda yang sore itu sudah memoles dirinya agar terlihat cantik ketika Kinal pulang.

   "Hei kesayangannya aku mau kemana sore-sore gini pake dandan segala?" tanya Kinal, karena Veranda terlihat cantik sekali sore itu, walaupun hanya dandan biasa saja dan tidak terlalu wah juga.

   "Gak kemana-mana, akukan nunggu kamu pulang, biar kamunya seneng dan gak bosen sama aku, karena aku terus terlihat cantik di matamu," Veranda mencium kedua pipi Kinal dan tersenyum manis.

   "Tanpa dandan pun kamu terlihat cantik di mataku, sayang."

   "Ish, gombal!" Kinal tersenyum geli melihat jurus Veranda yang ia keluarkan, jurus menggembungkan pipi chubynya. Buat Kinal itu lucu, dia pun mencubit gemas pipi Veranda.

   "Kamu mau minum apa, Nal?"

   "Hmm... Nanti aja deh, Ve. Aku mau ke kamar buat mandi, biar segeran dikit."

   "Ya udah kalau gitu, setelah mandi kamu turun ya buat makan malam. Dan nanti kamu harus coba kue serabi buatanku dan anak kita Shania, pasti kamu ketagihan. Rasanya enaaaaakkkk banget. Karena aku sama Shania nambahin rasa cinta dan sayang ke dalam kuenya," ucap Veranda.

   "Oh ya!? Jadi pingin cepet-cepet nyobain, kalau gitu aku ke kamar dulu ya untuk mandi, setelah itu nyobain kue serabi yang kamu bilang rasanya enak itu," Kinal kemudian pergi ke kamarnya buat bersih-bersih, tapi sebelum ia pergi ke kamar, Kinal mengecup bibir Veranda cepat.

   Sedangkan Sinka sore itu didalam kamarnya sedang bervideo call dengan Rona. Karena Rona mengatakan pada Sinka dipesan chat mereka, kalau ia sangat merindukan panda cantik yang sudah menjadi kekasih tercintanya itu.

   Mereka berdua bervideo call menggunakan laptop, supaya wajah Sinka terpampang jelas di layar.

   "Kamu nanti pulang jam berapa dari kafe?" tanya Sinka sambil menopang dagu didepan layar monitor.

   "Mungkin jam sepuluh malam," jawab Rona.

   "Kok malam banget sih! Besokan kamu harus kuliah."

   "Aku harus ikut membereskan kafe juga Sinka pandanya aku yang cantik dan lucu," goda Rona disebrang sana, Rona sedang berada di ruangannya saat itu, ruangan dia yang berada di lantai dua kafe miliknya.

   "Kamu udah mulai berani gombalin aku."

   "Aku lagi gak gombal, aku ngomong jujur, kamu tuh cantik dan lucu juga. Kadang aku gemes liat kamu, pingin meluk aja bawaannya, tapikan aku harus sadar diri," ucap Rona sambil menambahkan senyum di bibirnya yang tipis.

   "Oh jadi kamu pingin meluk aku nih ceritanya?" kini Sinka yang menggoda Rona dengan wajah yang menggemaskan, "sini, katanya mau meluk-meluk lucu."

   Sinka memanggil Rona dengan menggerakan tangannya didepan camera, Rona yang melihat di layar dari kafenya pun hanya bisa tertawa sambil garuk-garuk tengkuk leher dia.

   "Kok malah ketawa?! Nanti akunya berubah pikiran loh!"

   "Ok, kamu berhasil mengerjaiku panda, aku jadi makin gemes sama kamu."

   Hahaha... Mereka berdua tertawa geli.

   Tok Tok Tok

   "Tunggu sebentar ya, Ron. Ada yang ngetuk pintu kamarku," Rona menganggukan kepala. Lalu Sinka jalan ke arah pintu kamarnya.

   "Kenapa, bi?" tanya Sinka ketika melihat bi Ana yang sudah mengetuk pintu kamarnya.

   "Non Sinka disuruh turun untuk makan malam sama nona besar Jessi dan nona besar Kinal."

   "Ok. Bilangin ke mimi sama mama, kalau aku sebentar lagi turun."

   "Sip non. Bi Ana permisi dulu kalau gitu," Sinka mengangguk, setelah itu menutup pintu kamarnya kembali dan duduk didepan laptop.

   "Udahan dulu ya? Mimi sama mama udah nunggu aku dibawah untuk makan malam."

   "Oh gitu. Baiklah, aku perlu ke sana gak?"

   "Maksudnya?" tanya Sinka, karena dia nggak ngerti dengan perkataan Rona.

   "Untuk nyuapin kamu," Sinka tersenyum dan pipinya merah karena ulah Rona.

   Setelah mengakhiri video call dengan Rona, Sinka bergegas turun ke bawah menuju meja makan, dan di sana semuanya sudah menanti Sinka untuk makan malam bersama.

   Setelah makan malam selesai, seperti janji Veranda tadi, Kinal disuruh mencicipi kue serabi buatannya. Baru satu suapan yang masuk ke dalam mulut Kinal, dia terdiam, matanya melihat ke arah Veranda dan Shania.

   "Gak enak ya mih kue serabinya?" tanya Shania si bungsu ke Kinal.

   "Masa gak enak sih, sayang? Padahal kita udah nyobain loh tadi, dan rasanya not bad," Veranda memasang muka cemberut, karena Kinal hanya diam tanpa bilang enak atau tidak kue buatannya itu.

   Lalu Kinal tersenyum sampai matanya tak terlihat, senyum yang dibuat lucu oleh dia.

   "Siapa bilang gak enak? Kue serabinya enak kok," ucap Kinal.

   Haaahhh... Veranda dan Shania menghela nafas lega.

   Sedangkan Kinal melanjutkan makan kue serabinya, sampai dia menghabiskan lima buah serabi. Padahal makan malam Kinal tadi cukup banyak, tapi Kinal mampu menghabiskan kue serabi sebanyak itu karena dia memang tukang makan, jadi semua sudah tak heran lagi.

   Sedangkan untuk Veranda, mama Veranda, Sinka dan Shania makan kue serabi hanya dua saja, bukan karena jaim, tapi memang mereka sudah kenyang, kue serabi itu hanya sebagai penutup makan malamnya.

   Makan malam selesai, lalu Kinal menuju kamar, karena ia ingin melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda di kantor tadi sebelum tidur, alhasil Kinal tidak ikut gabung untuk berkumpul bersama di ruang keluarga dengan yang lain malam itu seperti biasanya.

   Pukul 10 malam Veranda masuk ke dalam kamar dan melihat Kinal masih sibuk di meja kerja.

   "Udah malam sayang, besok lagi terusin kerjaan kamunya di kantor. Sekarang lebih baik kamu tidur," perintah Veranda pada Kinal. Veranda berbicara sambil merapihkan tempat tidur sebelum dia dan Kinal terbaring di sana.

   "Iya, Ve. Dikit lagi nih! Setelah itu aku langsung tidur," saat sedang merapihkan tempat tidur, tiba-tiba Veranda mual, lalu ia dengan cepat pergi ke kamar mandi untuk memuntahkannya di sana.

   Kinal yang mendengar Veranda muntah-muntah di kamar mandi merasa cemas, kemudian dia menghentikan pekerjaannya untuk menghampiri Veranda.

   "Kamu kenapa, Ve?" Kinal bertanya setelah dia ada didekat Veranda sambil memijat pelan tengkuk leher kesayangannya itu.

   "Aku mual banget, Nal."

   "Apa, mual? Beneran? Bulan kemarin kamu datang bulan tanggal berapa?" Veranda kemudian mencuci tangannya di wastafel, setelah itu melihat ke arah Kinal.

   "Tanggal lima deh kayanya," Kinal tersenyum lebar dengan jawaban Veranda. Sedangkan Veranda membulatkan matanya sambil menutup mulut dia dengan tangan kanan.

   "Dan sekarang udah tanggal dua puluh loh, Ve."

   "Dan itu berarti aku udah telat dua minggu, sayang!" Veranda langsung mengelus perutnya dengan tangan sambil mengarahkan pandangan matanya ke perut.

   Aaaaaakk... Teriak Kinal.

   Veranda membekap mulut Kinal agar tidak teriak lebih kencang lagi. Kemudian ia memeluk Kinal, memeluk erat sambil mencium pundak si gendut kesayangan Veranda.

   Sedangkan Kinal tak kalah erat memeluk Veranda dalam dekapannya, perlahan Kinal melepas pelukannya pada Veranda dan menangkupkan kedua tangan dia ke pipi kesayangannya itu.

   "Malaikat kecil Kinal yang ketiga bakal ngisi rumah ini dengan tangisnya, sayang. Aku sayang banget sama kamu!" Kinal pun mencium lembut bibir tipis nan pink milik Veranda, ciuman lembut yang hangat Kinal berikan ke pasangannya itu selama beberapa menit.

   "Besok akan kuantarkan kamu untuk memeriksakan ini semua, Ve. Apa inseminasi yang kita lakukan waktu itu berhasil atau tidak? Aku gak sabar nunggu besok, sayang."

   "Iya, aku juga udah gak sabar. Semoga proses inseminasi kita berhasil dan gak harus ngulang lagi."

Continue Reading

You'll Also Like

15.4M 182K 31
" Aku bisa membantumu, tapi dengan satu syarat. " Harva " Mm..Apa syaratnya? " Nesha " Layani aku setiap aku mau dan selama masa kuliah kita. " Harva...
58.2K 5.9K 11
Gadis penyuka hujan yang berusaha membuat seseorang tersenyum dan merubah kehidupan nya agar lebih terlihat hidup. Berada di kesunyian membuat gadis...