Pencuri Hati

By PipiMochi

410K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 More

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 10
Pencuri Hati 11
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 25
Pencuri Hati 26
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Pencuri Hati 51
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 19

6.2K 343 47
By PipiMochi

Sabtu ini seperti janji mama Veranda kemarin kalau ia akan mengajak cucunya berlibur. Veranda pun turut serta, mereka semua pergi dengan satu mobil yang di supiri bang Ucok.

Keempatnya berlibur ke kota kembang Bandung, menikmati kota itu dengan belanja sesuka hati Sinka dan Shania, keduanya mengajak nenek serta Veranda keluar masuk factory outlet di sana.

Padahal di butik milik neneknya terkadang Sinka dan Shania juga suka ngambil pakaian, mereka berdua kalau masalah fashion setipe, nggak mau ketinggalan zaman.

Setelah belanja selesai, lalu mereka semua berwisata kuliner untuk mencicipi makanan yang terkenal dan paling enak di Bandung.

"Huft... Aku udah gak kuat makan lagi, Shan! Aku gak mau gendut pokoknya, stop untuk hari ini!" Sinka kekenyangan kala ia habis memakan seblak, makanan terakhir yang dimakan Sinka dan yang lainnya ditempat makan yang tak jauh dari factory outlet.

Nenek dan Veranda tertawa melihat Sinka yang protes pada adik kesayangannya, karena kulineran ini idenya Shania.

Shania mirip dengan Kinal kalau dalam hal ini, sama-sama tukang makan, hanya bedanya Shania dikit demi sedikit ia icipi makanan itu tapi sering. Sedangkan Kinal langsung dalam porsi banyak hingga ia bisa langsung merasakan sakit di perut karena terlalu banyak makan.

"Ish, ka Sinka. Kitakan belum nyobain mie kocok. Jarang-jarang loh kita ke Bandung," Shania memohon pada kakanya, tapi Sinka geleng-geleng kepala menandakan kalau ia menolak keinginan Shania untuk lanjut kulineran lagi.

"Kita bisa bungkus makanannya. Terus nanti bisa kamu makan di rumah ya, sayang." Veranda tersenyum pada si bungsu Shania, dia sedang merayu Shania supaya tidak bete karena Sinka menolak idenya untuk melanjutkan kulineran.

Shania pun menuruti apa yang dibilang Veranda, ia membeli makanan terakhir yang dirinya mau. Setelah mereka puas belanja dan kulineran, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke rumah, mungkin karena hari juga sudah malam.

Didalam perjalanan pulang, Sinka dan Shania tertidur di jok belakang dengan lelapnya, sedangkan Veranda dan mamanya mengobrol ringan.

"Kamu senang hari ini, sayang?" tanya mama Veranda.

"Iya mah, aku senang. Tapi aku akan lebih senang lagi kalau Kinal ikut dengan kita."

"Mungkin dia sedang banyak kerjaan, kan dia kerja gak mengenal waktu semua demi kamu, Sinka dan Shania."

"Iya mah, aku ngerti kok dengan kesibukan Kinal."

Setelah mama Veranda ngobrol sebentar, kemudian ia tertidur, mungkin dia lelah setelah Sinka dan Shania mengajakanya belanja seharian ini.

Sedangkan untuk Veranda, dia masih terjaga. Veranda melihat ke arah luar jendela mobil, lalu pikirannya melayang jauh ke sana, siapa lagi kalau bukan memikirkan pasangan yang sudah hidup bersamanya selama bertahun-tahun, Kinal.

Kinal yang membuat dia bahagia, Kinal yang nggak pernah sedikit pun menyakiti dirinya, Kinal yang begitu mencintainya. Begitu juga dengan dirinya yang sangat mencintai dan menyayangi Kinal. Karena Kinal sudah memberinya 2 orang anak yang super cantik dan manis seperti Sinka Shania.

Veranda mungkin bersyukur karena sudah dipertemukan oleh orang seperti Kinal, walaupun sebenarnya masyarakat timur masih belum bisa menerima hubungan mereka berdua. Tapi orang-orang yang berada disekeliling mereka adalah orang-orang yang berjiwa besar, karena mereka semua tidak mempermasalahkannya, malah mereka menerima hubungan yang masih tabu ini dengan tangan terbuka.

Andai mereka semua menentang hubungan Veranda dengan Kinal, mungkin mereka berdua tidak akan sebahagia ini, "terima kasih, mah. Terima kasih juga untuk kalian berdua, Sinka Shania. Kalian berdua anak mimi dan mama yang hebat," ucap Veranda pelan lalu melihat ke arah mamanya juga Sinka dan Shania yang sedang tidur.
.
.

Kinal saat ini sedang dinner bersama Naomi di kepulauan seribu. Kinal menemani Naomi untuk menikmati udara pantai di pulau bidadari. Pulau itu terletak dipinggir kota Jakarta.

Naomi mengajak Kinal berlibur ke pantai dengan alasan dirinya bete di apartement terus dan butuh suasana yang bisa membuatnya tenang untuk sesaat dari kepenatan dan kesibukan yang padat.

Karena saat terkahir Kinal bertemu dengan Naomi, ia menyanggupi permintaan Naomi untuk menemaninya berlibur.

Makanya ketika Shania mengajak Kinal liburan bersama keluarga, ia kaget dan bingung, disatu sisi Kinal sudah janji pada Naomi untuk menemaninya.

"Nal, makasih ya udah ngajak aku ke sini. Tempatnya bagus dan romantis lagi," Naomi sedang duduk didepan Kinal sambil tersenyum manis padanya.

Kinal pun membalas dengan senyum termanisnya. Mereka menikmati makan malam berdua, dan menu yang tersaji adalah aneka seafood.

Makan berdua dipinggir pantai dan ditemani deburan ombak kecil juga gemerlapnya lampu hotel. Pantai yang siang tadi penuh dengan hiruk pikuk pengunjung beralih jadi sunyi di malam hari.

Suasana pantai seperti ini kelihatannya sangat dinikmati Naomi serta Kinal, tanpa merasa terusik dengan lalu lalang pengunjung pantai lainnya. Mereka semua asyik menikmati suasana pantai di malam hari tanpa saling mengganggu.

Dimana pemandangan pantai bidadari di malam hari dapat membius para pengunjung yang sedang berada di sana, termasuk Kinal dan Naomi yang tidak juga beranjak dari mejanya, walaupun makan malam mereka sudah habis tak tersisa.

Karena merasa bosan dan jenuh, Naomi mengajak Kinal untuk jalan-jalan menikmati malam dipinggir pantai, ditemani bintang serta bulan separuh yang menerangi bumi dari langit.

Hembusan angin kencang menerpa wajah Naomi dan Kinal, rambut Naomi dibiarkan terurai begitu saja, membuat orang-orang yang melihatnya seperti terkena badai tsunaomi yang dahsyat.

"Kamu sering ke sini, Nal?" tanya Naomi yang saat itu sedang berjalan disamping Kinal, kaki mereka berdua basah terkena air laut yang dibawa ombak ke pesisir pantai.

"Gak terlalu sering," jawab Kinal santai.

"Oh," Naomi beroh ria dengan jawaban Kinal yang terlalu singkat itu.

"Auw!" erang Naomi. Dia berjongkok sambil memegang kakinya yang sakit, Kinal refleks mengikuti Naomi untuk berjongkok juga.

"Kamu kenapa?" tanya Kinal.

"Gak tau. Kaki aku kaya ketusuk jarum, sakit banget Nal... Auw! Aduh!"

"Coba kuliat," Kinal membawa Naomi menjauh dari pantai. Sampai Naomi berjalan pincang karena kakinya yang sakit, kemudian Kinal memegangi bahu Naomi dengan kedua tangan, dimana Kinal menuntun Naomi perlahan kemudian menyuruhnya duduk diatas pasir.

Setelah itu Kinal melihat bagian kaki Naomi yang terasa sakit, "kayanya kamu kena bulu babi deh."

"Masa sih? Pantes rasanya sakit, perih, pegel dan gatal gitu. Terus gimana?" tanya Naomi ketakutan.

"Tunggu sebentar," Kinal lalu berdiri dan menjauh dari Naomi. Selang beberapa menit kemudian Kinal datang membawa batu yang tak terlalu besar, "aku obatin pakai ini ya?" lanjut Kinal sambil memperlihatkan batu itu ke Naomi.

Kemudian Kinal memukul-mukul kaki Naomi yang tertusuk bulu babi dengan pelan memakai batu yang dibawanya tadi.

"Auw... Sakit banget, Nal!" Naomi mulai merintih kesakitan.

"Tahan ya? Ini salah satu cara untuk menghancurkan duri yang udah patah didalam kaki kamu."

"Argghh... Auw, emang gak ada cara lain untuk ngobatinnya?" Naomi yang kesakitan sambil menatap Kinal dengan wajah memohon agar tidak memukul-mukulkan batu itu ke kakinya yang sakit. Menurutnya ia sudah cukup tersiksa dengan tertusuk bulu babi, ditambah lagi dengan cara pengobatan Kinal yang memukul dengan batu seperti itu.

Kinal kemudian menatap Naomi sambil tersenyum, mata mereka bertemu, Naomi yang ditatap Kinal seperti itu langsung gugup kemudian salah tingkah.

"Ada cara lain," ucap Kinal memecah keheningan kala mereka sedang bertatap-tapan.

"Gimana caranya, Nal?"

"Pakai air seni," Kinal tersenyum dengan ucapannya sendiri. Naomi pun juga ikut tersenyum mendengar jawaban dari Kinal. Lalu Kinal melanjutkan memukul-mukul kaki Naomi yang tertusuk bulu babi dengan batu kembali.

Rintihan Naomi tak dihiraukan lagi oleh Kinal, setelah dirasa cukup, Kinal pun menghentikannya, "lebih baik kita kembali ke kamar, biar kamu bisa istirahat di sana."

Kemudian Kinal membantu Naomi untuk berdiri, baru selangkah Naomi melangkahkan kakinya ia sudah merintih kesakitan lagi.

Kinal akhirnya memutuskan untuk menggendong Naomi dibelakang punggungnya, karena kalau tidak seperti itu mau sampai kapan mereka berdua akan tiba di kamar hotel.

Sampai di hotel Kinal mengantarkan Naomi ke kamarnya, setelah itu Kinal pamit pada Naomi untuk meninggalkannya di kamar menuju kamar Kinal sendiri yang terletak tepat didepan kamar dia.

Kemudian Kinal mengistirahakan tubuhnya yang sudah lelah diatas tempat tidur, lama kelamaan mata Kinal terpejam lalu tidur dengan pulas.
.
.

Pagi harinya Naomi terbangun lebih dulu dari Kinal, dia mengetuk pintu kamar Kinal untuk membangunkannya.

Tok Tok Tok

Selang beberapa menit, Kinal membuka pintu kamar, ia terlihat baru bangun dari tidur lelapnya semalam, "aku bawa sarapan buat kamu," ucap Naomi yang sudah membawa sepiring sandwiches dan secangkir kopi susu hangat.

Kinal mempersilahkan Naomi masuk ke dalam kamar, lalu menyuruhnya duduk di sofa untuk menunggu dia sebentar. Sementara Kinal menuju kamar mandi untuk membasuh muka dengan air segar di pagi hari.

Setelah selesai Kinal menghampiri Naomi yang sudah menunggunya, kemudian ia duduk disamping Naomi sambil memakan sandwiches yang ia bawa, "kamu kok gak sarapan juga?" tanya Kinal.

"Udah tadi," jawabnya cepat.

Kinal pelan-pelan memakan sarapan yang dibawa Naomi untuknya, sesekali Naomi membersihkan makanan yang blepotan disudut bibir Kinal menggunakan tissue. Naomi senang melihat Kinal sudah menghabiskan sarapannya, kemudian ia tersenyum manis didepan Kinal dan memandang dia.
.
.

Sarapan pagi di rumah hanya ada Veranda, mama Veranda serta Sinka dan Shania. Baru pertama kali mereka semua sarapan tanpa Kinal.

"Mimi kemana sih, mah?" tanya Shania memecah keheningan di meja makan.

"Mimi lagi di kepulauan seribu," jawab Veranda atas pertanyaan si bungsu Shania.

"Enak banget mimi di sana, liburan kok gak ngajak-ngajak kita sih?!" kata Shania kesal.

"Mimi kerja di sana, sayang."

Shania menganggukan kepala tanda mengerti atas penjelasaan Veranda, lalu dia melanjutkan sarapannya kembali.

Ketika semua sedang menikmati sarapan pagi, mama Veranda pamit pada semuanya untuk ke toilet, setelah beberapa menit mama Veranda pamit untuk ke kamar mandi.

Tiba-tiba...

buugggg~

"Mama," Veranda terkejut mendengar suara dari dalam kamar mandi, dia langsung bangkit dari kursi dengan cepat dan segera melihat apa yang terjadi di sana. Sinka Shania pun mengikuti jejak Veranda.

Kemudian Veranda membuka pintu toilet yang tak terkunci, setelah itu ia melihat mamanya sudah terkapar di lantai kamar mandi, dan ternyata mama veranda jatuh di sana.

"Mama!" teriak Veranda.

"Nenek!" ucap Sinka dan Shania bersamaan.

Veranda langsung duduk di lantai toilet, ia mengangkat kepala mamanya ke atas paha miliknya.

"Cepet panggil bang Ucok!" seru Veranda.

Shania yang melaksanakan perintah Veranda dengan cepat keluar dan langsung berlari mencari bang Ucok disetiap sisi rumah.

Ternyata bang Ucok saat itu sedang melakukan rutinitasnya tiap pagi untuk membersihkan kolam renang.

"Bang Ucok tolong nenek. Nenek jatuh di kamar mandi," kata Shania ketika bertemu dengan bang Ucok.

Bang ucok bergegas untuk menolong majikannya itu, setelah sampai di toilet bang Ucok langsung menggotong mama Veranda yang tak sadarkan diri ke ruang keluarga dan membaringkannya di sofa. Kemudian Veranda menyuruh Sinka untuk mengambil peralatan dokter miliknya dalam kamar.

Tidak lama kemudian Sinka memberikan tas yang berisi peralatan dokter itu ke Veranda. Veranda segera mengeluarkan alat untuk mengecek tekanan darah.

Sepuluh menit berlalu Veranda selesai melakukan pemeriksaan pada mamanya. Dirinya berkata, "siapkan mobil untuk bawa nenek ke rumah sakit."

Sinka langsung mengambil kunci mobil ditempat penyimpanan kunci yang terletak tak jauh dari ruang keluarga, bang Ucok dengan cepat menggotong mama Veranda masuk ke dalam mobil. Setelah itu Veranda, Sinka dan Shania juga masuk ke dalamnya.

Sinka bertugas untuk menyetir mobil, sedangkan Shania duduk disamping Sinka yang sedang menyetir, lalu Veranda duduk dibelakang  memangku mamanya yang tak sadarkan diri.

Veranda meneteskan air mata melihat mamanya seperti itu, "cepet sedikit sayang," ucap Veranda.

Veranda menyuruh Sinka mempercepat laju mobilnya untuk segera sampai di rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, mama Veranda langsung diperiksa dokter. Veranda yang menemani mamanya terus menangis, sedangkan Sinka dan Shania menunggu di ruang tunggu dengan cemas.

Menurut dokter yang memeriksa keadaaan mama Veranda mengatakan kalau ia terkena stroke karena tekanan darah tinggi, untung dengan cepat dibawa ke rumah sakit, jadi nyawanya bisa tertolong.

Veranda yang mendengar itu langsung lemas, dia tak bisa berkata apa-apa lagi, dokter menyuruh suster untuk membawa Veranda ke ruang tunggu diluar.

"Nenek baik-baik aja kan, mah?" tanya Sinka yang melihat Veranda keluar ruang unit gawat darurat, suster mendudukan Veranda di tempat duduk ruang tunggu. Pandangan Veranda kosong, dia masih syok dengan keadaan mamanya.

"Nenek kena stroke," ucap Veranda pelan. Sinka dan Shania langsung memeluk Veranda seketika, mereka berdua memberi semangat pada Veranda supaya nggak sedih dan down, "kalian udah telepon mimi?" tambah Veranda dalam pelukan kedua anaknya.

"Udah, tapi gak diangkat!" jawab Sinka sambil melepas pelukannya, Veranda hanya bisa menghela nafas berat atas jawaban dari si sulung Sinka.
.
.

Veranda POV

Aku sedang di ruang rawat inap mama sekarang, bersama Sinka dan Shania. Mama sudah dipindahkan ke ruang rawat inap karena ia sudah sadar, tapi bagian tubuh sebelah kirinya nggak bisa ia gerakan, dan mama sulit bicara.

Berkali-kali aku menghubungi Kinal tapi tetap sama, tak diangkat. Sampai siang menjelang sore seperti ini dirinya masih belum tahu kabar tentang mamaku.

Kemana Kinal? Kenapa dalam situasi seperti ini ia malah sulit dihubungi.

Beberapa jam kemudian datang keluarga Kinal untuk menjenguk mama. Ada mama papa Kinal, Brandon dan juga Nabilah serta Boby anak mereka.

Mama Kinal dan Nabilah memelukku, memberiku wejangan agar sabar dan bisa menerima semua ini, "kamu yang tabah ya, sayang?" ucap mama Kinal sambil mengelus lenganku, aku mengucapkan banyak terima kasih karena perhatian yang mereka semua berikan.

"Kinal mana?" tanya papa.

"Kinal katanya ada urusan bisnis, pah. Teleponnya dihubungi gak bisa," jawabku.

Tiba-tiba saja papa mengajak Brandon keluar dari kamar rawat inap mama berdua saja, entah apa yang mereka obrolkan diluar sana.

Lima menit kemudian papa masuk kembali tanpa Brandon. Setelah dua puluh menit berlalu Brandon masuk kembali ke ruang rawat inap.

Saat keluarga Kinal datang untuk menjenguk mama, mama sedang tidur, mungkin karena efek obat yang diberikan dokter hingga mama tidur lelap.

Aku ingin membangunkan mama karena keluarga Kinal datang menjenguk, tapi mama Kinal melarangku untuk membangunkannya, kata mama Kinal biarkan saja mamaku istirahat.

Aku berbincang-bincang dengan keluarga Kinal bagaimana mama sampai bisa jatuh dan terkena serangan stroke.
.
.

Kinal POV

Aku sudah ada dalam mobil sekarang untuk mengantarkan Naomi kembali ke apartementnya, dari kemarin aku mencari smartphone milikku. Aku lupa menaruhnya dimana, tapi seingatku dari rumah aku masih membawanya.

Aku mendengar sayup-sayup bunyi smartphone milikku dalam mobil, lalu aku meminggirkan mobil ke bahu jalan sebentar untuk mencarinya, ternyata smartphoneku ada di jok belakang mobil dan terselip di sana.

Aneh! Sejak kapan smartphone ini terselip di jok belakang.

Aku langsung mengambilnya, melihat pada layar kalau batrainya sudah merah. Itu sudah pasti, karena dari kemarin aku tidak mengecasnya. Ketika aku ingin membuka pesan masuk langsung mati, aku mencari kabel data yang ada didalam dashborn lalu mancharge hpku.

Tak lama kemudian smartphoneku nyala kembali, aku langsung melihat pada layar ada beberapa misscall dari Sinka dan Veranda sebanyak lima puluh kali, serta Brandon dua puluh kali.

Banyak sekali.

Kubuka pesan singkat yang dikirim Brandon padaku, mertua lo kena stroke dan masuk rumah sakit, tinggalin Naomi sekarang juga, aku terkejut dengan pesan singkat yang dikirimkan Brandon. Lalu segera tancap gas mobil dengan kecepatan tinggi mengantarkan Naomi ke apartementnya.

"Kok ngebut banget sih, Nal. Ada apa?" tanya Naomi.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Setelah tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampai juga di apartement Naomi, aku langsung menyuruh dia turun.

Lagi-lagi aku tidak mempedulikan pertanyaan Naomi padaku, aku langsung tancap gas ketika Naomi sudah turun dari mobil dan menutup pintunya.

Dengan cepat aku mencari tempat parkir ketika sampai di rumah sakit. Setelah itu bergegas menuju kamar rawat inap mama.

Sesampainya di kamar rawat inap mama, aku masuk dan menemukan Veranda di sana, sedangkan mama terbaring tidur di tempat tidurnya.

"Sayang kamu kemana aja sih?" ucap Veranda yang langsung berdiri dari sofa lalu memelukku erat, aku merasakan sesuatu yang basah di bahu ini, ternyata Veranda menangis dalam pelukanku, aku mengelus punggungnya menggunakan tangan kanan.

Aku merasa bersalah atas apa yang terjadi, kenapa aku tidak ada disampingnya kala Veranda sangat membutuhkanku, dan kenapa smartphoneku sampai bisa ketinggalan di mobil.

"Maafkan aku, Ve!" kataku yang masih memeluknya erat, lalu aku melepas pelukannya, kuhapus air mata yang jatuh di pipinya dengan kedua ibu jari. Dia terus menatapku sambil menangis, "mama pasti sembuh, karena mama orang yang kuat," tambahku.

Veranda memelukku lagi, lalu dia berkata pelan, "aku takut. Aku takut, Nal!" dia diam sejenak setelah mengatakan itu, satu menit kemudian Veranda berkata kembali yang masih dalam pelukanku, "aku gak mau kehilangan mama."

"Kamu gak akan kehilangan siapa-siapa, serahkan semua ini ke Tuhan."

Aku dan Veranda semalaman menjaga mama di rumah sakit, sesekali mama terlihat bangun dari tidurnya, tapi dia tak bisa berucap, ia berusahan mengatakan sesuatu tapi hasilnya nihil.

Veranda semakin sedih dengan keadaan mama yang seperti itu. Aku mengambil smartphone yang ada diatas meja lalu memberikan ke mama untuk mengetik sesuatu di smartphone itu apa yang mau ia katakan, karena tangan mama yang sebelah kanan masih bisa digerakan, kupegangi smartphonenya, lalu mama mengetikan kata di sana dengan pelan.

Setelah selesai, ia memegang tanganku lalu mengarahkannya ke depan Veranda jangan sedih sayang, mama baik-baik aja, mama gak suka melihatmu sedih seperti ini, mama mengetik kata itu untuk Veranda.

"Aku sayang mama," Veranda langsung memeluk erat mamanya.

"Ve, biarkan mama istirahat ya? Kasian mama pasti lelah, kamu juga lelahkan? Lebih baik kamu juga istirahat," kataku sambil melepas pelukan Veranda pada mama, mama tersenyum, Veranda pun tersenyum melihat mamanya tersenyum.

"Mama tidur ya? Biar cepet sembuh, aku sama Kinal jagain mama di sini. Good night mah," ucap Veranda kemudian mencium kening mamanya, mama pun mengedipkan kedua mata sebagai tanda.

Kemudian aku dan Veranda jalan menuju sofa yang ada didalam kamar rawat inap, aku menyuruh Veranda membaringkan tubuhnya di sofa, lalu menjadikan pahaku sebagai pengganti bantal untuk kepala dia.

Aku membelai rambutnya, menina bobokan dengan sentuhan lembutku di kepalanya, tak butuh waktu lama, akhirnya ia pun memejamkan mata dan tertidur, "sekali lagi maafkan aku Ve," ucapku pelan lalu mengecup kening Veranda lama.
.
.

Selama masa perawatan di rumah sakit Kinal mendampingi Veranda menjaga dan merawat mama, keadaan mama dari hari ke hari ada perubahan, ia berangsur-angsur membaik, tangan kirinya sudah mulai bisa diangkat ke atas, walaupun belum sepenuhnya bisa digerakan.

Kemudian wajah mama sudah mulai berseri kembali, begitu juga dengan Veranda, Kinal sangat senang melihat mereka berdua bisa senyum walaupun sedikit dipaksakan.

Sepulang sekolah dan kuliah, Sinka Shania sering menjenguk neneknya untuk menemani sang nenek yang sedang menjalani teraphy gerak.

"Kalau nenek nanti bisa lari lagi, aku mau ajak nenek naik gunung. Kita cepet-cepetan sampai puncak, siapa yang kalah harus di hukum," kata Shania yang mengajak neneknya ngobrol bersama Sinka disamping tempat tidur.

"Kaya kuat aja pake nantangin nenek naik gunung?!" ucap Sinka.

"Kuat dong, akukan selalu minum susu yang dibuat mama setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Emangnya ka Sinka gak pernah minum susu," balas Shania dengan sombongnya.

"Kaka minum kok, kamu aja yang gak liat."

"Jangan percaya nek, ka Sinka bohong, dia gak pernah minum susu yang dibuat mama tiap pagi, ka Sinka akan selalu cari alasan biar gak minum susunya."

Veranda dan Kinal yang sedang duduk di sofa tersenyum, melihat kedua anaknya itu sedang memperdebatkan masalah susu.

"Kamu banget tuh Nal," kata Veranda memandang Kinal yang ada disampingnya.

"Kenapa jadi bawa-bawa aku?!"

"Iya kamu, Nal. Kamukan gitu, suka nyari alasan buat gak minum susu yang kubuat. Sebelas dua belas kelakuan mimi sama anaknya."

"Loh! Aku minum susunya kok, Ve!"

"Gak pernah aku liat kamu minum susu?!"

"Kamu pernah liat kok Ve waktu itu."

"Gak pernah, Nal."

"Pernah Ve."

"Enggak Kinal."

"Pernah Veranda sayang."

Sinka dan Shania langsung mengarahkan pandangan mereka ke Kinal serta Veranda yang sedang bertengkar karena masalah susu juga. Mereka berdua bingung dan saling menatap, kemudian Sinka Shania tertawa geli. Kinal serta Veranda sadar akan keributan yang sudah mereka buat dan jadi malu sendiri, karena ditertawakan oleh kedua anaknya, lalu Kinal dan Veranda jadi ikut-ikutan tertawa, mama Veranda pun memaksakan senyumnya untuk ikut bergabung dengan ulah mereka semua.

Continue Reading

You'll Also Like

15.7M 990K 35
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
58.2K 5.9K 11
Gadis penyuka hujan yang berusaha membuat seseorang tersenyum dan merubah kehidupan nya agar lebih terlihat hidup. Berada di kesunyian membuat gadis...
20M 2M 55
Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. Kamu, yang terakhir kalinya yang bakal si...