Joifuru High School

By jurimayu14

102K 6.6K 270

Kisah tentang 4 idola cowok semasa SMA dengan para gadis di dekat mereka. *jahhh lolz Cerita ini diikutkan da... More

Kata Pengantar
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14 (Flashback)
15
16
17
18 (Now)
19 (Flashback)
20 (Now)
21
22
23
24
25
26
27 (Now)
28
29
30
31
32
33 (Now)
34 (Flashback)
35 (Now)
36
37 (Now)
38
39
40
41 (Flashback)
42
43 (Now)
44 (Flashback)
45 (Now)
46
48 (Now)
49
50
51 (Now)
52
53 (Now)
54
55
56 (Now)
57 (Flashback)
58 (Flashback cont)
59 (Flashback cont-2)
60 (Flashback cont-3)
61 (Now)

47

1.1K 96 2
By jurimayu14

Istirahat sekolah di hari berikutnya...

Akhirnya Boby, Shania bersama Farish dan Deni kembali berkumpul, walau tidak di home yang sedang dalam proses pengecatan ulang. Setidaknya di ruang klub dance, yang kosong dan tidak dipake saat siang hari cukup aman untuk berbicara serius.

"Jadi, apa yang lo mau omongin?" Tanya Farish yang berdiri di depan Boby dan Shania.

"Soal gw dan Joitus-"

"Cih, akhirnya."

"Yah, berkali-kali gw coba keluar tapi mereka menahannya. Sebagian menganggap gw bukan lagi bagian Joitus, sebagian lagi masih."

"Kalau memang gitu, kenapa gak lo cegah Sinka dan siapapun itu untuk gak share berita gw sama Deva dulu, hah!!" Kesal Farish yang teriak-teriak di depan wajah Boby.

"Gak bisa. Saat kejadian itu, Viny belum megang kendali. Kak Cleo yang mimpin. Dia kejam. Sinka memang yang buat cerita itu. Tapi, bukan dia yang mem-publish-nya. Kami yang junior gak bisa berbuat lebih selain chating dan buat cerita."

"Alesan! Pengurus Joitus muka doang baik-baik. Tapi licik, macam Sinka." Komen Farish.

Shania terlihat kesal, ingin marah namun Boby menahannya.

"Btw, tahu darimana soal Sinka?" Tanya Shania dengan nada malas.

"Kak Naomi yang bilang, dia ngeliat JAP di laptop Sinka." Jawab Deni.

"Tapi kata-kata 'pengurus Joitus bahkan tidak tahu sesama' itu artinya bohong, kan?" Tanya Farish kembali.

"Gak sepenuhnya bohong, karena kita cuma bicara lewat aplikasi group chating Joitus khusus admin, nama juga foto semuanya palsu."

"Tapi, ava kamu Yuko-san! Terlalu mudah ditebak tahu!"

"Tapi itu paling ampuh untuk membuat mereka tidak yakin. Banyak yang gak percaya, itu aku." Jelas Boby.

"Waktu itu kamu tahu soal aku dari Hanna?"

"Iya, dia admin empat, ya? Aku gak kaget sih dia pengurus Joitus. Dia emang suka nyebelin sama aku."

"Berarti harusnya, kamu juga tahu dong soal Ayana?"

"Kenapa sama Ayana?"

"Loh? Dia juga pengurus Joitus. Aku pikir dulu malah cuman Ayana diantara geng kamu yang admin Joitus." Ucap Boby.

"HEH? Si tukang molor itu?!" Kaget Shania.

"Yah tapi dia cuman penonton. Jawab seadanya, kalau nulis typo mulu. Makanya Viny males."

"Jadi berapa admin Joitus? Dan siapa aja? Kita bikin mereka bubar dan kapok!" Kesal Farish.

"Viny, Yovie-" Boby mencoba mengabsen Admin Joitus secara urut.

"Lidya." Tambah Deni kagetkan semuanya, "Dapet dari Kak Naomi, dia selalu berduaan, kan sama Sinka."
"Viny, Yovie, Lidya, Hanna, Frans, Ayana, Sinka, Mario, Dellon, Okta, Gw, dan yang paling berbahaya-" Boby mengabsen dari awal.

"Musuh yang aku ciptain-" Tambah Shania tersenyum miris.

"Michelle?" Tanya Deni.

"Bukan tapi-"

BRAK!!!

Tiba-tiba, pintu ruang klub dance itu dibuka seseorang. Terlihat Deva menghampiri keempatnya.

"Andela." Ucapnya.

~~~

Lagi-lagi, Michelle kembali menyendiri, akhir-akhir ini semenjak liburan usai dirinya menjadi seperti itu. Diam membiarkan dirinya diterpa angin kencang yang begitu menyejukkan sambil memandangi keindahan pemandangan di belakang sekolahnya.

"Sendirian aja, Syel?" Tanya seseorang dari balik punggung Michelle yang sedang duduk di kursi kayu itu.

"Memangnya harus sama siapa lagi?" Tanya balik Michelle pada orang yang perlahan sudah ada di dekat Michelle.
"Hmm. Kenapa akhir-akhir ini jadi melempem? Apa karena rasa itu kembali hadir merasuki hati, lo?" Tanya orang itu lagi, Michelle hanya tertawa sesaat.

"Wah! Wah! Joitus segitu hausnya akan berita kami ya, Ndel?" Tanya Michelle lalu berdiri menghadap, ya pada Andela.

Andela hanya tersenyum. "Yah, begitulah." Andela lalu duduk di kursi kayu yang sebelumnya diduduki Michelle, "Sejak kapan tahu status gw?"

"Hmm. Yah, belum lama, sih." Michelle kembali duduk, duduk di sebelah Andela. "Tapi, itu juga gak penting buat gw. Selama kalian gak mengganggu rencana gw." Michelle tersenyum menatap Andela.

"Hmm, gw akan bantu kalau itu bagus."

"Hah? Lucu juga melihat kalian lebih memilih membantu hal yang menyakiti saudara kalian demi Joitus."

"Saudara? Siapa? Sejak kapan? Dia bukan sepupu gw, gak akan pernah gw anggap dia sepupu gw."

"Hmm. Kalau Kak Ve?" Tanya Michelle masih tersenyum.

Andela terlihat berpikir. "Hmm, dia gak ada urusannya."

"Hmm. Kalau Elaine, gimana?"

Andela langsung menatap Michelle yang entah mengapa tersenyum begitu lebar sambil menaikkan kedua alisnya. Sejenak keheningan terjadi, akhirnya Andela menjawabnya.

"Bukannya sejak awal, lo udah melibatkan Elaine."

Andela hanya menatap lurus pemandangan di depannya.

"Hmm. Yah, benar juga sih. Ahahaha!" Michelle tertawa begitu lepas hingga dirinya terbatuk-batuk menghentikan tawanya.

"Le? Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Andela khawatir, dengan nada bicara seperti dulu, bukan sebagai Andela Joitus, tapi Andela sahabat Michelle.

Andela langsung mendekat pada Michelle.

"Hmm. Gw gak apa-apa. Lo tenang aja."

Michelle tersenyum, tapi wajah Andela tetap terlihat khawatir dan terus memandangi sudut bibir Michelle.

"Kenapa sih, Ndel?"

Barulah Michelle sadar, ada bekas darah di bibirnya itu, saat menyekanya dengan tangan.

"Le, kamu-"

"Lupakan obrolan kita hari ini." Michelle langsung berdiri. "Anggep aja gak ada." Ucap Michelle lalu pergi tinggalkan Andela.

Tanpa diketahui, seseorang yang mereka kenal baik, merekam kejadian dan obrolan keduanya. Seseorang yang merekam dengan tangan gemetar dan keringat dingin mengaliri tubuhnya.

Perasaan itu masih terasa hingga di perjalanan pulangnya. Raut wajahnya terlihat begitu aneh, tidak riang gembira seperti biasanya. Membuat kekasihnya yang sedang memakan es krim sambil berjalan di sampingnya itu kesal sendiri.

"Kenapa sih?" Tanya Gracia menghentikan langkahnya.

Hamids hanya menatapnya datar.

"Ishh!!"

Gracia langsung menariknya untuk duduk di sebuah bangku kayu di taman.

"Makan!"

Gracia menyodorkan es krim yang sedari tadi dimakannya pada Hamids.
"Gak nafsu, babe." Jawab lemas Hamids.

Mendengar itu Gracia punya ide, dengan sengaja menyisahkan es krim di pinggir bibirnya.

"Hmm."

Lalu memperlihatkan hal itu pada Hamids. Tanpa basa-basi Hamids mendekatkan tubuhnya dan...

PLOK!

Gracia menahan muka Hamids dengan tangannya yang kosong.

"Giliran bibir gw nafsu lo!" Gracia menjilat es krim di bibirnya itu. "Wee!!" Ledek Gracia sambil menjulurkan lidahnya.

Hamids hanya menghela nafasnya.

"Kenapa, sih?"

"Hmm. Coba kamu lihat ini." Hamids menyerahkan HPnya. "Gak jelas-jelas banget, sih. Soalnya aku rekam dari jauh."

Gracia pun melihat video yang ditunjukkan Hamids, video berisi percakapan antara Michelle dengan Andela.

"I-Ini kapan??" Tanya Gracia yang masih terkejut.

"Tadi siang, sebelum jam terakhir." Jawab Hamids.

Tanpa mereka sadari, di bangku belakang mereka, duduk disana Elaine yang juga mendengarkan semuanya.

~~~

Seminggu setelah memastikan cat baru di home telah kering. Deva bersama ketiga sahabatnya kembali merapihkan dan mengatur barang-barang di dalamnya. Tiba-tiba HP Deva berdering, terlihat tulisan 'Tante Nju' di layar I-phone miliknya.

"Shania? Ngapain?"

Deva pun mengangkat telepon itu.

"Halo, Shan?"

"Boby ada gak?"

"Yailah dah segitu kangennya. Satu sekolah juga, mending kesini dah bantuin kita lagi beresin home, nih."

"Dih! Ogah ah. Gw lagi di kantin nih, suruh dia kesini dong. Mau mam bareng dia. Kangen."

Jujur Deva merasa geli mendengar nada bicara Shania. Boby di dekat Deva hanya tertawa. Begitu juga dengan Deni.

"Eh, iya Shan. Ve pernah bilang dia ke Joifuru, gak?"

"Kak Ve? Ke Joifuru? Ngapain? Udah ya! Tolong bilangin Boby! Oke! Bye!"

Shania pun mengakhiri percapakan teleponnya.

"Kenapa, Va? Kak Ve ke Joifuru? Kapan?" Tanya Boby.

"Eumm. Waktu itu. Ah. Tapi mungkin cuman perasaan gw aja."

"Ett! Si Farish ngambil kemoceng dimana, sih? Di Bekasi apa? Lama banget." Protes Deni, karena Farish yang tidak kunjung kembali.

Sebenernya pemuda itu sedang menghampiri Elaine dengan perlahan. Yang dilihatnya tertidur sambil menyender di bawah pohon rindang di taman belakang sekolah, dengan buku favoritnya masih ada di tangannya dalam keadaan terbuka. Wajah Elaine tetap terlihat begitu manis walau sedang tidur dengan keadaan seperti itu. Langsung saja Farish memotretnya, namun sepertinya bunyi kamera HP Farish menyadarkan gadis itu dari mimpi indahnya.

"Ehmm?" Perlahan Elaine membuka matanya. "Kak Farish? Ngapain disitu?"

Farish langsung menyembunyikan HPnya.

"Kamu sendiri ngapain disini?" Tanya Farish balik, lalu duduk di sebelah Elaine.

"Tadi lagi baca aja, terus ketiduran. Hehe." Jawab Elaine tersenyum, terlihat begitu menggemaskan.

"Lah? Kenapa gak baca di perpus aja?"

"Kak Farish bilang perpus gak aman buat aku."

"Ya, iya sih. Cuman bukan berarti disini aman juga."

"Terus dimana yang aman? Disini yang aman cuman home, kan?"

"Siapa bilang? Buktinya kemaren home- Ett mampus gw! Kak Farish balik dulu. Bye, Kwek! Jet'aime!" Ucap Farish sambil lari-lari terbirit-birit tinggalkan Elaine dalam keadaan merah merona, yang dikira Farish tidak akan mengerti dengan bahasa Perancis yang diucapkannya itu.

Dari balik jendela ruang kesenian, Michelle memperhatikan semua yang terjadi di bawahnya, termasuk kejadian sesaat antara Farish dan Elaine.

Terlihat senyum tipis yang begitu tulus dari wajah Michelle. Senyum yang tidak pernah terlihat.

Saat Farish pergi, Michelle kembali memperhatikan sebuah kliping yang sedang dipegangnya sedari tadi. Ada tulisan 'kelompok 4' dengan nama Jessica Veranda sebagai ketuanya di halaman terdepan. Michelle membalik satu persatu halaman demi halaman dan berhenti di lembar kedelapan, terdapat sebuah desain baju karangan Veranda disana.

"Kak Ve." Ucap pelan Michelle memanggil nama Veranda.

Veranda yang tidak konsentrasi dengan tugasnya.

Veranda menghela nafasnya, memperhatikan foto dirinya dengan Deva, Boby dan Shania saat berlibur di pantai yang dipajangnya di atas meja belajarnya. Juga fotonya bersama Andela dan Shania dulu. Senyum manis diperlihatkannya.

Tiba-tiba Veranda bangkit ke arah rak bukunya, mengambil buku tahunan SMP miliknya yang sudah lama tidak dibukanya. Membuka dengan cepat ke halaman daftar adik kelas, halaman 148 dimana ada data seseorang, siapa lagi kalau bukan, Michelle.

"Michelle."

Dengan cepat Veranda mengambil HPnya kembali. Sebuah pesan di tulisnya di aplikasi chating. Tak berapa lama, pesan itu diterima oleh gadis yang saat ini masih memandangi desain bajunya dulu saat SMK.

'Mall F, hari ini. Pulang kamu sekolah. Bisa, Dek?'

Michelle tidak membalas pesan itu dan memilih memandangi kembali pemandangan di luar jendela sana. Terlihat Elaine kembali sibuk dengan buku bacaannya.

SREK!

Pintu ruang kesenian itu tiba-tiba digeser, sadarkan Michelle dari lamunannya.

"Michelle? Ngapain ada disini?" Tanya seseorang yang membuka pintu ruang kesenian itu.

Michelle pun berdiri dan berjalan mendekati orang itu.

"Tenang aja, aku cuman melihat-lihat." Ucapnya sambil melatakkan kembali kliping yang sedari tadi dipegangnya. "Permisi, Viny Senpai." Ucap Michelle membungkuk hormat pada Viny lalu pergi tinggalkan mantan wakil ketua OSIS itu sendiri.

Viny hanya diam melihat ke arah kliping yang diletakkan Michelle barusan.

~~~

Jam pulang sekolah tiba. Lagi, sendirian Michelle berjalan ke sebuah Mall, tidak seperti biasanya, biasanya dia akan mengajak Gracia paling tidak untuk menemaninya.

"Baju disini, bagus-bagus." Ucap Michelle sambil melihat sebuah baju di toko pakaian. "Seandainya dulu tidak terjadi hal itu, mungkinkah kita bisa jalan-jalan bersama, Kak Ve?" Tanya Michelle, lalu membalik badannya.

Namun betapa terkejutnya ketika yang dilihatnya bukanlah Veranda, melainkan sang adik.

"Kak Shania??"

Wajah Michelle terlihat pucat dan takut seperti dulu, namun dengan cepat Michelle mengatur nafas juga ekspresinya.

"Michelle." Panggil pelan Shania.

"Dimana Kak Ve? Kenapa Kak Shania yang ada disini?"

"Kita bicara di tempat lain, ya?" Ajak Shania, dengan waspada Michelle melihat-lihat sekitar.

Tidak ada yang mencurigakan, kecuali ternyata sosok Veranda yang memang seharusnya bertemu dengannya. Sedang mengintip atau mengawasi, entahlah. Yang pasti Michelle menganggap Veranda yang merencanakan semua ini, agar dirinya bertemu dengan Shania. Membuatnya kecewa.

Shania mengajak Michelle ke sebuah coffee shop. Saat mereka duduk di salah satu meja, seorang pelayan langsung memberikan dua gelas minuman berisi kopi. Sepertinya Shania sudah memesankannya lebih dahulu.

"Minum, Dek." Ucap Shania pada Michelle yang hanya tersenyum tipis.

"Gak usah, Kak. Makasih." Jawab Michelle menolak, bukan karena Shania yang membelikannya, tapi karena hal lain.

Ditolak seperti itu rasanya emosi Shania meningkat, namun dia menahannya agar hubungan mereka membaik, demi semuanya.

"Apa mau yang lain?"

"Gak usah, Senpai." Nada bicara Michelle berubah dan ada penekanan pada kata 'Senpai'. "Apa yang mau Kak Shania omongin sama aku?"

Tiba-tiba Shania sedikit membungkukkan kepalanya. "Kak Shania minta maaf atas yang terjadi dulu. Kak Shania tahu apa yang Kak Shania lakuin dulu gak akan segampang itu untuk dimaafkan. Tapi, Kak Shania mohon, hentikan semua ini. Berhenti melibatkan mereka yang tidak ada hubungannya dengan masalah kita."

"Hmm? Contohnya?"

"Kayak Farish, Elaine dan Boby."

"Sejujurnya aku tidak ingin melibatkan mereka, hanya saja mereka jadi terlibat. Dan itu bukan salahku. Apa Kak Shania gak ngaca?" Shania hanya diam. "Hmm. Baiklah aku maafin." Shania langsung menatap Michelle dengan kagetnya. "Tapi, semuanya udah terlambat dan bukan lagi aku yang harusnya Kak Shania temuin."

Michelle pun pergi tinggalkan Shania seorang diri. Michelle terus berjalan, menghampiri Veranda yang masih mengintip mereka.

"Kak Ve, gak seharusnya Kak Ve ngelakuin ini." Ucap Michelle tanpa menatap wajah Veranda.

"Kak Ve cuman-"

"Aku sama sekali gak punya masalah dengan Kak Ve. Tapi, dua kali Kak. Dua kali! Maksud Kak Ve apa?" Veranda hanya diam. "Pertama, aku ngajak Kak Ve ketemu di Joifuru. Dan yang datang? Deva Oppa. Sekarang, Kak Ve ngajak ketemuan disini. Dan siapa yang datang? Kak Shania! Maksud Kak Ve apa?"

"Kak Ve gak punya maksud apa-apa, Dek. Kak Ve-" Michelle hanya diam sambil menatap sinis Veranda. "Oke Kak Ve mengakui. Soal pertemuan kita ini Kak Ve yang meminta Shania menggantikan. Tapi soal sebelumnya, Kak Ve gak tahu." Michelle masih diam "Michelle, dengerin Kak Ve. Kak Ve cuman ingin kalian berbaikan. Kak Ve-"

"Baiklah aku ngerti. Tapi maaf, aku tetep kecewa sama Kak Ve."

"Michelle, tunggu!"

Saat ingin tinggalkan Veranda, tubuh Michelle kehilangan keseimbangannya, membuat Veranda khawatir.

"Michelle? Kamu gak apa-apa?"

"Aku gak apa-apa."

Michelle menangkis tangan Veranda yang ingin membantunya.

"Dibanding mengkhawatirkan aku, lebih baik Kak Ve khawatirkan adik Kak Ve itu. Penyebab semua ini terjadi."

Michelle pun pergi menuju mersi hitam miliknya yang selama ini menunggu.

"Michelle, tunggu! Kak Ve-" Panggil Veranda percuma.

Karena mobil itu telah melaju tinggalkan keramaian mall.

~~~

Ujian Tengah Semester kembali berlangsung. Boby dan Deni 'selamat' dari Andela dan Gracia yang ternyata satu ruangan dengan Shania. Sementara Elaine dan Michelle, kembali satu ruangan dengan cowok yang 'terlibat' dengan mereka.

Bel tanda pulang di hari ujian terakhir telah berbunyi. Dalam diamnya, Michelle melewati meja Deva. Namun dengan cepatnya Deva menahan tangan Michelle, membuat gadis itu berhenti tepat di depan mejanya.

"Michelle, O-"

"Kak Sinka ngeliatin, tuh. Lebih baik lepasin." Ucap Michelle sambil melirik ke arah Sinka yang masih ada di dalam kelas, sedang duduk dan mengobrol dengan temannya.

Saat pegangan tangan Deva melemah, Michelle kembali lanjutkan perjalanannya. Namun, lagi-lagi Deva menarik bahu Michelle dan membalikkan tubuhnya agar menatapnya.

"Op-"

"Mau Oppa apa? Berhenti? Maafin Kak Shania? Udah kok. Jadi gak usah ganggu aku lagi!"

Tangan Deva yang masih ada di bahunya itu, dicengkeram dan dilepaskan secara paksa oleh Michelle. Deva hanya bisa diam menatap kepergiannya itu, hingga Sinka yang sudah berdiri di dekatnya malah bernyanyi menyindirnya. Sebuah lagu, yang Deva rasa tidak tepat.

"Disaat kumerindu. Gelisahku melulu. Makanpun ku tak nafsu. Teringat kamu."

Sinka tersenyum girang sebelum tinggalkan Deva yang terlihat malas dengannya.

Sementara itu, Farish dan Elaine sedang bercanda seperti biasanya di ruang ujian mereka, serasa ruangan itu hanya milik mereka berdua.

"Nanti minggu, jalan yuk! Kwek."

"Jalan?"

"Ahh! Jangan mikir yang aneh-aneh. Kita-"

Tiba-tiba Farish mendekatkan wajahnya dan berbisik pada Elaine.

"Main aikatsu bareng."

"Boleh! Siapa takut!" Elaine tersenyum girang.

"Hmm. Kali ini Kak Farish gak akan kalah. Ah! Ya, ampun. Kak Farish ada janji sama Deni. Duluan, ya."

Farish mengusap lembut kepala Elaine, sebelum berlari dengan cepatnya. Sambil memainkan HPnya untuk menghubungi Deni, Farish berjalan tidak lihat-lihat sekitar. Termasuk di depannya, ada seseorang yang berjalan ke arahnya.

"Jangan deketin Elaine gw!" Bisik orang itu pelan.

Saat Farish menyadari dan melihat ke belakangnya, hanya ada sosok seorang gadis berambut panjang yang perlahan hilang karena masuk ke dalam ruang ujian Farish. Farish pun mengabaikan dan tidak memperdulikannya. Terlebih dia juga tidak yakin dengan apa yang di dengarnya.

Waktu berlalu lebih cepat dari hari di kalender, UTS telah berakhir. Tanpa terasa tidak sampai 2 bulan lagi Deva dan yang lainnya akan lulus.

"Hwaa! Keren juga!!" Teriak Deni girang. "Coba dari dulu home kita hias kaya gini ya!" Tambahnya, setelah keempat sekawan itu kelar 'memperbaiki' dan membersihkan home.

"Yah, keren sih. Tapi nanggung juga bentar lagi kita lulus." Ucap Farish.

"Ahh! Iya, yah." Deni memukul jidatnya sendiri. "Ya ampun, terus nasib nih ruangan gimana??" Tanya Deni seperti baru menyadarinya.

"Yah, kalaupun home di kasih ke orang- Tapi siapa? Mana ada yang setenar dan sekeren kita. Iya, gak?" Ucap Farish kembali, Boby diam tak berkomentar.

"Ada, lima orang." Jawab pelan Deva sambil memperhatikan kunci home miliknya di tangannya sedari tadi.

~~~

Waktu pulang sekolah tiba, seperti biasa keempat sekawan itu pulang bersama. Terlihat ada sebuah berita di papan pengumuman Joifuru, lobby utama sekolah itupun langsung ramai oleh para murid yang terlihat penasaran.

"Ada apaan tuh rame-rame?" Tanya Deni.

"Pengumuman ujian kali?" Jawab Farish ragu.

Keempatnyapun mencoba mendekat dan yang mereka lihat bukanlah pengumuman ujian atau berita sekolah, melainkan hal lain.

"I-Ini?!" Kaget Deva.

Sontak semua mata tertuju padanya dan juga Michelle yang baru tiba bersama Elaine dan GreMids couple disana.

"Wah! Ada apaan nih rame-rame?" Tanya Jeje yang datang bersama Gaby juga Shania.

Langsung saja Shania juga jadi perhatian kawan-kawannya saat mereka juga melihat berita yang ditempel di mading. Apa lagi kalau bukan masa lalu Deva dengan Michelle yang melibatkan dirinya juga.

"Wah! Wah! Bawa-bawa Joitus. Kerjaan siapa, tuh?" Tanya Sinka dari kejauhan.

Viny di dekatnya diam berpikir dan mengamati.

"Bukan lo kan, Sin?" Tanya Lidya pada Sinka.

"Lah? Gak lah! Gw udah gak ada urusan lagi sama mereka." Jawab Sinka, sambil memakan lolipopnya.

"Vin, itu- Eh, Vin mau kemana?" Panggil Yovie panik melihat Viny pergi.

"Semuanya bubar!!" Teriak Viny tiba-tiba, alihkan perhatian mereka semua.

Matanya dengan mata Deva sempat bertemu.

"Ini bukan hal yang seharusnya kalian ributkan dan permasalahkan, semua ini tidak penting dan tidak ada hubungannya dengan kalian! Terutama kalian anak kelas tiga, lebih baik kalian pikirkan ujian kelulusan kalian! Jadi sekarang cepat pergi dari sini dan pulang. BUBAR!!" Teriak Viny tegas, bubarkan semua murid-murid Joifuru yang berkumpul disana, sisahkan para pemeran utama.

Suasana sempat hening, Viny menatap Deva dan Michelle bergantian.

"Benar tidaknya ini. Lebih baik cepat kalian bersihkan." Ucap Viny pada Deva dan Michelle lalu pergi bersama Yovie, Sinka dan Lidya.

"Ck, Kak Viny." Kesal seseorang dari atas sana, yang sedari tadi hanya memperhatikan semuanya.

Michelle pun mendekati papan pengumuman itu. Terlihat Gracia, Hamids dan Deni sedang mencopoti kertas-kertas yang menempel disana.

"Kalau emang ini-"

"Apa Oppa pikir aku akan membongkar aib sendiri? Jangan bercanda." Potong Michelle. "Ini jelas perbuatannya." Michelle menatap Shania. "Lebih baik kita pulang." Michelle menarik lengan Elaine. "Gracia! Hamids! Ayo! Biarin aja!!" Teriak Michelle.

Setelah membungkuk-bungkuk sebagai tanda maaf karena tidak enak, terutama pada idola mereka, GreMids couple pergi menyusul Michelle.

"Elaine, tunggu!!" Teriak Farish percuma. "Kenapa dibiarin? Va?!"

Deva hanya diam, tidak menjawab, masih memandangi berita masa lalunya itu...

Continue Reading

You'll Also Like

826K 58.7K 58
[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang...
13.8K 1K 13
Kini, Elaine menjadi ketua Majijo. Sementara itu Andela merupakan ketua Yabakune. Sekolah yang masih menjadi rival Majijo. Akankah kisah kasih dan se...
376K 24.3K 45
Hidup Naomi awalnya baik-baik saja namun semua berubah ketika sang Papa mengenalkan calon Mama barunya. Banyak pertentangan yang dialami diumurnya ya...
27.3K 1.3K 18
Majisuka Gakuen adalah sebuah drama dari AKB48 , mungkin udah pada tau tentang drama dan sekarang saya mencoba membuat drama itu ke versi JKT48 .. Mu...