54

1.1K 99 9
                                    

Liburan telah usai, kini Deva dan ketiga sahabatnya telah lulus dari Joifuru. Andela, Gracia dan Hamids sudah menjadi senior di sekolah mereka. Sayangnya, Michelle dan Elaine harus tinggal kelas karena keduanya sama-sama tidak mengikuti ujian kenaikan kelas.

Semester baru dimulai, kali ini Michelle yang memberi sambutan di upacara penyambutan murid baru. Pidato penyambutan itu selesai, terlihat Nabilah, sepupu Viny begitu girang menjadi murid baru di Joifuru.

“Kak Michelle!!” Teriak Nabilah menghampiri Michelle dan lainnya saat selesai upacara.

“Nabilah? Bener?” Tanya Michelle.

“Bener! Kok tahu?”

“Deva Oppa pernah cerita. Sepupunya Kak Viny?”

“Bener!! Ahh, kalau gitu langsung aja. Mau minta foto, yak!!” Nabilah meminta dengan mata berbinar.

Michelle dan keempat sahabatnya hanya saling pandang.

“Kak ganteng! Potoin, yak!” Nabilah memberikan HPnya pada Hamids.

Dengan tatapan bingung keempat gadis itu menuruti permintaan adik kelas mereka. Hamids yang lagi-lagi menjadi tukang foto, mengambil beberapa gambar kelima gadis itu bersama. Mulai dari gaya yang normal, tidak jelas sampai tidak jelas banget.

“Makasih kakak-kakak!!” Nabilah membungkuk hormat. “Aku duluan. Salam buat Kak Deva, yak!” Nabilah tersenyum sebelum pergi dengan riang gembiranya.

“Heboh banget, et dah!” Komen Hamids.

“Sekarang, kita kemana?” Tanya Gracia.

“Ke home. Sepertinya udah ada yang lama nunggu.” Ucap Michelle sambil tersenyum.

Saat kelimanya tiba di home, terlihat disana sosok Farish, Shania juga Deva. Ketiganya terlihat berdiri menunggu di depan home.

“Akhirnya! Aduh! Lupa kita udah gak bisa sembarangan main masuk ke home.” Ucap Farish sambil langsung menghampiri Elaine yang masih dibantu tongkat untuk berjalan.

“Kak Shania sendirian aja? Kak Boby dimana?” Tanya Hamids.

“Udah ke Bandung, aku ditinggal.”

“Kalau Kak Deni?” Tanya Gracia kali ini.

“Pulkam. Kuliah di Bali. Patah hati ditolak mulu sama Kak Naomi. Hahaha.” Ledek Farish yang kembali dapet cubitan dari Elaine. “Aw! Aduh, Kwek!”

“Jadi, akhirnya Kak Boby kuliah sendiri di Bandung?” Tanya Michelle menghampiri Deva yang diam daritadi.

“Tadinya, kita semua hampir ninggalin kalian para gadis di Jakarta sama seorang Hamids.”

Deva memandang Hamids yang kaget dan wajah cengonya kembali terlihat itu.

“Tapi, Boby ngelarang aku. Dan nyuruh aku tetep di Jakarta untuk jagain kamu dari dekat.”

“Jarak Jakarta dan Bandung itu gak jauh. Aku gak apa-apa, kali.” Jawab Michelle.

“Yakin gak apa-apa? Kalau Deva diembat gadis Bandung gimana?”

Lagi, Elaine mencubit tangan Farish.

“Aw! Kwek!!”

“Udah ah, ngapain sih ngumpul dan ngobrol di depan gini.”

Elaine merangkul tangan Andela tiba-tiba.

“Ndel, bukain pintu home-nya.” Pinta Elaine dengan manjanya.

“Iya, Kwekku. Apasih yang gak buat kamu.” Ucap Andela lalu membuka pintu home dengan kunci pemberian Boby terdahulu.

Satu persatu mereka masuk ke dalam home.

“Kamu kok manjanya sama Andela, sih!” Protes Farish.

“Biarin ah! Habisnya aku males sama Kak Farish. Wee.” Ledek Elaine sambil menjulurkan lidahnya.

“Dih gitu. Awas, ya! Nanti kartu Aikatsu kamu aku ambilin.”

“Ciee yang bisanya cuman ngambil karena kalah kalau main lawan aku.”  
“Aduh. Aduh! Ini dua bebek! Gw kandangin juga, nih!” Protes Shania. “Udah jangan mesra-mesraan, ah. Bikin gw mupeng tahu.” Tambah Shania dengan wajah sedih.  

“Siapa yang mesra-mesraan?!” Teriak Farish dan Elaine bersamaan.  

“Lebih parah dari GreMis couple.” Komen Andela kali ini.  

Gracia dan Hamids benar-benar menjadi penonton, seperti biasa keduanya memainkan kamera mereka masing-masing.

Sementara itu, Deva dan Michelle yang masih ada di depan home, hanya diam dan menggeleng-gelengkan kepala mereka melihat itu.  
“Makasih, Deva Oppa.” Deva langsung menatap Michelle. “Untuk segalanya.” Ucap Michelle masih memperhatikan keramain di dalam home.  

“Apa kamu seneng sekarang?”  

“Oppa bercanda. Gak mungkin aku gak seneng. Tapi, aku berharap kebahagian aku gak datang dengan jalan seperti ini.” Jawab Michelle dengan nada sedih.  

“Tuhan, punya jalannya sendiri untuk memberikan kebahagian pada umat-Nya. Mungkin, inilah jalan yang terbaik untuk kita semua.”  

“Apa, Oppa gak sedih?”  

“Kamu bercanda. Tapi, haruskah Oppa terus-terusan larut dalam kesedihan itu? Jawabannya, gak. Lagian, masih banyak yang harus aku jaga.” Deva memegang wajah Michelle dengan kedua tangannya. “Kamu dan juga mereka.” Keduanya saling tersenyum. “Udah ah. Yuk, masuk.”  

Saat Deva dan Michelle berbalik menghadap home, terlihat mereka yang ada di dalam home hanya diam memperhatikan Deva dan Michelle. Sementara, Gracia dan Hamids terlihat sudah siap dengan kamera mereka masing-masing seperti orang yang akan mengambil foto.

“Ngapain?” Tanya Deva heran.  

“Yah, kok gak ciuman?” Tanya Hamids kecewa.  

“Ngaco! Ini masih di sekolah. Lagian, emangnya kalian gak takut.” Deva melirik semuanya.  

“Oh iya! Duh, Ibu ketos maaf ya!” Ucap Farish.  

“Apa sih, Kak Farish.”  

“Serem ya sekarang yang di home. Lebih serem daripada dulu. Dulu mah yang serem Boby sama Deva doang. Sekarang mah isinya ketos, ketua sama wakil ketua ekskul, peringkat satu dan ini nih yang paling ngeri.” Farish melirik Andela. “Ketua Joitus.”  
“Udah ah, ngapain bahas gituan. Oh iya, Syel.” Elaine menatap pada Michelle. “Tadi, kita semua nih ngerencanain ngumpul sore nanti.”  

“Yaudah. Lalu? Kenapa? Mau di rumah gw?”  

“Hehehe. Sorry ya, Syel. Lagi gak ada yang bisa soalnya.” Ucap Gracia yang banyak diam sedari tadi.  

“Yaelah. Gak masalah kok. Lanjut aja, sih.”

“Boleh nih, Syel?” Tanya Gracia.

“Iya.”

“Serius boleh?” Sekali lagi Gracia bertanya.

“Aduh. Gracia. Kaya sama siapa aja. Kapan sih Michelle bercanda.”

Mereka semua terlihat girang.

“Oppa.”

“Iya, Dek?”

“Jangan lupa ajak Kak Naomi.”

“Ah iya, tenang aja.” Jawab Deva sambil tersenyum begitu manis pada Michelle.

Mereka berdelapan kembali melanjutkan obrolan mereka hingga bel masuk Joifuru yang belum berubah, bubarkan mereka.

Joifuru High SchoolWhere stories live. Discover now