58 (Flashback cont)

1.1K 97 6
                                    

Sambil berlari mengikuti dokter dan suster yang membawa Elaine dan Michelle ke Unit Gawat Darurat, Farish, Deva dan yang lainnya digandrungi perasaan cemas dan takut. Pikiran yang macam-macam dan perasaan campur aduk merasuki mereka. Takut, takut terjadi hal buruk menimpa kedunya. Ketakutan akan 'ditinggalkan' lagi sangat menghantui Farish bahkan bagi Deva. Farish bahkan lupa dengan luka tusuk yang diterimanya.

"Biarkan kami melakukan tugas kami!" Perintah seorang dokter kepala bernama Ade, menghalangi Farish, Deva dan yang lainnya saat ingin juga masuk ke dalam ruang UGD. "Nak Farish apa ingin lukanya-"

"Gak usah, Dok! Saya gak apa-apa, asal Elaine selamat."

"Kalau begitu tunggu disini"

"Ta-tapi, Dok?!"

Farish ingin protes, namun tiba-tiba tubuhnya ditarik dan ditahan oleh Deni, begitu juga dengan tubuh Deva yang ditahan Hamids.

"Mohon maaf, Dok. Silahkan bekerja, tolong selamatkan kedua sahabat kami." Ucap Boby membungkuk ke arah sang dokter kepala.

Dokter Ade balas membungkuk lalu masuk ke dalam. Pintupun ditutup.

"Lepasin gw, Nob!" Farish mendorong tubuh Deni.

Mereka semuapun menunggu di depan ruangan.

Waktu terus berlalu para dokter dan para suster masih belum keluar memberi kabar. Kedua orang tua Elaine bahkan sudah ada bersama mereka, tapi tidak dengan ayah Michelle.

"Geez! Berhenti mondar-mandir Farish! Lo bikin gw pusing!" Teriak Deva pada Farish yang sedang mondar-mandir tidak tenang di depan mereka semua.

"Lo pikir karena siapa semua ini terjadi?! Kalau dulu lo sama Michelle-" Teriak Farish balik.

Sontak Deva berdiri menghampirinya.

"Kalau sampe kenapa-kenapa dengan Elaine, gw gak akan maafin lo dan Michelle!!"

"Lo pikir Elaine doang yang di dalem?! Michelle juga!!" Balas Deva berteriak.

"Cukup! Berantem gak akan nyelesein semuanya! Farish! Deva!" Teriak Boby sambil menengahi keduanya.

Veranda yang duduk di sebelah Deva, kembali menenangkan pacarnya yang dibalut emosi itu.

"Ini juga kemana sih ayahnya Michelle?" Deva terus berusaha menghubungi ayah Michelle, yang semua orang tau ayah Michelle pebisnis yang super sibuk. Begitu susah dihubungi.

"Kalau sampe Michelle sama Elaine..." Andela yang duduk di sebelah Veranda terus menangis, tidak bisa menahan air matanya.

Veranda benar-benar merasa dirinya ada di posisi yang sulit. Harus menenangkan Deva dan Andela secara bersamaan, untung saja ada Boby, setidaknya dia bisa menitipkan Shania pada pemuda itu.

Akhirnya sang dokter kepala keluar, dari luar kita masih bisa dengan jelas mendengar suara-suara kegiatan dokter lain dan suster yang mengurus Elaine dan Michelle.

Dua sahabat yang berbaring bersebalahan sementara untuk sama-sama berjuang melanjutkan hidup mereka. Mungkin tubuh mereka berbaring tak sadarkan diri, tapi pikiran dan jiwa mereka saling menyatu.

"Piknik sih di taman gitu. Ini di rumah Michelle." Protes Andela, saat ini ketiganya sedang piknik, di halaman rumah Michelle yang luas dan menyejukkan.

"Yah, abis tamannya penuh, sih." Ucap Elaine sambil menyiapkan berbagai barang, "Daripada batal, mending kita disini. Gak apa-apa kan, Syel?"

Michelle tersenyum lebar.

"Aduh kebelet! Syel numpang pipis."

Michelle dan Elaine hanya tertawa melihat Andela yang lari terbirit-birit itu.

Joifuru High SchoolWhere stories live. Discover now