Pencuri Hati

By PipiMochi

409K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 More

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 10
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 19
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 25
Pencuri Hati 26
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Pencuri Hati 51
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 11

11.3K 468 27
By PipiMochi

Hingga detik ini Kinal dan Veranda sudah hidup bersama dalam kurun waktu 5 tahun lamanya.

Mereka hidup bahagia di negeri kincir angin, Belanda. Entah mengapa Kinal memilih hidup dan menetap di negeri itu, mungkin dia ingin menghindar dari masyarakat Indonesia yang masih tabu dengan hubungannya bersama Veranda, hingga Kinal menjauh dari tanah kelahirannya sendiri.

Kinal melebarkan sayap Jarum Group sampai ke Belanda, perusahaan yang dipegangnya di negara itu pun perlahan berkembang.

Sedangkan Jarum Group yang ada di Indonesia dia serahkan dibawah kepemimpinan Brandon dan Nabilah, sepasang suami istri itu mampu membuat Jarum Group semakin punya nama di Asia.

Brandon menikahi Nabilah setelah adik Kinal satu-satunya itu lulus kuliah. Mereka berdua jatuh cinta sepulangnya dari Belanda, saat menghadiri acara Kinal dan Veranda.

Sejak itu Brandon melakukan pendekatan yang gencar terhadap Nabilah.

Awalnya Nabilah menolak mentah-mentah cinta Brandon, tapi karena Brandon berguru pada Kinal bagaimana cara menaklukan adik tersayangnya itu, jadilah sekarang Nabilah sebagai seorang nyonya Brandon.

Dan kini Nabilah tengah hamil anak pertama mereka.

Sedangkan Kinal dan Veranda, mereka berdua sudah dikaruniai satu orang anak perempuan yang cantik dan lucu, tak kalah cantik dengan mereka berdua, yang pasti buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Kebahagian Kinal dan Veranda bertambah lagi, karena saat ini Veranda tengah hamil anak kedua mereka.

Flashback ON
Veranda POV

Keringnya kerongkonganku, tiba-tiba saja aku terbangun dari tidur lelap malam ini, seperti habis berlari dalam mimpi saja, aku memanjangkan tangan untuk meraih gelas yang berisi air putih di meja samping tempat tidur, 'kenapa gelasnya kosong? Pasti ini kelakuan si gendut, selalu saja menghabiskan air minumku' gumamku dalam hati sambil melihat ke Kinal yang sedang tidur pulas disamping.

Akhirnya aku beranjak dari tempat tidur, berjalan keluar kamar untuk mengambil segelas air putih.

Setelah sampai di dapur, aku menuangkan air putih dari dispenser ke gelas yang kupegang di tangan kiri ini, lalu aku meminumnya sampai habis.

Setelah itu aku mengisi gelas kosongku dengan air putih kembali, kemudian kubawa kedalam kamar untuk persedian jikalau nanti terbangun dan merasa haus.

Kulangkahkan kaki menuju kamar, karena kamarku terletak disamping kamar kedua orang tua Kinal, maka aku terhenti sejenak ketika mendengar kedua orang tua Kinal sedang bicara didalam.

"Pah, siapa nantinya yang akan meneruskan Jarum Group dimasa yang akan datang?" tanya mamanya Kinal.

"Sudah pasti keturunan Kinal dong, mah. Anak-anak Kinal nanti yang akan mewarisi Jarum Group kelak," jawab papa Kinal.

"Tapi, pah. Kinal gak mungkin punya keturunan dengan Ve, kalau pun mereka akan punya keturunan itu pasti anak adopsi, gak ada hubungan darah dengan keluarga Hartono."

Papanya Kinal menghela nafas panjang yang berat dan langsung ia hembuskan. Lalu berkata, "papa tau itu, mah. Tapi papa juga gak mau kalau kelak Jarum Group dipimpin orang lain yang tak ada hubungan darah dengan kita, karena hanya keturunan keluarga Hartonolah yang berhak meneruskan Jarum Group."

Aku terdiam mendengar percakapan papa dan mama Kinal didepan pintu kamar mereka, karena tidak sopan menguping pembicaraan orang tua secara diam-diam. Akhirnya aku berjalan meninggalkan depan kamar papa mama Kinal untuk masuk kedalam kamarku sendiri.

Sekarang aku sudah ada didalam kamar, aku meletakkan gelas yang terisi air ke meja samping tempat tidur.

Kemudian aku kembali membaringkan tubuh ini. Aku termenung sambil menatap langit-langit kamar, memikirkan tentang apa yang baru saja kudengar, keluarganya Kinal menginginkan keturunan darinya untuk meneruskan Jarum Group kelak, mereka menginginkan yang sedarah, dan bukan hasil anak adopsi.

Tapi bagaimana bisa aku memberikan keturunan untuk Kinal? Sedangkan kita berdua sama-sama perempuan. Lagi pula belum ada sejarahnya kalau perempuan bisa menghamili perempuan lainnya.

Kepalaku dibuat pusing akan hal ini, apa yang mesti kuperbuat sekarang?

Aku menolehkan kepala ke samping kanan, melihat Kinal yang sedang tidur. Pulas sekali tidurnya si gendut, kubuat posisi tubuh jadi miring ke kanan menghadap kearahnya, kupegang pipi Kinal dengan lembut kemudian kuusap dengan ibu jari, "Kinal sayang, bisakah aku hamil denganmu?" ucapku pelan.

Aku tidak tega membangunkannya, wajah Kinal terlihat lelah setelah seharian bekerja di kantor, membuatnya lelap dan mengeluarkan suara dengkuran yang cukup besar tapi tidak terlalu kencang.

Setelah itu aku melingkarkan tangan ke tubuh Kinal, menjadikan ia sebagai guling sekaligus selimut penghangat tubuhku malam ini.

Aku harap ketika bangun besok, aku sudah menemukan jalan keluar atas masalah yang kuhadapi.
.
.

"Ve, baju tidur kesayanganku jangan lupa dimasukin ke koper. Aku gak mau sampai itu ketinggalan, nanti aku gak bisa tidur kalau gak pake baju itu," ucap Kinal yang sedang merapihkan dirinya didepan cermin.

"Iya, aku tau!" jawabku singkat.

Hari ini aku dan Kinal berencana kembali ke Belanda setelah dua pekan berada di Indonesia untuk menghadiri acara pernikahan Brandon dan juga Nabilah.

Setelah semua perlengkapan kami berdua masuk ke dalam koper, aku dan Kinal keluar dari kamar untuk pamit ke kedua orang tuanya.

Kedua orang tua Kinal dan sepasang pengantin baru Brandon serta Nabilah sudah menunggu kami berdua di ruang keluarga.

"Pah mah, Kinal sama Ve pulang dulu ya. Jaga kesehatan dan jangan terlalu banyak pikiran, serahkan semua ke Kinal. Pokoknya kalian berdua gak boleh sakit karena memikirkan hal yang gak penting," ucap Kinal pada kedua orang tuanya, Kinal mencium tangan papa dan mamanya, tak lupa sebuah pelukan hangat Kinal berikan ke mereka sebagai salam perpisahan.

"Kamu juga jaga kesehatan, kalau ada apa-apa lekas kabarin papa mamamu di sini," kata papa.

Kinal tersenyum mendengar wejangan dari papanya itu.

"Ve, mama mohon tolong jaga Kinal ya. Jangan sampai dia telat makan karena keasyikan kerja, nanti maagnya kambuh," mamanya Kinal mengingatkanku.

Aku tersenyum padanya dan memeluk mama kemudian mencium pipi kanan juga kiri dia.

"Baik, mah. Ve selalu ingat pesan mama, pokoknya nanti kalau kita berkunjung lagi kesini. Ve pastikan Kinal bertambah gemuk dari yang sekarang," ucapku.

Setelah itu aku beralih ke papa untuk mencium tangannya.

Papa, mama, Nabilah dan Brandon tertawa geli mendengar ucapanku. Tapi tidak dengan Kinal, dia malah memasang muka kesal yang diarahkan padaku. Aku sih senyum-senyum saja melihat dia seperti itu.

Setelah aku dan Kinal pamit dengan papa mama, kami segera berangkat ke bandara, diantar pengantin baru, Brandon Nabilah.

Sepanjang perjalanan ke bandara kami berempat bersanda gurau. Kinal selalu berhasil membuat Nabilah jadi kikuk didepan Brandon dengan membuka semua kartu kejelekannya.

"Wah... Kok gue baru tau sih, Nal. Kenapa lo gak bilang waktu itu?" seru Brandon yang sedang menyetir mobil.

Kinal mengatakan kalau Nabilah itu orangnya ceroboh, grasak-grusuk nggak bisa diam, kayak cacing kepanasan.

Apa saja yang dilakukan Nabilah nantinya pasti berakhir dengan keributan kecil.

"Tenang aja, Don. Tapi gitu-gitu adek gue yang cantik itu sifatnya penyayang abis, lo gak rugi ngawinin dia deh pokoknya, gue jamin seribu persen," Kinal dengan bangga menyanjung adik semata wayangnya.

"Cieilah, kaka gue manis bener da'ah kate-katenye," celetuk Nabilah.

"Dek, inget udah merit. Nyablaknya dikurangin dikit," ucapku cepat.

"Maap, ka Pe. Udah kebiasaan, bawaan orok inih," balasnya.

Kami semua tertawa mendengar Nabilah yang bicaranya masih sangat kental dengan logat betawi, padahal dalam keluarga Kinal tidak ada yang nyablak seperti dia.

Apa jangan-jangan waktu di rumah sakit dulu ketika dia lahir tertukar dengan bayi orang betawi?

Sepertinya sih itu kecil kemungkinannya, karena mau dilihat dari sisi mana pun Nabilah sangat mirip dengan Kinal. Hidung, mata, bibir, semua begitu jelas terlihat dari wajahnya. Cuma cara bicaranya saja yang terbawa ke logat betawi, mungkin karena pergaulan teman-teman dia.

Kini aku sudah sampai di bandara, aku mengucapkan salam perpisahan pada Nabilah dan Brandon, tak lupa pelukan hangat sebagai salam perpisahan ke Nabilah disertai dengan cium pipi kanan dan kirinya.

"Jagain adek gue ya. Jangan sampai lecet, kalau lecet lo berurusan sama gue," ucap Kinal sambil memeluk Brandon cepat.

"Lo kira bini gue mobil, pake lecet segala! Tenang aja bos, dia bakalan gue jagain sesuai pesen lo," kata Brandon tersenyum.

Sedangkan orang yang lagi dibicarakan terlihat senang dan senyum-senyum sendiri kala kakanya selalu memperlihatkan ke semua orang kalau dia sangat menyayangi adiknya sendiri.

"Dek, jaga papa mama selama gue jauh di sana, kabarin gue apa pun yang menyangkut tentang mereka, lo harus jadi pasangan yang baik buat Brandon, jangan bawel-bawel lagi kalau bisa," Kinal sambil berucap dan memeluk Nabilah. Kemudian Kinal mencium kening Nabilah sangat lama, setelah itu dia mengacak-acak rambut Nabilah dengan tangan kanannya, menganggap Nabilah anak umur 10 tahun.

Aku melihat Nabilah meneteskan air mata, mungkin dia berat ditinggal jauh oleh Kinal, karena selama di Belanda kami berhubungan dengan keluarga yang ada di Indoensia hanya lewat video call dan telepon saja kalau lagi kangen, termasuk dengan kedua orang tuaku.

Aku dan Kinal akhirnya jalan meninggalkan mereka berdua, ketika aku dan Kinal sudah ada didepan petugas boarding, tiba-tiba Nabilah memeluk Kinal dari belakang sambil menangis sesegukan.

"Kak, kapan lo balik?" ucap Nabilah yang menangis di punggung Kinal.

"Secepatnya," jawab Kinal. Kemudian dia membalikan badan untuk memeluk Nabilah.

"Nape lo kagak tinggal dimari aje sih, kak? Sama kita."

"Maunya gitu, dek. Tapi lo tau kan Indonesia berpegang teguh dengan adat timurnya yang kental, serta norma masyarakatnya yang kuat," Kinal melepas pelukannya, dia menghapus air mata Nabilah yang jatuh ke pipi, "udah jangan nangis, kan udah ada Brandon sekarang, jadi lo gak kesepian, lagi pula lo bisa main kesanakan bareng Brandon juga?" tambah Kinal lagi.

"Jakarta Bogor sih deket, gue bisa langsung tancep gas kalau kangen, nah ini Belanda, negara kompeni lagi, butuh waktu berjam-jam buat terbang kesono."

"Yuk Nal, nanti kita ketinggalan pesawat," kataku.

Sebetulnya aku nggak tega melihat Nabilah yang terus menangis karena mau ditinggal Kinal dalam waktu yang cukup lama, dan juga tidak ada kepastian dari Kinal akan berkunjung ke Indonesia lagi itu kapan, karena bisnis Kinal di sana tidak bisa ditinggal begitu saja.

Aku melihat Kinal memeluk Nabilah kembali untuk yang terakhir kali, Kinal tersenyum, aku bisa melihat pancaran mata Kinal yang sama beratnya dengan Nabilah karena perpisahan ini.

"Gue berangkat ya, dek. Jaga diri baik-baik. Oya, hanimun lo sama Brandon udah gue siapin, itu hadiah perkawinan buat lo dari gue sama Ve, lo tinggal hubungin travel langganan kita aja, semua udah diatur sama mereka. Selamat hanimun adeknya Kinal yang bawel, kasih gue ponakan yang banyak dan lucu-lucu yah nanti," kata Kinal terakhir untuk Nabilah sebelum kami berdua meninggalkannya.

Kali ini aku dan Kinal benar-benar pergi meninggalkan Nabilah, kami berdua sudah ada didalam pesawat menuju Kuala Lumpur Malaysia, karena pesawat kami transit di Kuala Lumpur, setelah itu kami akan ganti pesawat menuju Amsterdam Belanda dari bandara sana.

Indonesia ke Kuala Lumpur Malaysia membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam lamanya.

Didalam pesawat aku melamun memikirkan ucapan kedua orang tua Kinal tentang keturunan untuk keluarga Hartono. Pikiran itu masih terus mengusikku sampai sekarang, dengan cara bagaiman aku memberitahu Kinal tentang hal ini.

Sampai pesawat lepas landas pun aku masih terus termenung, aku mengarahkan pandangan ini keluar jendela, melihat pesawat yang lama-lama terbang tinggi dan menjauh dari bumi.

Langit biru serta awan putih dengan setia menemani perjalanan pulang ke rumahku tercinta yang ada di negara kincir angin, negara yang begitu asing untukku dan Kinal, bagaimana pun buat kami berdua, Indonesia tetap negara yang paling kami cintai.

Seperti orang-orang bilang, merah darahku, putih tulangku, itu menandakan kalau aku dan Kinal nggak bisa dipisahkan dengan tanah kelahiran kami tercinta, Indonesia.
.
.

Kinal POV

Kini aku sudah berganti pesawat di Kuala Lumpur Malaysia, sekarang aku dan Veranda ada didalam pesawat MAS (Malaysia Airlines), pesawat ini bertipe Airbus.

Aku mengambil kelas utama dalam penerbangan pulang ke Belanda, karena perjalanan kami berdua memakan waktu cukup lama, jadi butuh tempat nyaman juga selama di pesawat.

Pesawat mengudara tepat waktu pukul 10.45 waktu setempat.

Dan sekarang kita berdua sudah terbang meninggalkan Kuala Lumpur Malaysia.

"Ve, kamu mau makan apa?" aku menoleh kearahnya yang duduk disebelah kiriku, tapi pandangan Veranda masih tertuju keluar melihat awan putih dan langit biru.

"Ve sayang, kamu mau makan apa?" ucapku sekali lagi. Tapi Veranda tak juga menjawab, dia asyik memandang luar. Karena dia diam saja dan tidak menghiraukan pertanyaanku. Aku cium pipi kanannya dengan lembut sambil memejamkan mata. Seketika tangan kanannya bereaksi dan memegang pipiku, kulepaskan bibir yang sudah hampir 30 detik menempel pada pipinya. Lalu tersenyum, "daritadi kamu nyuekin aku, Ve!" kataku kembali.

Veranda menoleh kearahku, "maaf. Aku gak denger Kinal sayang."

"Kamu mau makan apa?" tanyaku kembali.

"Hmm... Aku gak laper, kamu aja yang makan ya!" jawabnya.

"Ve, perjalanan kita hampir lima belas jam lho. Aku gak mau nanti setelah sampai di rumah kamu malah sakit."

"Tapi Nal, aku gak laper."

"Veranda. Kamu kenapa sih? Daritadi aku liatin kamu kebanyakan ngelamun, ada masalah? Cerita dong ke aku kalau kamu ada masalah."

"Gak ada masalah apa-apa, Nal. Aku cuma belum laper aja."

"Ok, kalau kamu gak mau makan, aku juga gak akan makan," dengan cepat aku membenarkan posisi duduk, entah Veranda berbohong atau tidak untuk hal yang baru saja ia katakan.

Karena tidak seperti biasanya ia melamun terus seperti ini, aku rasa ada yang lagi Veranda sembunyikan padaku.

Aku memejamkan mata, berusaha tidak mempedulikan sikap Veranda yang acuh.

Disaat aku sedang memejamkan mata, tiba-tiba kedua tangan Veranda menyentuh kepala ini, dia mengarahkan wajahku ke kiri, menghadap kearahnya, tidak lama kemudian aku merasakan ada sesuatu yang lembut dan dingin menempel di bibir, aku langsung membuka mata, ternyata sesuatu yang lembut dan dingin seperti ice cream itu adalah bibirnya.

Dia tengah menciumku dengan mata yang tertutup. Aku balas ciumannya penuh kelembutan sambil menutup mata, merasakan bibirnya yang mulai basah karena ulahku dan dia.

Lumatan bibirnya mampu membuat tubuhku bergairah. Dan tanpa terasa tangan ini mulai nakal memegang bagian yang seharusnya tak kupegang.

"Nal, kok kamu nakal sih!" kata Veranda. Ia menarik bibirnya dari bibirku, memperlihatkan raut wajah sangat kesal. Tangan nakalku langsung kutarik kembali dari tubuhnya.

"Kucing dikasih ikan, pasti tergodalah," balasku sambil nyengir kuda lalu tersenyum.

"Inget tempat dong, Nal. Dilihat orangkan gak enak."

"Kita gak kenal mereka, Ve. Jadi no problemkan?"

"Nal!" Veranda membentakku sambil memasang muka sinis.

Aku menghela nafas sesaat dan berkata, "iya, iya. Aku minta maaf."

Veranda kemudian membetulkan posisi duduk, pandangannya kembali mengarah keluar.

Sebenarnya apa yang disembunyikan Veranda dariku? Sampai-sampai ia tidak berselera makan seperti ini, nggak seperti biasanya.

Aku raih tangan Veranda, kemudian menggenggam tangannya, Veranda membalas genggaman tanganku dengan erat, lalu ia menyandarkan kepalanya di pundakku, sambil memejamkan mata.

Aku menarik selimut yang dia pakai sampai ke bahu, takut kalau dia tertidur nanti akan kedinginan.

Kami berdua pun akhirnya tidur dengan posisi seperti itu di pesawat.

Lima belas jam kemudian aku dan Veranda sudah sampai di bandara Internasional Amsterdam Schipol.

Sambil menunggu bagasi keluar, aku dan dia mampir ke cafetaria buat beli roti dan minuman.

Aku memaksanya makan, karena selama di pesawat Veranda tidak makan apa pun, dia hanya minum segelas susu, aku takut dia jatuh sakit nantinya.

Dengan bujuk rayuku, Veranda akhirnya mau makan roti yang kubelikan.

Setelah bagasi keluar, aku dan dia mengambil koper milik kami berdua. Kemudian mencari taksi untuk mengantarkan kami sampai ke rumah.

Lagi-lagi selama diperjalanan Veranda hanya diam seribu bahasa, sebenarnya ada apa dengan Veranda?

Apa aku melakukan kesalahan?

Jika memang aku melakukan kesalahan seharusnya dia bilang. Kalau dia diam seperti ini aku jadi tidak tahu dimana letak kesalahanku padanya.

Jangan diamkan aku seperti ini Veranda, aku jadi serba salah.

Waktu yang kami tempuh dari bandara ke rumah hampir 1 jam, dan sekarang kami berdua sudah sampai di rumah.

Aku meletakkan koper-koper milikku dan Veranda kedalam kamar, sedangkan Veranda pergi ke dapur.

Setelah aku meletakkan koper di kamar, aku menghampirinya di dapur, ternyata dia sedang duduk sambil minum segelas air.

Aku pun mengambil gelas dan membuka lemari es, kemudian menuangkan gelas kosong dengan orange jus, lalu meminumnya.

"Aku mandi duluan ya, Nal!" kata Veranda tanpa menoleh kearahku yang saat itu sedang ada dibelakangnya, dia beranjak dari tempat duduk dan langsung berjalan menuju kamar.

Satu gelas orange jus sudah kuminum, dahaga ditenggorokan langsung hilang.

Aku menaruh gelas kosong diatas meja, lalu kulangkahkan kakiku menuju kamar.

Sesampainya di kamar, aku baringkan tubuh ini diatas tempat tidur.

Apa yang mesti kuperbuat atas aksi diamnya Veranda?

Kuambil bantal untuk menutupi wajah, hening keadaan kamar saat ini, hanya terdengar suara air yang jatuh dalam kamar mandi.

Sekitar 20 menit Veranda mandi untuk membersihkan tubuhnya, kemudian dia keluar.

Aku hanya bisa mendengar dia membuka pintu kamar mandi dan langkah kakinya saja, karena saat ini wajahku tertutup bantal.

Kemana Veranda?

Kenapa langkah kakinya tak terdengar lagi ditelingaku?

Sedangkan aku tak mendengar suara pintu kamar dibuka. Saking penasarannya, aku langsung menyingkirkan bantal yang sedaritadi menutupi wajahku.

Aku kaget dan menyipitkan mata, ternyata ia berdiri diujung tempat tidur, tepatnya dibawah kakiku, Veranda berdiri sambil memandangku, tubuhnya masih dililit handuk putih.

"Ve, kok ngeliatinnya gitu sih?!"

Veranda tersenyum, lalu dia naik keatas tempat tidur dengan pelan, mendekatkan dirinya padaku.

Aku benci posisi ini, dimana tubuhnya sekarang ada diatas, dengan kedua siku Veranda menahan bobot tubuhnya sendiri.

Aroma wangi tubuh Veranda yang bercampur sabun mandi menusuk hidungku, aroma yang kuat sampai ke otak. Otakku bekerja cepat, saking cepatnya dia bekerja sampai-sampai tangan ini menarik tengkuk lehernya, dan kini bibir ini pun menempel di bibirnya.

Aku menciumnya dengan mata terpejam, ciuman penuh kelembutan tanpa nafsu membabi buta sedikit pun, mengulum dan melumat bibir pink milik Veranda, gigitan-gigitan kecil juga ikut meramaikan ciuman itu.

Tanganku yang mulai bergerak dari tengkuk lehernya kini turun ke bagian punggung Veranda, mengelus punggung mulusnya dengan telapak tangan.

Bisa kurasakan hangat tubuh Veranda, sepertinya dia sudah masuk kedalam permainan yang kubuat dan mulai hanyut dengan sentuhan-sentuhanku.

Kemudian Veranda beralih mencium leher putihku dengan lembut, aku menelan ludah merasakan sensasi yang dibuat Veranda, dia menggigit kecil leherku.

Karena tak mau kalah dengannya, aku pun menciumi pipi Veranda kemudian menjalar turun ke leher, nafas Veranda perlahan mulai memburu, seiring detak jantungku yang berpacu sangat cepat.

Jariku menari-nari diatas dada Veranda yang terbelit handuk, membuat nya mendesah, "aahhh..." aku pun tak kuasa menarik handuk itu hingga terlepas dari tubuh Veranda.

Aku masih terus menciumi leher putih Veranda, lalu dia mulai meracau pelan dan lembut, "aku menginginkan anak darimu, Nal."

Aku tersentak mendengar kata-katanya tadi, kemudian langsung menghentikan ciuman dan memandang wajahnya dari bawah.

"Anak? Maksudnya, Ve?" aku lihat Veranda tak suka ketika diriku mengatakan itu, dia langsung bangun kemudian mengambil handuk untuk menutupi tubuhnya kembali.

Veranda berjalan kearah lemari untuk mengambil pakaian didalamnya. Aku pun bangun dari tempat tidur dan menghampirinya.

"Ve, apa yang kamu katakan tadi? Kamu menginginkan anak dariku?" tanyaku ke Veranda yang saat ini sedang memakai pakaiannya.

Veranda masih belum menjawab pertanyaanku, dia masih diam dan tak memandangku.

"Ve, jawab aku!" tanyaku mendesak.

Aku menahan tangannya ketika dia ingin meninggalkanku sendiri di kamar, dia menatapku datar.

"Ya, aku menginginkan anak darimu, Nal."

"Apa? Aku gak salah dengerkan, Ve?" aku menunjuk telinga ini dengan tangan.

"Nggak. Kamu gak salah denger, karena ini keinginan papa dan mamamu."

"Papa?! Mama?!"

"Iya, mereka berdua ingin Jarum Group kelak ada yang meneruskan."

"Jadi masalah ini yang membuatmu melamun sepanjang perjalanan?! Kenapa sih Ve kamu gak bilang dari awal, ini kan masalah gampang, kita tinggal adopsi anak. Selesai urusan," kataku panjang lebar, kemudian aku berdiri didepannya sambil memegang kedua pipi Veranda, menatap matanya dalam-dalam.

Veranda menurunkan tanganku yang sedang memegang pipinya, "gak segampang itu, Nal." Veranda menggelengkan kepala sambil menghela nafas dan melanjutkan kata-katanya kembali. "Papa menginginkan keturunanmu, bukan keturunan orang lain, karena menurut mereka yang berhak atas Jarum Group itu hanya anakmu lah, yang sedarah dengan keluarga Hartono."

"Aku harus bicara sama papa, aku akan beri pengertian padanya tentang hal ini, gak harus dengan yang sedarah Jarum Group nanti kuwariskan."

"Nggak, Nal. Aku gak akan ngizinin kamu ngomong itu ke papa."

"Tapi bagaimana mungkin aku menghamilimu, Ve?! Atau sebaliknya, itu gak mungkin!"

"Itu yang jadi masalahnya, Nal!" Veranda melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkanku di kamar yang sedang berdiam diri seperti patung.

"Ve! Veranda!!!" aku berteriak memanggil namanya, tapi dia tetap tak menghiraukan panggilanku, Veranda dengan cepat berjalan keluar kamar.

Ini bener-bener gila, hal yang sangat sulit untukku kabulkan. Bagaimana mungkin papa membuat statmen seperti itu, Jarum Group punyaku, terserah aku nanti mau menunjuk siapa orang yang akan mewarisinya kelak. Papa dan mama nggak boleh ikut campur dalam hal ini.

"Argh, brengsek!!!" teriakku kencang sambil melempar pajangan kelinci yang terbuat dari keramik itu ke arah pintu kamar.

prang!!!

Continue Reading

You'll Also Like

320K 18K 52
cinta itu tidak datang dengan sendirinya, cinta datang pada waktu yang tepat, pada hati yang tepat, pada orang yang tepat. Ve-Kinal
222K 33.3K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
56K 3.8K 35
Kisah cinta terlarang yang dipenuhi ego dan rasa dendam. Seorang Devi Kinal Putri harus memilih antara persaingan atau cintanya kepada Jessica Verand...
589 53 8
Moonbyul seorang gadis yang tomboy dan tak mudah jatuh cinta bagi nya cinta itu akan membuat nya terlihat lemah memiliki sifat yang sangat dingin dan...