Pencuri Hati

By PipiMochi

410K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 More

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 11
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 19
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 25
Pencuri Hati 26
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Pencuri Hati 51
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 10

14K 528 56
By PipiMochi

Veranda POV

Aku bangun dari tidur, dan merasakan kepalaku sedikit pusing. Lalu aku terkejut dengan keadaan kamar yang menurutku asing.

Terlebih aku tak mengenakan pakaian apapun selain pakaian dalam, lalu tertutup selimut.

Aku ketakutan setengah mati, apa yang terjadi denganku sampai aku setengah bugil seperti ini?

Kejadian terakhir yang kuingat, kalau aku semalam sedang bersama dr.Farish di club.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ruangannya tampak bagus, sepertinya aku ada didalam kamar hotel sekarang.

Aku kaget ketika mataku mengarah ke sofa, melihat seseorang yang sangat kukenal.

Kinal, sedang apa dia di sini?

Apa yang sudah ia lakukan padaku?

Sampai aku tak berpakaian seperti ini?

Aku langsung mengambil pakaianku yang ada diatas tempat tidur dan memakainya. Setelah itu aku jalan mendekat kearah Kinal yang sedang tidur pulas di sofa dengan mulutnya yang menganga, ternyata gaya tidurnya masih belum berubah, masih sama seperti dulu.

Kemudian aku melihat tangannya yang terbalut perban, kenapa dengan tangan Kinal? Dia terluka.

Tanganku ragu untuk memegangnya, jantungku berdegub kencang. Aku berlutut disamping dia, dan kuberanikan tangan ini bergerak membelai rambutnya lembut.

Sedangkan tangan kiriku menyentuh punggung tangan Kinal, lalu mengelusnya pelan dengan ibu jari.

Kinal terbangun oleh sentuhan yang kubuat, dia membuka mata dan memandang ke arahku. Kemudian bangun dan merubah posisinya jadi duduk.

"Sorry. Aku ketiduran," ucap Kinal.

Dia bicara padaku, tapi matanya lurus kedapan tak menatap wajah dan mata ini.

Kemudian posisiku berganti ke posisi duduk disamping Kinal, tubuhku mengarah ke arahnya, "kenapa aku bisa di sini? Apa yang terjadi? Saat kubangun, aku tanpa pakaian terkecuali pakaian dalamku yang masih kukenakan, kemudian ada kamu di sini?" tanyaku lembut.

Aku melihat Kinal menghela nafas panjang lalu berkata, "dokter Farish mencoba memperkosamu."

Aku kaget bukan main mendengar penjelasan Kinal. Aku tak menyangka kalau dr.Farish akan melakukan hal bejat macam itu, padahal dia terlihat baik, tapi punya niat busuk di belakangku.

Aku melihat Kinal berdiri dan segera melangkahkan kaki untuk pergi meninggalkanku, dengan cepat aku menahannya.

Aku memegang tangan kiri Kinal. Lalu Kinal menghentikan langkah kakinya, dia berdiri mematung didepan diri ini.

Lama aku memegang tangan Kinal tanpa ada kata yang keluar dari mulutku ataupun dia. Rasa canggung muncul kembali setelah sekian lama tak bertemu dengannya, ditambah lagi dengan perasaanku yang sekarang, kalau aku mencintai dan menyayangi dia.

Ingin sekali aku memeluk Kinal, melepas rasa rindu yang sudah kupendam selama bertahun-tahun.

Kinal, apa kamu tahu kalau aku tersiksa memendam rasa ini sendirian?

Maafkan atas semua kebodohanku dimasa lalu, karena ketika aku jatuh cinta padamu, justru kamu malah pergi meninggalkanku.

Aku mencintaimu tanpa syarat, aku menunggu sampai kamu datang membawa cinta untukku lagi seperti dulu, aku ingin kamu menerima seluruh hatiku kembali, dan aku ingin kamu mengerti di jiwaku saat ini semua tentangmu, namun kenyataannya Kinal tak bisa menerimaku seperti dulu, maka dari itu lebih baik aku hidup tanpa cinta, sepertinya diriku bodoh yang selalu setia padamu, disaat kamu tak lagi mencintai dan menyayangiku.

Kinal melepas tanganku yang sedari tadi memegang tangannya, kemudian ia berjalan ke arah pintu, sepertinya dia akan benar-benar pergi dari hadapanku.

Kinal memegang knop pintu dan membukanya, setelah pintu terbuka ia menghentikan langkahnya dan berkata tanpa melihatku, "aku akan menyuruh pihak hotel untuk mengantarmu pulang."

Aku hanya bisa memandangi punggung Kinal yang hilang dibalik pintu. Begitu perih hatiku, Kinal yang kurindukan bertahun-tahun sikapnya tak sehangat dulu, sikapnya kini seperti es, dingin sekali.

Sikap Kinal tadi sanggup membuatku meneteskan air mata, air mataku tiba-tiba jatuh ke pipi tanpa kukomando sebelumnya.

Aku menyandarkan tubuhku di sofa sambil menangis.

Kenapa Kinal belum memaafkanku?

Jika rindu bagiku hanya sekedar sebaris ucapan, sedangkan dulu aku dan kamu telah menjadi kita, biarlah kisah kita setalah ini akan kupenggal dalam jarak spasi.

Tadi tatapanmu seakan lupa pada sebuah nama, penantian yang kuberi nama setia hanya dirimu anggap sebuah cerita lama.

Bahkan aku tidak bisa membencimu Kinal, atas dinginnya sikapmu padaku, ketika kamu nyalakan tungku luka di hatiku, kemudian aku melebur kedalamnya untuk menjadi abu pembakaran kembali, karena aku menginginkanmu seperti dulu lagi.

Seperti yang Kinal katakan tadi di kamar, kalau aku pulang akan diantar oleh pihak hotel sampai rumah.

Aku pulang pukul 7 pagi, dan sesampainya di rumah, mama sedang menungguku, mama sangat khawatir karena aku tak ada kabar dari semalam, ditelepon juga nggak bisa. Karena memang smartphoneku lowbat, belum sempat aku mengecasnya.

Aku menceritakan kejadian semalam ke mama, mama sempat syok mendengarnya, aku bilang ke mama tak perlu khawatir, karena sekarang aku dalam keadaan baik-baik saja tanpa kurang satu apapun.

Semua ini berkat Kinal, entah bagaimana dia bisa menolongku dari perbuatan dr.Farish yang kotor itu.

Walaupun dibalik sikap dinginnya Kinal padaku, dia masih punya rasa perhatian, dan dulu orang itu pernah mencintaiku. Aku merasa orang yang beruntung karena pernah masuk daftar orang yang ia cintai.

Karena hari ini hari sabtu, maka aku libur. Aku ingin membantu mama di butik, itung-itung jadi anak yang rajin, membantu meringankan pekerjaan orang tua.

Butik mama hari ini lumayan ramai, banyak pembeli yang melihat koleksi-koleksi baju di sini.

Mama tersenyum lebar kala butiknya banyak dikunjungi orang, apa lagi ditambah dengan kebebasan papa minggu depan.

Mama semakin terlihat bahagia, begitu juga denganku. Rasanya tak sabar menunggu hingga minggu depan, dimana keluargaku akan berkumpul kembali.

Aku harap keluarnya papa dari penjara nanti, kita akan mulai semuanya dari awal lagi, membuang kenangan lama yang buruk, lalu membuka lembaran baru yang cerah dan penuh senyum.
.
.

Kinal POV

Hari sabtu memang paling enak menghabiskan waktu di rumah bersantai sambil main game.

Itu liburan yang paling mujarab diantara liburan-liburan yang lainnya.

Aku bermain game PS dengan bang Ucok sebagai partner. Ternyata aku tak boleh meremehkan kemampuan bermain bang Ucok, dia gamers sejati.

Aku berulang kali kalah bermain game balapan mobil dengannya, memang bang Ucok ini naluri drivernya sangat kuat.

"Kau kalah teruslah, non. Bang ucok jadi tak enak ati ini," ucap bang Ucok dengan logat bataknya ketika dia mengalahkanku bermain game.

"Belagu lo, bang. Baru juga sepuluh kali gue kalah. Dimana-mana itu, jagoan kalah dulu baru menang nantinya," ucapku sedikit ngeles di depannya.

"Bah... Itukan di filem-filem, non!" kata bang Ucok dengan ekspresi wajah yang lucu.

Ketika aku sedang asyik bermain game dengan bang Ucok, tiba-tiba aku dikagetkan dengan kehadiran Nabilah si cerewet.

"Woi... Asyik bener main game berduaan kagak ngajak-ngajak," suaranya yang cempreng membuatku menghentikan permainan, Nabilah langsung duduk di sofa sampingku.

"Kok lo datang gak bilang-bilang? Sama siapa lo kesini?" tanyaku heran.

"Sendiri. Kalau gue bilang, nantikan gak supris kak jadinya," Nabilah sambil meminum orange jus kepunyaanku yang ada di meja, dan menghabiskannya.

"Surprise, dek!" kataku membenarkan ucapan dia.

"Iye surprise... Kak temenin gue jalan-jalan ke mall yuk?! Bete nih gue butuh hiburan."

"Ogah ah, gue lagi main game juga sama bang ucok."

"Yaelah, itukan bisa setelah pulang dari mall. Nanti gue aduin ke papa nih kalau lo kagak mau nemenin," Nabilah dengan muka nyebelinnya.

"Rese banget sih lo pake ngadu-ngadu segala!" kataku sambil menoyor kepalanya pelan.

"Biarin... Wleeeee," Nabilah menjulurkan lidahnya. Bang Ucok tertawa geli melihat kelakuan adikku tercinta.

"Ya udah, bentar! Gue mandi terus ganti baju," aku langsung beranjak dari sofa dan menuju kamar untuk siap-siap.

"Eh, eh, eh... Bang Ucok mau kemane sih? Temenin gue aja dimari sambil main game," ucap Nabilah ke bang Ucok yang tiba-tiba juga beranjak dari sofa dan ingin pergi.

Bang Ucok tersenyum dan duduk kembali untuk menemani Nabilah bermain game.

Setelah 1 jam merapihkan diri, kini aku sudah siap menemani Nabilah jalan-jalan di mall. Aku menyuruh bang Ucok untuk membereskan peralatan PSku. Biar tidak berantakan.

Aku dan Nabilah pamit ke bang Ucok juga bi Ana untuk pergi. Tujuan kami berdua ke mall daerah Jakarta.

Sesampainya di mall, Nabilah mengajakku untuk menemaninya nonton film Minion, filmnya lucu, jadi aku dan dia terus-terusan tertawa sepanjang pemutar film yang berdurasi satu setengah jam itu.

Setelah nonton kami makan disebuah foodcort. Lalu sehabis makan, kami bermain ice skating, dia pintar sekali bermain permainan ini, sedangkan aku harus dituntun anak berumur lima tahun karena saat bermain aku terus jatuh.

Kemudian anak yang berusia lima tahun itu merasa kasihan padaku, jadilah aku sekarang diajari olehnya.

Nabilah sengaja mengerjaiku dengan membiarkan diri ini belajar sendirian. Memang dia adik yang kurang ajar dan sangat cerewet.
.
.

Karena hari makin malam, sedangkan Kinal dan Nabilah sudah lelah bermain, mereka berdua memutuskan untuk kembali ke rumah.

Mereka jalan menelusuri mall dimana tempat mobil Kinal terparkir.

"Sepi amat yak?! Kayak kuburan," ucap Nabilah, karena sesampainya di basment tidak ada satu orang pun kecuali mereka berdua di sana.

DOR!!!

Terdengar suara tembakan yang pelurunya mengenai punggung kanan Kinal.

brak!!!

Kinal langsung jatuh tak sadarkan diri ketika peluru itu mengenai punggung belakang dia. Nabilah yang kaget melihat kakanya tertembak langsung meraih Kinal ke dalam dekapan.

"Tolong!!!" teriak Nabilah begitu kencang mencari bantuan untuk menolong Kinal.

Cukup lama Nabilah minta tolong dengan berteriak sambil menangis, tapi tak ada satu pun yang menolongnya, karena keadaan di basment sangat sepi, tumben juga tidak ada security yang berjaga.

Nabilah melihat Kinal sudah banyak mengeluarkan darah, tangan serta bajunya semua penuh darah sang kaka.

Akhirnya Nabilah mengambil smartphone yang ada dalam tas untuk menelepon papanya.

Ternyata nasib kurang berpihak pada Nabilah, telepon genggam papanya tak aktif, begitu juga dengan nomer mamanya.

Nabilah kebingungan setengah mati, siapa lagi yang harus dia hubungi? Tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk menelepon Brandon, dia langsung mencari nama Brandon di phonebooknya, setelah ketemu dia segera menghubungi Brandon.

"Gue mohon angkat, kak!"

"Iya halo," terdengar suara Brandon diujung telepon sana.

"Kak, tolongin gue! Ka Kinal ketembak, dan gue udah teriak-teriak minta tolong tapi gak ada seorang pun yang datang," ucap Nabilah cepat sambil menangis.

"Apa??? Lo sama Kinal dimana sekarang?"

"Di mall X, tepatnya di basment P2."

"Ok. Lo tenang, kebetulan orang gue lagi ada di mall itu, biar dia gue telepon dan nyuruh mereka untuk membawa Kinal langsung ke rumah sakit."

"Makasih, kak."

Telepon pun terputus, tak lama kemudian ada dua orang bertubuh tinggi besar dan tegap datang menghampiri Nabilah serta Kinal. Mereka mengaku suruhan Brandon.

Dengan cepat mereka membawa Kinal ke rumah sakit. Nabilah terus menangis sambil mendekap Kinal, karena mereka sekarang sudah ada dalam mobil menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Kinal langsung dibawa ke ruang unit gawat darurat. Kinal diperiksa dokter jaga yang bertugas saat itu.

Dokter jaga mengatakan pada Nabilah kalau dia tak berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan Kinal, dikarenakan peluru sudah bersarang di tubuh sang kaka.

Karena dokter jaga yang bertugas bukan ahlinya, dokter itu hanya melakukan pertolongan pertama supaya darahnya tak banyak keluar.

Nabilah menunggu dengan resah di ruang tunggu depan unit gawat darurat, dia tak tenang akan keadaan kakanya.

"Nabilah," tiba-tiba suara lembut itu terdengar dan menyebut nama Nabilah, ternyata suara itu milik Verenda.

Nabilah pun melihat ke arah orang yang sudah memanggilnya, "ka Ve... tolong ka Kinal," Nabilah menangis sesegukan dan tangannya memegang tangan Veranda, mencengkramnya erat.

"Kinal? Kenapa dengannya?" Veranda bertanya ke Nabilah dengan panik.

"Dokter, detak jantung pasien menurun," tiba-tiba suster yang keluar dari ruangan itu berkata pada Veranda.

Veranda segera masuk ke dalam ruangan, dia tak lagi menghiraukan Nabilah, sedangkan Nabilah menunggu dengan cemas di luar.

Kemudian tak lama berselang datanglah Brandon, dia menanyakan bagaimana keadaan Kinal sekarang, lalu Brandon menanyakan juga bagaimana Kinal bisa tertembak.

Nabilah menceritakan semuanya pada Brandon, setelah Nabilah bercerita, Brandon langsung menelepon anak buahnya untuk mencari tahu siapa yang sudah menembak Kinal. Dan dia juga melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib.

Kinal dibawa dua orang suster keluar ruangan, kemudian Veranda mengikutinya. Veranda mengatakan pada Nabilah kalau Kinal akan dibawa ke ruang operasi untuk mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya.

Nabilah mencoba untuk menelepon papanya kembali, kali ini teleponnya aktif dan langsung diangkat, dia mengabarkan pada papanya kalau Kinal sekarang ada di rumah sakit.

Operasi berjalan 2 jam lamanya, lalu Veranda keluar dari ruang operasi. Dimana Nabilah dan Brandon langsung menghampiri Veranda untuk menanyakan bagaimana keadaan Kinal, "pelurunya sudah dikeluarkan. Untung peluru itu gak sampai menembus paru-paru Kinal, tapi keadaan dia saat ini masih dalam fase kritis. Saya sebagai dokter akan berusaha untuk menyelamatkannya," ucap Veranda.

Nabilah langsung lemas, dia tak bisa menahan bobot tubuhnya lagi, untung ada Brandon dengan sigap menangkap tubuh Nabilah yang mau jatuh.

Papa dan mama Nabilah datang, dan sang mama langsung memeluk Nabilah, ia langsung menangis dalam pelukan mamanya. Begitu juga dengan mama Nabilah yang sudah mengeluarkan air mata di pipi.

Brandon menceritakan semuanya pada Micheal Hartono tentang kondisi Kinal. Micheal Hartono begitu murka dengan pelaku penembakan Kinal, dia menyuruh Brandon dan anak buahnya untuk segera mencari siapa pelaku penambakan itu.

Sedangkan Veranda masuk kembali ke dalam ruang operasi, Veranda menyuruh suster untuk memindahkan Kinal ke ruang ICU.

Kinal keluar dari ruang operasi dan masih terbaring tak sadarkan diri dengan selang alat bantu yang menempel disegala penjuru tubuh.

"Kamu mau pindahkan kemana Kinal?" tanya papa Kinal ke Veranda.

"Ruang ICU," jawab Veranda sambil menatap papanya Kinal.

Setelah Kinal sudah dipindahkan ke ruang ICU, suster memasangkan beberapa alat ke tubuh dia, seperti sphygmomanometer (pengukur tekanan darah), ventilator (alat bantu pernafasan), electro cardio graph/ECG (mendeteksi sinyal biolistrik jantung dan menghasilkan rekaman berupa grafik), infusion pump (mengatur jumlah cairan infus yang masuk kedalam sirkulasi aliran darah), respirasi (parameter untuk mengetahui irama nafas pasien dalam satu menit).

Veranda belum mengizinkan keluarga Kinal untuk menjenguknya, karena Kinal masih kritis, dan masih dalam pengawasan dokter yang menanganinya dengan ketat.

Tapi keluarga bisa melihat Kinal dari luar ruang ICU yang terhalang kaca transparan.

Papa, mama, Nabilah dan Brandon sangat mengkhawatirkan Kinal, apa lagi mama dan Nabilah yang tak henti-hentinya menangis.

Setelah mereka melihat Kinal selama 30 menit, tirai kaca transparan ruang ICU pun ditutup oleh suster yang berjaga didalam.

Akhirnya papa Nabilah menyuruh mama serta Nabilah untuk pulang karena hari makin malam. Mereka berdua pulang disupiri mang Didin ke rumah Kinal.

Sedangkan papa Nabilah dan Brandon menunggu di ruang tunggu ICU.

Semalaman Veranda terus menjaga Kinal, sampai-sampai dia tak tidur, padahal suster menyuruhnya untuk tidur sebentar.

Tapi Veranda menolak, apa pun yang terjadi, Veranda akan terus berada disamping Kinal.

Veranda duduk dibangku samping ranjang Kinal dan memegang tangannya, menyalurkan kehangatan tubuh dia ke tubuh kinal.

Sesekali Veranda mengajak ngobrol Kinal, walaupun tak ada balasan darinya.

Keesokan hari pukul 8 pagi dr.Lukman sebagai dokter penyakit dalam datang untuk mengecek Kinal, kata dr.Lukman keadaan Kinal jauh lebih baik dari kemarin.

Veranda yang mendengarnya langsung tersenyum lebar. Setelah memeriksa dr.Lukman pergi dari ruang ICU.

Pagi ini Veranda harus mengecek keadaan pasien lain, akhirnya dia pun pergi meninggalkan Kinal sendiri, sebelum pergi Veranda berkata. "Aku pergi sebentar untuk mengecek pasienku yang lain, setelah itu aku akan kembali lagi ke sini."

Tak lupa Veranda mencium kening Kinal dengan cepat.
.
.

Kinal POV

Aku membuka mata perlahan, melihat langit-langit ruangan berwarna putih dan sedikit samar.

Aku edarkan pandangan ke sekeliling, tak ada satu pun orang di ruangan ini, gue dimana? aku ingin bangun dan duduk, tapi punggung kananku sakit sekali, aku langsung meringis kesakitan sambil memegang dadaku dengan tangan, "argh! Apa yang terjadi? Kayaknya gue di rumah sakit," kataku pelan.

Suster yang tiba-tiba datang dan melihatku sudah sadar langsung balik badan dan pergi entah kemana, kemudian tak berapa lama ia datang kembali dengan seorang dokter.

"Syukurlah, anda sudah sadar dan sudah melewati masa kritis," dr.Lukman itu berkata sambil menatapku, aku melihat name text yang tertempel di dada kanannya, dia bernama dr.Lukman.

"Suster, gimana pasien? Apa dalam keadaan normal?" dr.Lukman bertanya pada suster yang sedang mengecek layar monitor detak jantungku.

"Normal, dok."

"Baiklah, saya akan memberitahukan keluarga anda yang sedang menunggu di luar. Kalau anda sudah sadarkan diri," dr.Lukman kemudian berjalan meninggalkanku, diikuti suster dibelakangnya.

Selang beberapa menit masuklah papa yang menghampiriku, kemudian dia berdiri disamping kanan, dia tersenyum sambil berkata, "gimana keadaanmu saat ini?"

"B... Baik pah," aku tersenyum kecil menahan rasa sakit di punggung, sakit sekali rasannya.

dr.Lukman kembali menemuiku, dia bilang karena keadaanku sudah membaik, jadi aku akan dipindahkan ke ruang rawat inap.

Papa pun setuju kalau itu akan membuatku lebih baik.

Akhirnya dua orang suster melepas sebagian alat yang menempel di tubuhku, dan hanya tersisa selang alat bantu pernafasan dan juga selang infus di tangan kanan.

Kemudian kedua suster itu membawaku ke ruang rawat inap, dimana dr.Lukman dan papa mengikutinya dari belakang.

Ternyata mama, Nabilah dan Brandon sudah menunggu di luar, melihatku keluar ruangan mereka langsung mendekat.

Mama langsung membelai rambutku sambil memandang penuh kasih sayang. Aku tersenyum melihat mama dan juga Nabilah yang berada disamping mama.

"Mah, biarkan suster membawa Kinal ke ruang rawat, keadaannya sudah membaik sekarang, kangen-kangenanya nanti ya, mah."

Karena ditahan mama yang ingin mengetahui keadaanku saat ini, jadilah suster yang membawaku menghentikan laju tempat tidur dorongnya.

Setelah itu suster kembali mendorong tempat tidurku menuju ruang rawat inap.

Sesampainya di ruang rawat inap, aku dipindahkan ke tempat tidur yang ada di sana oleh kedua suster, dibantu mama juga.

Kemudian dr.Lukman dan kedua suster pamit meninggalkan ruang rawat inapku.

"Sebenarnya aku kenapa sih, mah? Kenapa bangun-bangun aku ada di rumah sakit? Bukannya aku lagi di mall sama Nabilah si cerewet," aku menanyakan tentang kejadian yang membuatku bingung.

"Kamu kena tembak karena salah sasaran, sayang." Mama menjawab penuh kelembutan sambil membelai rambutku pelan.

"Sebenarnya tembakan itu ditujukan ke Nabilah, teman kampus yang udah diputusin Nabilah itu saiko, Nal. Dia sakit hati karena Nabilah udah mutusin secara sepihak cintanya. Kemudian dia nekat mau ngabisin Nabilah di parkiran kemarin. Tapi sayangnya peluru itu nyasarnya ke lo, gue tau semua karena pelakunya udah meringkuk di penjara sekarang. Polisi berhasil menangkap penjahat gadungan itu tadi pagi di tempat kosannya," Brandon menjelaskan panjang lebar.

"Oh gitu... Pantes gue gak inget apa-apa setelah di parkiran, dedek gue yang bawel dan cerewet ini udah bisa nolak cowok toh ternyata? Untung aja nyawa gue gak lewat, dek!"

"Lewat mane, kak? Lewat tol ape lewat trotoar?" balas Nabilah.

"Makanya next time kalau mau cari pacar kudu lo test dulu ke psikiater."

"Kak!" Nabilah memukul pelan bahu kiriku.

"Auw auw... Ampun," aku meringis kesakitan, karena walaupun pukulnya pelan, rasa sakitnya menjalar sampai ke punggungku yang terkena tembakan.

"Nabilah... Kakamu masih sakit, lagian kamu juga sih, Nal. Bisanya ngeledek adiknya terus," kata mama sambil menatap bergantian ke arahku dan Nabilah. Papa dan Brandon tersenyum melihat kami bertiga.

Obrolan-obrolan ringan terjadi antara kami semua, senang rasanya bisa berkumpul seperti ini dengan mereka, bersanda gurau bersama. Rasa sakit di punggungku seakan hilang, aku tak lagi merasa sakit seperti yang kurasakan sebelumnya.
.
.

Setelah Veranda menyelasaikan tugas untuk memeriksa pasiennya yang lain, dia kembali ke ruang ICU dimana Kinal dirawat.

Begitu terkejutnya Veranda ketika Kinal tak ada di ruangan, Veranda panik dan langsung mencari suster untuk menanyakan keberadaan Kinal.

Setelah mendapat penjelasan dari suster, Veranda pun merasa tenang dan senang kalau Kinal sudah sadar dan dipindahkan ke ruang rawat inap.

Dengan langkah tergesa-gesa dia menuju ke sana, tapi setelah sampai di depan kamar Kinal dan hendak masuk ke dalam, Veranda menghentikan langkahnya.

Dia melihat dari kaca kecil yang ada di pintu, kalau didalam Kinal sedang tertawa bahagia karena keluarganya semua berkumpul.

Veranda mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam, dia nggak mau mengganggu Kinal dengan kemunculannya yang tiba-tiba, akhirnya Veranda pergi meninggalkan kamar rawat.
.
.

Keesokan paginya Veranda datang ke kamar rawat Kinal untuk mengecek keadaannya, Veranda masuk ke dalam kamar dengan mengetuk pintu terlebih dulu, ketika Veranda sudah ada didalam, tak lupa dia mengucapkan salam pagi ke Nabilah, Brandon dan juga Kinal.

Ternyata Nabilah sedang menyuapi Kinal sarapan, sedangkan Brandon duduk di sofa sambil menonton TV.

Kinal melihat Veranda dengan tatapan aneh, dia baru sadar kalau dirinya sedang dirawat di RS S Internasional miliknya.

Veranda minta izin ke Nabilah dan Kinal untuk memeriksa keadaaannya. Lalu Kinal membuang muka ke arah kanan, dia tak mau melihat Veranda yang sedang memeriksanya sambil berdiri disebelah kiri tempat tidur.

Veranda hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan Kinal.

"Kamu pulih dengan cepat ya, Nal."

"Wiiihh... Udah pasti dong, kak. Sape dulu dokter yang ngerawat diye," celetuk Nabilah.

Kinal yang mendengar itu langsung melotot ke arah Nabilah dan Brandon yang sedang nonton pun jadi senyum-senyum sendiri, sedangkan Veranda tersenyum lebar sambil memandang Kinal.

"Nih kak, lanjutin nyuapin ka Kinalnya, tangan gue cape beut nyuapin babon dari tadi, mane lama banget lagi ngunyahnya," tambah Nabilah, dia langsung memberi sarapan pagi Kinal ke tangan Veranda.

Sekarang Veranda sudah memegang makanan Kinal, sedangkan Nabilah langsung duduk di sofa bersama Brandon untuk menonton TV.

"Dek, tugas lo itu. Kenapa lo serahin ke orang lain?!" kata Kinal kesal.

"Gue cape kak dari malem jagain lo dimari, biar ka Ve yang ngelanjutin tugas gue, lagian kayak siape aja sih lo pake malu-malu segala sama ka Ve," jelas Nabilah.

"Dek, ka Ve masih ada pasien lain yang mesti ka Ve tangani," ucap Veranda lembut.

"Itu bisa diatur Ve, mending lo fokus aja ke pasien yang satu itu tuh," Brandon sambil menunjuk dengan mulut monyongnya. Nabilah ikut-ikutan mengangguk tanda setuju dengan ucapan Brandon.

Kinal mulai bete dengan ulah Nabilah dan Brandon yang sekongkol untuk mengerjai dirinya.

Mau tidak mau dan suka tidak suka Kinal makan pagi disuapi Veranda, tak ada obrolan antara Kinal dan Veranda, sedangkan Nabilah dan Brandon selalu mengeluarkan kata untuk menyindir Kinal, padahal mata mereka fokus ke depan TV.

Makan pagi sudah Kinal habiskan, setelah itu Veranda mengambil susu putih yang ada diatas nakas.

Veranda menyuruh Kinal untuk meminumnya, namun Kinal menolak, Veranda terus membujuk Kinal agar dia mau meminumnya, semakin Veranda membujuknya keras, Kinal semakin menolak.

"Kinal, diminum ya susunya? Biar kamu cepet sembuh."

"Aku udah sembuh, jadi gak perlu minum susunyakan?!"

"Nal, jangan gitu dong! Apa susahnya sih minum susu aja, inikan enak."

"Kamu aja yang minum kalau itu enak."

"Loh?! Yang sakitkan kamu bukan aku, diminum ya?"

"Gak!"

"Kamu harus minum."

"Aku gak mau!"

"Harus mau."

"Gak mau!"

"Kinal! Gak ada penolakan, kamu harus minum susunya!" Veranda mulai kesal dengan sikap Kinal, dia sedikit kasar dan membentaknya.

Kinal juga kesal karena terus dipaksa, ia langsung mendorong tangan kanan Veranda yang sedang memegang gelas susu dengan keras, alhasil susu yang ada di tangan Veranda jatuh ke lantai, gelasnya pun pecah, untung pecahan gelas itu tak sampai mengenai kaki Veranda, susu itu tumpah ke lantai.

Nabilah dan Brandon juga langsung melihat ke Veranda serta Kinal.

Veranda meneteskan air matanya, dia tak mengerti kenapa Kinal masih terus bersikap dingin padanya. Lalu Veranda pergi sambil menangis meninggalkan Kinal.

"Kak! Lo kenapa sih? Cuma gara-gara susu doang, jadi kayak gini? Inget gak dulu waktu ka Ve ngerawat lo pas lo lagi sakit, dia juga maksa lo buat minum susu. Lo lakuin kak, lo minum jugakan susunya sampai habis, gak seharusnya lo marah-marah kayak tadi, lo udah nyakitin ka Ve. Gue gak kenal ka Kinal yang dihadapan gue sekarang," ucap Nabilah yang tiba-tiba langsung bangkit dari sofa ketika Veranda pergi meninggalkan kamar rawat.

"Lo gak ngerti, dek!" kata Kinal dengan tingginya.

"Gak ngerti gimana? Gue tau lo masih sayang sama ka Ve."

"Lo jangan asal ngomong... Di,"

"Dia anak Johan Tanumihardja? Orang yang udah ngebunuh kedua orang tua lo?" ucap Nabilah memotong perkataan Kinal dengan cepat dan geram. Brandon hanya diam melihat pertengkaran adik kaka didepan matanya, "lo pikir dong kak! Ka Ve gak bersalah dalam hal ini, lagi pula juga om Johan udah di penjara atas perbuatannya, jangan kira gue diem gue gak tau kak sama perilaku lo itu. Lo yang ngebuat ka Ve kehilangan pekerjaannya sebagai dokter di rumah sakit SA Internasionalkan? Terus masalah butik, itu orang suruhan lo jugakan buat nipu mamanya ka Ve? Dan satu lagi, lo sakit hati karena waktu terakhir lo ketemu ka Ve dia udah dijodohin sama yang namanya Marcel? Sebenernya ka Ve juga gak suka dengan perjodohan itu, cuma karena dia menghormati kedua orang tuanya aja makanya ka Ve gak bisa nolak. Toh sekarang si Marcel itu udah ninggalin ka Ve, Marcel cowok matrealistis, dia tau ka Ve jatuh miskin terus main ninggalin gitu aja. Lo pasti sekarang lagi bingung darimana gue tau semua info itu? Lo harus inget kak, gue juga keluarga Hartono di sini!" tambah Nabilah berapi-api mengatakan itu semua ke Kinal, Nabilah sudah tidak tahan lagi atas sikap berlebihan kakanya itu.

"Nabilah, cukup!" Brandon menghampiri Nabilah dan menenangkannya. Sedangkan Kinal hanya memandang Nabilah dengan tatapan datar.

"Jangan otak lo doang yang lo pake," Nabilah menunjuk dahi kanan dengan telunjuk tangan kanannya, "pake ini juga, kak!" kemudian tangan Nabilah turun untuk menunjuk dadanya, mengarah ke hati.

"Dokter Veranda, anda disuruh ke ruangan dokter Lukman segera," ucap seorang suster didepan kamar rawat Kinal.

Ternyata Veranda belum pergi dari depan pintu kamar Kinal, dan dia mendengar semua yang di ucapkan Nabilah.

Kinal terkejut dengan keberadaan Veranda yang sedari tadi menguping di luar, ia langsung bergerak untuk bangkit dari tempat tidur dan mengejar Veranda.

"Ve," kata Kinal sambil menahan rasa sakit di punggungnya. Brandon dan Nabilah membantu Kinal berdiri lalu memapahnya keluar kamar menemui Veranda.

Tapi sayang, Veranda sudah pergi, dia sudah tak ada lagi didepan pintu kamar Kinal.

Kinal memaksa Nabilah dan Brandon untuk menemaninya mencari Veranda.
.
.

Kinal POV

Karena aku belum boleh banyak gerak, akhirnya Brandon mengambil kursi roda yang ada didalam kamar.

Aku merasa bersalah ke Veranda, benar kata Nabilah, aku seharusnya nggak boleh melampiaskan amarah ini padanya, memang seharusnya Johanlah yang menerima itu, dan benar lagi kata Nabilah, kalau dia sudah menerima ganjarannya dengan meringkuk di penjara selama bertahun-tahun.

Kenapa baru sekarang semuanya kusadari? Kalau apa yang kulakukan ke Veranda dan mamanya itu salah, apa semua sudah terlambat untuk minta maaf padanya? Mungkin sekarang Veranda membenciku dengan apa yang sudah kulakukan padanya dan mamanya.

Flashback ON

Setelah kejadian aku bertemu secara tak sengaja dengan Veranda di RS SA Internasional, aku masih saja memikirkannya, saat aku sedang melamun tiba-tiba Brandon datang ke ruangan untuk membicarakan pekerjaan.

Setelah selesai membahas pekerjaan dengan Brandon, terbesit niat untukku balas dendam.

"Brandon, gue ada tugas khusus buat lo," aku langsung berdiri dari kursi kebesaraanku di Jarum Group, dan menuju sofa yang ada didalam ruangan kemudian duduk di sana, disusul oleh Brandon yang duduk di sofa sebelahku.

"Apa itu?" tanyanya sedikit menyelidiki, mata Brandon mengarah padaku.

"Karena ini tugas khusus, jadi hanya lo dan gue yang tau," jelasku padanya. Muka ini langsung berubah jadi serius menatap Brandon.

"Tenang aja, lo gak perlu takut, rahasia pasti gue pegang."

"Ok, jatuhkan nama baik dokter ini, buat reputasinya hancur sehancur-hancurnya sebagai dokter di Indonesia. Sekarang dia bekerja di rumah sakit SA Internasional, cuma info itu yang bisa gue dapat, selebihnya lo dan orang-orang lo yang mengerjakan," kataku sambil menunjukan foto yang ada pada smartphoneku ke Brandon.

Mata Brandon membulat melihat foto yang kutunjukan padanya, dia sedikit mengernyitkan dahi.

"Jessica Veranda, anaknya Johan Tanumihardja, orang yang lo cintai?"

"Apa? Kenapa lo bisa tau tentang perasaan gue ke dia?" aku terkejut dengan pernyataan Brandon yang tahu tentang perasaanku ke Veranda, aku langsung berdiri dari sofa dan kembali duduk di kursi kebesaranku, lalu memainkan pulpen diatas meja kerja.

"Gue tau semua dari pak Micheal."

"Oh, bagus kalau gitu. Jadi gue gak perlu cerita lagi ke lo."

"Tapi, Nal? Balas dendam itu gak akan menyelesaikan masalah."

"Gue gak peduli, yang penting lo lakuin perintah gue dengan baik, bagaimana pun caranya."

Aku melihat keraguan pada Brandon tentang tugas khususku padanya, sepertinya dia ingin menolak.

Ini seperti makan buah simalakama untuk Brandon, tidak dijalankan berarti menolak perintahku sebagai atasan, jika dia lakukan berarti bertolak belakang dengan hati nuraninya.

Sebenarnya aku hanya ingin bermain-main saja dengan keluarga Tanumihardja.

Sama halnya mereka telah mempermainkanku waktu dulu dengan menghilangkan nyawa kedua orang tuaku, hingga aku kehilangan kasih sayang mereka berdua.

"Baik, Nal. Gue akan kerjain tugas khusus ini buat lo," ucap Brandon tegas sambil berdiri menghadapku yang ada didepan meja kerja.

"Gue suka cara lo. Selalu kabarin gue untuk tugas khusus ini," kataku yang masih saja memainkan pulpen diatas meja.

"Gue permisi dulu, gue mau balik ke ruangan sekarang," pamit Brandon.

Brandon pun pergi meninggalkanku sendiri dalam ruangan. Entah apa yang akan dilakukan Brandon ke Veranda untuk menjalankan tugas khusus ini.

Aku akan menunggu hasil kerja Brandon, apa dia layak menyandang status sebagai tangan kananku di Jarum Group atau tidak, semua tergantung dengan tugas khusus ini, tugas yang tak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan di Jarum Group.
.
.

Saat ini aku sedang ada di kantor, tepatnya di ruanganku sendiri, seperti biasa aku harus memutar otak untuk Jarum Group. Tapi aku sedikit senang hari ini, karena aku mendapat laporan dari Brandon kalau dia telah melaksanakan tugas khusus yang kuberikan padanya beberapa hari lalu.

Menurut info dari Brandon, dia sudah menukar pasien yang akan di operasi Veranda pada hari itu, seharusnya Veranda mengoperasi pasien berpenyakit jantung, bukan pasien berpenyakit gangguan otak.

Alhasil Veranda salah mengoperasi pasien. Dan Brandon bilang mulai hari ini Veranda sudah tidak lagi menjadi dokter di RS SA Internasional.

Kerja yang bagus Brandon, dan dia layak menyandang julukan sebagai tangan kananku.

"Ini baru permulaan, Ve!"

Aku juga menyuruh Brandon untuk mencari tahu keberadaan keluarga Veranda.

Menurut info yang kudapat dari Brandon, kalau Veranda dan mamanya tinggal di rumah yang dulu, sebelum mereka pindah ke rumah yang sekarang kutempati.

Mamanya Veranda membuka butik kecil-kecilan di rumah itu. Ini akan jadi game yang lebih seru lagi.

Aku menugaskan kembali Brandon dan anak buahnya. Kali ini aku yang menyusun rencana, Brandon dan anak buahnya yang bekerja.

Lagi-lagi Brandon keberatan untuk melakukan rencana balas dendamku ini, tapi karena desakanku, akhirnya dia menyetujui.

Sekarang sasaranku adalah butik keluarga Veranda yang dijaga mamanya.
.
.

Satu hari kemudian aku mendapat kabar dari Brandon kalau anak buahnya berhasil menghancurkan butik keluarga Veranda.

Aku langsung bahagia, seperti anak kecil yang mendapat mainan dari orang tuanya. Berulang kali Brandon menasehatiku untuk stop melakukan balas dendam pada keluarga Tanumihardja.

Tapi aku tak mau mendengarkan dia, karena saat ini hatiku sudah dipenuhi dendam. Bahkan aku akan membuat keluarga Tanumihardja benar-benar hancur.

Flashback OFF

Saat ini aku sudah ada di kursi roda untuk mencari Veranda. Brandon yang mendorong kursi rodanya, dan Nabilah berjalan disampingku.

Aku menanyakan ke setiap dokter dan suster yang saat itu kutemui, apa mereka melihat Veranda atau tidak? Tapi jawaban mereka semua tak sesuai harapanku.

Punggungku sakit, tapi tak kuhiraukan, aku terus menyuruh Brandon mendorong kursi rodanya, sebelum menemukan Veranda aku tak mau kembali ke kamar.

Aku mencarinya di ruang operasi jikalau dia sedang ada operasi saat ini, tapi hasilnya nihil. Veranda tidak ada di ruang operasi.

Aku lanjutkan mencari dia di ruang ICU, tapi tak ada. Aku ke ruangan dr.Lukman, kata dr.Lukman Veranda baru saja keluar dari ruangannya sekitar 10 menit yang lalu.

"Muka lo pucet banget, mending lo balik ke kamar, kak. Biar nanti ka Venya gue yang cari," ucap Nabilah yang melihat mukaku sudah pucat karena menahan sakit.

"Gak! Gue mau ketemu Ve sekarang."

Nabilah menggelengkan kepala karena sifat keras kepala yang kumiliki, akhirnya Nabilah menyuruh Brandon untuk mendorong kursi rodanya kembali.

Semua pelosok rumah sakit sudah kucari, sampai setiap lantai dan kamar pasien pun tak luput dariku, Nabilah serta Brandon.

Tapi Veranda belum juga kutemukan, dimana Veranda sekarang? Sedangkan tubuhku mulai lemah, rasa sakit di punggungku benar-benar menyebalkan, rasa sakitnya sudah menghalangiku mencari Veranda.

Nabilah yang melihatku meringis kesakitan serta mukaku tampak pucat akhirnya memutuskan untuk menyuruhku kembali ke kamar, karena keadaan diri ini sangat mengkhawatirkan.

Dengan cepat Brandon mendorong kursi rodanya menuju kamar rawat, "Argh!" aku meringis kesakitan sambil memegang dada kanan.

Sesampainya di depan kamar rawat, Nabilah membuka pintunya dengan cepat, mataku membulat ketika orang yang kucari daritadi ada didalam kamar rawat sambil memandangku ketika datang.

Aku lupa kalau masih ada satu kamar yang belum didatangi. Ya, kamar rawat ini, ternyata dia ada di kamar rawatku sendiri.

"Kamu itu termasuk pasien bandel ya? Udah dibilang jangan banyak gerak dulu," ucap Veranda yang berdiri sambil menatapku, kedua tangan Veranda dimasukkan ke dalam kantong jas dokternya yang berwarna putih, rambut panjang Veranda yang indah dan berkilau itu ia biarkan terurai, kacamata bulat berframe hitam menambah kecantikannya.

Veranda yang dulu sudah berubah sekarang, dia semakin dewasa mengenakan jas dokter, tapi buatku ia tetap gadis si Pencuri Hati.

Aku bangun dari kursi roda, berusaha berdiri di kakiku sendiri. Tapi karena luka dan rasa sakit di punggung, aku pun terjatuh.

Untung Brandon dan Nabilah berhasil menangkap tubuh ini dengan tangan mereka, hingga aku tak jatuh ke lantai.

Veranda panik dan lekas menghampiriku, "kamu belum kuat, Nal." Suaranya yang lembut terdengar jelas di telinga, Veranda ikut-ikutan memegangiku dengan tangannya.

Aku menolak untuk didudukan kembali di kursi roda oleh mereka, kini aku sudah berdiri pada kedua kakiku sendiri dengan keseimbangan yang baik.

Aku raih tangan kiri Veranda, kemudian menempelkannya di dada kiriku, sedangkan mata kami saling memandang. Melihatku dan Veranda seperti itu, Brandon dan Nabilah pergi meninggalkan kami berdua.

"Bisa gak kamu rasakan detak jantungku, Ve?" Veranda membulatkan matanya, lalu tersenyum.

"Aku pakai stetoskopku dulu ya?" jawab Veranda.

"Ve," aku menghela nafas singkat, sedangkan Veranda tertawa kecil, kemudian tangan satunya memegang pipiku, dengan ibu jari ia mengusap lembut pipiku, "maafin aku, Ve. Bisakan aku dapat kesempatan kedua darimu untuk menyayangi dan mencintaimu lagi seperti dulu? Aku janji akan menunggumu sampai kamu benar-benar menyerahkan hatimu sepenuhnya untukku. Karena aku diciptakan dalam satu waktu, dan aku dilahirkan untuk mengisi waktu, mencoba memperbaiki diri dalam waktu, dan semua waktuku hanya untuk mencintaimu, Ve." Aku lanjutkan kata-kataku kembali.

Mata kami saling memandang, mata indah Veranda mampu menghipnotisku dalam sekejap.

"Mungkinkah aku ditakdirkan untuk buta, Nal?" ucap Veranda semakin membuatku tak mengerti.

"Maksudnya, Ve? Aku gak ngerti."

"Buta untuk melihat orang lain selain kamu... Karena dicintai dan disayangi olehmu adalah anugerah terindah untukku. I love you Kinal," Veranda langsung memeluk tubuhku, aku balas pelukan Veranda itu.

Setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya Veranda membalas cintaku, sekarang dia sudah memberikannya sepenuh hati, aku ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya kalau cintaku ini terbalaskan.

Aku bertemu dengannya di bus hanya dalam hitungan menit, kemudian cinta itu hadir pada diri ini, namun ketika aku tak lagi bertemu dengannya dan ingin melupakan Veranda, justru aku membutuhkan waktu seumur hidup.

Karena kehadirannya dalam hidupku sudah membawa cinta, memberi kebahagiaan, dan juga rasa rindu yang tak akan pernah ada akhirnya.

"I love you too," balasku yang masih dalam pelukan Veranda.

Veranda melepas pelukannya, lalu aku tersenyum padanya, begitu juga dengan Veranda yang tersenyum manis padaku.

Aku dekatkan wajah ini perlahan ke wajah Veranda, terus mendekat, dan lebih dekat lagi, lagi, hingga saat ini aku bisa menghirup aroma harum tubuhnya, mata indah Veranda sudah terpejam, hingga bibir ini akan sampai pada bibirnya dan...

Nabilah masuk ke dalam kamar, dia merusak moment yang akan kubuat bersama Veranda saat ini.

Aku langsung memegang jidad ketika Nabilah sengaja masuk lalu mengatakan kalau dia lelah berdiri di luar.

Nabilah duduk di sofa dalam kamar, andai dia kutu, pasti sudah kupites sampai gepeng.

Senyum jahil mengembang di bibir manis Nabilah, gregetan rasanya melihat tingkah adikku yang satu itu, untung cuma ada satu di dunia ini.

Veranda yang melihatku kesal karena diganggu Nabilah hanya bisa senyum-senyum nggak jelas, kemudian ia menuntunku untuk membaringkan tubuhku kembali ke tempat tidur.

Tak lama kemudian Brandon datang membawa makanan cukup banyak, kami berempat makan sambil bersanda gurau.

Bahagiaku tak bisa kuungkap, melihat senyum Veranda yang membuatku jatuh cinta kini terlihat begitu menyenangkan, sakit ini pun langsung hilang, aku rasa senyum Veranda adalah obat yang paling mujarab.
.
.

Kinal sudah keluar dari rumah sakit dengan cepat, karena semua berkat Veranda. Veranda yang membuat Kinal sembuh dengan cepat.

Saat ini Kinal menemani Veranda dan mamanya untuk menjemput papa Veranda, dimana Johan Tanumihardja akan keluar dari penjara.

Raut wajah bahagia muncul di muka Veranda dan mamanya, mereka bertiga menunggu Johan Tanumihardja diluar pintu.

Setelah menunggu 15 menit, papa Veranda pun keluar, kemudian disambut pelukan dari mama Veranda dan juga Veranda.

Tangis bahagia keluar dari mereka bertiga, tak lupa mereka berucap syukur atas remisi yang diberikan hingga bisa bebas lebih cepat. Kinal tersenyum melihat keluarga yang saling merindukan itu.

"Kemarilah, nak. Peluk om, anggap aku sebagai papamu," ucap papa Veranda yang saat itu sudah melepas pelukannya pada mama Veranda dan juga Veranda.

Dia membuka tangannya lebar untuk menyambut Kinal ke dalam pelukannya.

Kinal langsung berjalan menghampiri papa Veranda untuk dia peluk, "maafin om, ya?" kata papa Veranda yang saat ini sudah mendekap Kinal dalam pelukan.

"Maafin Kinal juga ya, om?"

"Hey Johan Tanumihardja, kenapa kamu melupakanku?!" teriak papa Kinal.

Papanya Kinal datang bersama mama, Nabilah dan juga Brandon.

Kinal melihat keluarganya dan Brandon sahabat dekatnya datang, mata Kinal berbinar, seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Sepertinya keluarga yang dulunya bermusuhan kini berakhir dengan baik, semua karena Veranda dan Kinal yang saling mencintai.

Kebahagian yang tak ternilai ini sangat dirasakan Veranda dan juga Kinal, tak henti-hentinya senyum keduanya merekah bak bunga yang bermekaran.

Veranda meneteskan air mata, Kinal yang melihat Veranda menangis karena bahagia kemudian memeluknya sesaat, lalu menghapus air mata yang jatuh di pipi Veranda dengan kedua ibu jari.

Malamnya mereka semua mengadakan acara makan malam bersama di rumah Kinal.
.
.

Veranda POV

Sekarang aku dan Kinal sudah ada di pulau dewata Bali, pulau eksotis yang ada di negara ini. Pulau ini mampu menarik wisatawan mancanegara untuk datang ke sini menikmati keindahan alamnya dan juga ramah tamah penduduk setempat membuat wisatawan merasa nyaman.

Aku dan Kinal sampai di Bali sudah sangat sore, jadi aku nggak bisa menikmati sunset di pantai.

Akhirnya Kinal mengajakku langsung ke hotel, sedikit kesal sih sama si gendut Kinal, gara-gara dia penerbangan kami diganti sore hari.

Kinal tadi ada meeting dadakan di kantor, padahal aku sudah mengatakan padanya satu minggu sebelum hari ini tiba untuk mengosongkan semua jadwal dia untuk liburan.

Ah, nyebelin pokoknya kalau Kinal sudah sibuk dengan pekerjaan, dia bisa lupa waktu, kalau udah gitu aku bisa dilupain juga.

Selama di mobil menuju hotel saja dia sibuk telepon-teleponan ngurusin kerjaan, ini judulnya sih nemenin dia kerja bukan berlibur.

"Udah selesai neleponnya?" protesku dengan muka jutek, Kinal tersenyum melihatku, kemudian dengan tangan kanannya dia merangkul bahu ini sambil mengelus-ngelus lembut.

Kepalanya direbahkan ke pundak kiriku sambil berkata, "jangan jutek gitu dong, aku takut."

Sebenarnya Kinal paling tahu kalau aku sedang marah padanya, kemudian dia akan bermanja-manja seperti ini didepanku, dengan begitu aku tidak akan bisa marah pada si gendut.

Gimana mau marah, kalau dia bersikap manja yang bagiku itu manis sekali, melihat tampangnya yang lucu, tapi terkadang aku menahan diri untuk tidak luluh dengan cepat, biar saja dia menikmati wajahku yang jutek, toh semua salah dia, liburan kok masih bawa-bawa kerjaan segala.

Sesampainya di hotel kami langsung check in, setelah mendapat kunci kamar, kami berdua diantarkan oleh office room boy ke kamar yang kami pesan.

Aku dibuat terkesan dengan apa yang dipesan Kinal, dia memesan sebuah villa di hotel ini, karena villa sedikit privasi dari kamar hotel.

Setelah office room boy selesai dengan tugasnya, lalu dia pergi meninggalakan kami berdua.

Mataku masih terus memandang sekitar villa. Bagus, semua interior bernuansa Bali, aku seperti berada disebuah Kerajaan Bali masa lampau, vintage sekali, dengan kolam renang dan ruang makan pribadi.

"Kamu suka, Ve?" tanya Kinal. Aku menjawab dengan anggukan kepala cepat tanpa senyum, karena aku tak mau terlihat kalah didepannya.

Aku membuka koper bawaanku untuk mengambil pakaian, lebih baik aku mandi saja sekarang, karena badanku terasa lengket.

Sedangkan Kinal terus memandangiku dari kursi panjang yang ia duduki. Kursi itu terletak dekat dengan ranjang tempat tidur. Setelah aku mengambil pakaian dan peralatan mandi, aku langsung jalan menuju kamar mandi.

Kinal masih terus memandangiku dengan matanya, pokoknya aku tidak mau bicara dengan dia, sebelum dia minta maaf karena sudah membawa pekerjaan dalam liburan kali ini.

Sekarang tubuhku sudah segar kembali, aku buka pintu kamar mandi untuk keluar.

Kenapa gelap sekali? Apa Kinal belum menyalakan lampunya? Hari sudah gelap, seharusnya Kinal menyalakan lampu.

Aku mencari saklar lampunya, dan disitu aku mengalami kesulitan, karena aku belum tahu posisinya ada dimana.

Setelah aku menemukan saklarnya dimana, kemudian kutekan tombol ON, saat ini seluruh ruangan jadi terang.

Aku terkejut dengan apa yang kulihat ketika lampu menyala menerangi setiap sisi dari villa ini.

Aku melihat setangkai mawar putih ada ditempat tidur, dibawahnya ada sebuah kertas.

Aku ambil bunga dan kertas itu, ternyata kertas itu bertuliskan ambil mawar putihnya, dan kamu akan menemukanku.

Aku tersenyum melihat mawar putih yang sudah ada ditanganku, lalu berjalan sambil mengambil mawar putih disetiap lantainya satu persatu, mawar putih ini merupakan sebuah petunjuk dimana aku akan menemukan Kinal.

Ternyata mawar putih ini menuju ke sebuah pondokan yang ada diluar villa, di sana Kinal berdiri dan tersenyum padaku.

Setelah aku sampai didepannya, dia berucap, "gak sulitkan nemuin aku di sini?"

Aku membalas senyumannya itu dengan senyum kecil dibibirku.

"Kamu jangan cemberut gitu terus dong, Ve. Iya aku minta maaf karena tadi masih ngurusin kerjaan, sekarang gak ada lagi yang ganggu kita, karena teleponnya udah kumatikan, aku gak mau ngebuat bidadari yang sekarang ada didepanku cemberut terus, karena ini liburan kita berdua, jadi harus tersenyum lebar seperti ini," Kinal sambil mencontohkan senyum lebar dibibirnya dan memperlihatkan giginya yang rapih juga bergingsul.

Iih... Manis sekali dia, aku pun akhirnya tersenyum lebar juga karena melihatnya seperti itu.

"Nah gitukan jadi terlihat lebih cantik," Kinal memegang daguku sekilas.

"Ish, gombal banget sih."

"Aku gak gombal, kamu emang cantik," Kinal melangkahkan kakinya mendekat ke arahku, jarak kita jadi semakin dekat sekarang, "aku bahagia, Ve. Setelah sekian lama kumenanti, akhirnya kita bisa berduaan lagi seperti ini, tapi yang sekarang jauh lebih bahagia, karena gadis Pencuri Hati yang ada dihadapanku sekarang udah ngebalas cintaku," kata Kinal kembali, dia mengambil mawar putih yang ada di tanganku, lalu menaruhnya di meja, kemudian tangan Kinal memegang kedua tanganku, menggenggamnya erat. Seperti tak rela untuk dia lepas.

"Makasih, Nal. Karena cintamu besar banget buatku," aku langsung memeluk tubuh Kinal, bahagia rasanya bisa memeluk dia seperti ini. Kinal melepas pelukanku, kemudian tersenyum jail.

Dengan mata yang dikedipkan sebelah, nggak banget sih kelakuannya, tapi aku tertawa kecil melihat dia seperti itu.

Dia memegang pipi kananku dengan tangan kanannya, mengelus dengan ibu jari lembut.

Aku tertunduk karena tak kuat menatap mata Kinal, tapi tangannya segera menengadahkan kepala ini, supaya tidak menunduk dan mensejajarkan wajahku dengan wajahnya.

Aku melihat wajahnya mendekat, aku segera memejamkan mata, dalam hitungan persekian detik bibirnya menempel dibibirku.

Bibir dingin dan lembut miliknya mencium bibir milikku. Aku membiarkannya mendominasi ciuman ini, aku hanya diam dan menikmatinya, entah sejak kapan tanganku sudah ada di bahu Kinal.

Sedangkan tangan Kinal ada di pinggangku. Semakin lama ciuman Kinal semakin nakal, sesekali dia menggigit bibir bawah dan atasku, gigitannya membuat seluruh darahku berdesir merasakannya, lalu lidah dia mencari celah untuk masuk ke dalam mulutku, kubuka mulutku sedikit dan membiarkan lidahnya masuk ke dalam untuk menjelajahi setiap sisi rongga mulutku.

Tanganku yang ada di bahunya itu refleks meremas pakaian Kinal, karena ciumannya memberikan kenikmatan yang luar biasa.

Kinal melepas ciumannya ketika aku tahu kalau dia butuh oksigen untuk dihirup, dia tersenyum kecil didepan wajahku. Sepertinya aku tak rela kalau dia melepas ciumannya begitu cepat.

Kemudian Kinal memelukku, disamping telinga kanan ia berkata dengan lembut, "aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu, sampai detik ini pun cinta itu semakin tumbuh subur seiring berjalannya waktu. Karena cinta itu selalu diberi pupuk yang kuberi nama kasih sayang, maukah kau selalu berada disisiku untuk selamanya, Pencuri Hatiku?"

"Iya, aku mau. Teruskan, Nal. Hujani aku dengan cinta dan kasih sayangmu hanya untukku."

Setelah itu Kinal semakin mengeratkan pelukannya padaku, aku tersenyum bahagia dalam pelukan lembut nan hangat dari Kinal.

Aku seperti dibawa terbang oleh dia ke langit ketujuh dengan cintanya, seperti tumbuhan yang baru saja disiram dengan air, begitu menyegarkan, Kinal memberikan kasih sayangnya padaku.

Kinal mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam saku celana pendeknya, kemudian ia membuka kotak kecil itu didepanku.

Ternyata isinya sebuah cincin berlian yang sangat indah. Kemudian ia berkata, "ini sebagai tanda keseriusanku padamu, Ve. Temani aku sampai akhir hayatku, terima segala kekuranganku, begitu juga aku akan menerima segala kekuranganmu. Karena dengan menerima segala kekurangan kita masing-masing, maka aku dan kamu akan lebih menghargai satu sama lain."

Kinal meraih tangan kiriku, lalu dia menyematkan cincin itu ke dalam jari manis ini.

Aku menatapnya penuh senyum, dan mendaratkan sebuah ciuman singkat di pipi kanannya, "terima kasih. Aku sangat menyayangimu, Nal."

Aku tersenyum manis dihadapannya.
.
.

Kinal POV

Di sini aku sekarang, dimana negara ini mengakui dan mengesahkan hubungan kami dalam sebuah ikrar janji suci sehidup semati.

Hanya ada keluargaku dan keluarga Veranda yang menyaksikan.

Ditambah Brandon, sahabatku.

Aku membuat acara ini di rumah, sengaja aku membeli rumah di sini untuk melangsungkan acara kami berdua.

Dan setelah ini kami berdua akan tinggal di negara yang dijuluki kincir angin dan bunga tulipnya, Belanda.

Rumah ini sudah kusulap semenarik dan seromantis mungkin, halaman belakang sudah kudekor menyerupai taman-taman yang ada di istana zaman dahulu kala, banyak bunga berwarna putih, karena warna putih itu suci, sesuci cintaku untuknya, si Pencuri Hati Jessica Veranda.

Di tempat suci, dan dihadapan petuah serta keluargaku juga keluarga Veranda, aku mengucap janji.

"Menyatukan sepasang manusia dalam sebuah hubungan. Belanda, sabtu tanggal 19 Agustus yang akan dipersatukan, Devi Kinal Putri Hartono dan Jessica Veranda Tanumihardja..." kata seorang petuah yang berdiri didepanku juga Veranda.

"Saya, Devi Kinal Putri Hartono, menerima, untuk menjadi pasangan hidup Jessica Veranda Tanumihardja, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka kaya maupun miskin, sakit dan sehat," kataku sambil menatap Veranda dan tanganku yang sedaritadi sudah menggenggam tangannya.

Aku melihat Veranda tersenyum manis padaku.

"Silahkan kau mengucap janjimu," lanjut sang petuah.

"Saya, Jessica Veranda Tanumihardja, menerima, untuk menjadi pasangan hidup Devi Kinal Putri Hartono, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka kaya maupun miskin, sakit dan sehat," ucap Veranda.

[…]

Setelah kami berdua sudah mengucapkan janji, aku dan Veranda memeluk mama papa kami masing-masing secara bergantian.

Veranda berlinang air mata bahagia, sama sepertiku yang tak kuasa menahan air mata ini.

Kebahagian yang kurasakan bersama Veranda saat ini benar-benar anugerah terindah.

Dan kini aku serta Veranda sedang ada disamping kolam renang, saling berpelukan, seperti tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Ve, kau milikku sekarang. Tak akan ada lagi yang bisa memisahkan kita, sampai maut datang menjemput," ucapku ke Veranda yang berdiri dihadapanku.

"Iya... Aku bahagia deh, Nal." Kemudian Veranda mencium kedua punggung tanganku.

"Apa lagi aku, Ve. Udah lama aku menantikan momen seperti ini... Ve, berarti nanti malam kita udah satu kamar dong ya?"

"Apa sih?!... Iihh."

"Loh kok apa sih, kamu gak akan membiarkan'ku tidur sendiri di kamar yang dingin itukan, Ve?"

Aku melihat Veranda mengernyitkan dahi sambil memanyunkan bibir, lucu sekali Veranda bersikap seperti itu.

Aku langsung mendekatkan wajahku ke wajahnya, karena tak tahan melihat bibir monyong pasanganku itu, jadi ingin menciumnya, setelah beberapa senti bibirku akan sampai ke bibir Veranda....

"Ka Venya gue pinjem dulu ya, kak!" ucap Nabilah, kemudian ia menarik tangan Veranda dengan cepat untuk menjauh dariku yang sedikit lagi ingin menciumnya.

Lagi-lagi Nabilah membuat ulah, kenapa sih dia selalu mengganggu.

"Nabilaaaaahhh...." teriakku kencang. Sedangkan mereka yang melihat hanya bisa tertawa, tawa mereka semuanya pecah di pesta pernikahanku dengan Veranda.

Continue Reading

You'll Also Like

19.5M 2.7M 74
Judul awal : Pak Dosen Pak Suami 🚫𝐊𝐀𝐋𝐀𝐔 𝐌𝐀𝐔 𝐇𝐄𝐁𝐀𝐓, 𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓🚫 UNTUK 17 TAHUN KEATAS!! "Shella udah gedee Bu...
315K 27.5K 35
"tolong jangan benci gue" [bahasa sedikit kasar]
20M 2M 55
Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. Kamu, yang terakhir kalinya yang bakal si...