cis yang baca doang gak vote📸
• • • • •
Episode 48 - Jadi, kita ini apa?
Aku sebagai laki-laki gak bisa gini terus, aku butuh kejelasan dan jawaban dari kamu.
— Reza
• • • • •
Adinda menatap Reza yang tengah mengemudi di sampingnya dengan tatapan tak habis pikir. Bagaimana tidak habis pikir? Reza baru saja mengantar Ryan dan Sasya pulang ke rumah mereka sehabis pulang dari Dufan dan itu adalah rumahnya sendiri dengan posisi Reza belum mengantar pulang Adinda. Dan sekarang, Reza harus mengantar Adinda pulang lalu pada akhirnya laki-laki itu akan kembali ke rumahnya lagi.
Yang membuat Adinda tidak habis pikir adalah, kenapa Reza tidak mengantarnya pulang terlebih dahulu baru dia pulang bersama dengan Ryan dan Sasya. Lihatlah, laki-laki itu benar-benar seperti orang kurang kerjaan sekarang.
"Kamu dengar aku gak sih? Nyebelin banget," cibir Adinda yang dari tadi menggerutu namun tidak di dengarkan oleh Reza.
"Dengar." jawabnya lalu kembali fokus mengemudi.
"Kamu emang gak capek? Gak capek harus bulak-balik kayak gini? Kamu tuh ya, be—"
"Berisik. Aku kayak gini, aku lagi butuh ketenangan, tapi apa? Kamu malah ngomong mulu," potong Reza yang ekspresi wajahnya mulai berubah.
"Risih ya?" tanya Reza kepada Adinda membuat Adinda langsung diam.
Ekspresi wajah Adinda pun yang awalnya kesal langsung berubah menjadi melas. Adinda sepertinya salah bicara barusan sampai membuat Reza marah besar begini.
"Iya sih, kita juga gak ada hubungan, buat apa aku kayak gini sama kamu? Rasanya terlalu berlebihan. Toh, kamu juga gak mau kan ada hubungan pasti di antara kita?" tanya Reza.
Dan benar saja, selama perjalanan pulang sekarang gantian, bukan Adinda yang menggerutu, tapi Reza yang malah menggerutu terus menerus membuat Adinda bungkam dan perasaannya langsung tidak enak.
"Boleh berhenti dulu di Alfamart gak?" tanya Adinda disela-sela gerutuan Reza.
"Ngapain?"
"Mau beli minum, berhenti dulu," pinta Adinda sembari menunjuk ke arah Alfamart yang ingin mereka lewati dan menyuruh mobil Reza untuk berhenti di depan Alfamart itu.
Tak menyahut lagi, Reza langsung membelokkan mobilnya ke Alfamart dan memarkirkan mobilnya di parkiran Alfamart itu. Adinda kemudian berjalan turun lalu memasuki Alfamart dengan Reza yang masih menatap lurus ke arah depan di atas kursi mobil dengan ekspresi wajah datar dan dingin.
Tak lama setelah itu, Adinda kembali dengan dua minuman dingin yang di bawanya. Adinda berjalan memasuki mobil lalu menutupnya kembali.
"Minum dulu, kamu dari tadi ngomong mulu, pasti haus," titah Adinda sembari memberikan satu botol minuman dingin kepada Reza.
Reza menatap Adinda tanpa ekspresi. Sangat konyol. "Aku gak haus. Selesaikan dulu masalah kita," ucap Reza sembari menaruh minuman itu.
Bahkan, Adinda yang niatnya ingin minum pun, tidak jadi. Adinda langsung menaruh minumannya dan menatap Reza takut.
"Masalah apa?" tanya Adinda.
"Apaan sih, aku ngomong dari tadi gak di dengar ya? Susah banget ngomong sama anak kecil emang," cerca Reza.
"Kita ini apa, Din?" tanya Reza kepada Adinda. Reza menyampingkan posisi duduknya agar menghadap Adinda dan lebih enak untuk mengobrol.
"Aku tanya, kita ini apa? Aku bingung sama pikiran kamu. Kamu kayaknya santai aja gitu hubungan kita gak ada status begini," gerutu Reza.
"Dengerin, bukannya malah bengong." tegur Reza.
Lamunan Adinda buyar, matanya mulai berkaca-kaca menatapi mata tajam Reza. "A—apa, kenapa?" tanya Adinda lagi membuat Reza geram dengan gadis di hadapannya.
"Reza tertawa melihat reaksi Adinda. "Kamu sebenarnya ada rasa gak sih sama aku?" tanya Reza.
"Gak tau," jawab Adinda seadanya.
"Jawab yang benar." tekan Reza. "Aku lagi serius, jangan di biasain bercanda, bisa gak?" omel Reza.
"Aku bingung, Za, aku bingung," frustrasi Adinda.
"Bingung kenapa? Selama ini perjuangan aku ke kamu, kamu anggap apa? Kamu pikir gampang buat dapetin kamu balik, Din? Enggak. Bahkan, sebanyak apa pun perjuangan aku sekarang, aku bisa gak dapetin kamu lagi? Bisa gak miliki kamu lagi? Enggak kan?" cerocos Reza.
"Bukan gitu, aku cuman belum yakin," lirih Adinda.
"Belum yakin apanya? Apa lagi yang harus aku tunjukin sama kamu?" Reza menatap Adinda benar-benar geram dan tidak habis pikir. Reza sedikit kecewa.
"Aku sebagai laki-laki gak bisa gini terus, aku butuh kejelasan dan jawaban dari kamu, Din," ucap Reza.
"Hubungan kita gini aja terus gak ada kejelasan. Apa kata orang tua kamu nanti. Mereka pasti ngira aku yang gantung kamu, padahal kamu sendiri yang gantung aku," sambung Reza sembari menyugar rambutnya frustrasi.
"Susah banget emang, ngomong sama anak kecil, gak akan pernah ngerti maksud dan arti yang kita omongin." Reza tertawa remeh ke arah Adinda.
"Serba salah banget ya? Aku nyahut itu salah, nyahut ini salah," Adinda akhirnya terpancing emosi.
"Iya, aku emang anak kecil dan kamu yang paling dewasa di sini!" sentak Adinda. Adinda meremas pahanya, menahan rasa sesak pada dadanya mendengar ucapan dan makian Reza barusan.
"Aku cuman bocah bloon di sini, iya kan?" Adinda menatap Reza dengan air mata yang mulai menetes satu persatu membasahi pipinya.
"Jangan ngerusak kata-kata yang udah aku masukin dalam kalimat aku dengan pendapat kamu seenaknya." tekan Reza.
"Iya, aku salah, maaf," cicit Adinda.
"Aku punya prinsip di sini, prinsip kamu mana?" tanya Reza membuat Adinda semakin kebingungan harus menjawab apa.
"Tolong, bawa aku pergi dari sini," rengek Adinda dalam hati.
"Aku mau pulang,"
"Jangan ubah topik pembicaraan, selesain dulu masalah, baru kita pulang," sahut Reza dengan penuh penekanan kata.
Adinda menggeleng. "Aku mau pulang!" lantang Adinda dengan suara yang mulai meninggi dan bergetar.
Reza tidak menyahut. Laki-laki itu langsung menyalakan mesin mobilnya dengan tangan yang sesekali mengentak setir mobil.
Dan selama perjalanan, keduanya sama-sama terdiam. Padahal tadi, mereka masih bisa tertawa-tawa dan bercanda bersama. Tapi sekarang, semuanya lenyap begitu saja.
Adinda membuang pandangannya ke arah jendela mobil, menatap pemandangan dari dalam mobil dengan air mata yang terus menetes. Baru kali ini Adinda melihat Reza marah, walaupun tak ada sama sekali teriakan dan bentakan dari Reza. Tetap saja, hati anak bungsu itu lemah, Adinda mudah menangis dan mentalnya, mental yupi.
Adinda menggigit bibirnya, berusaha menahan dirinya agar isakan tangisan itu tidak terdengar oleh Reza.
"Gak usah nangis, kamu bukan anak kecil lagi," ucap Reza yang kembali membuka topik pembicaraan.
"Sekarang aku harus apa? Harus pakai cara apa lagi biar kamu benar-benar nerima aku?" tanya Reza kepada Adinda.
Gagal, misinya mengigit bibir untuk menahan isakan tangisnya itu, gagal. Adinda sudah tidak tahan, dia tidak bisa menangis berdiam diri saja. Detik itu juga, Adinda menangis terisak-isak di hadapan Reza yang langsung menoleh ke arahnya.
"Aku gak tau, Za! Aku bingung, aku gak mau menikah bukan karena aku gak cinta kamu, t—tapi, aku benar-benar belum siap!" seru Adinda dengan isakan tangisan dan suara yang sedikit meninggi.
"Kalau kamu udah gak kuat, cari aja perempuan lain yang mau di ajak menikah dan bukan aku. Aku belum siap," Adinda menutup wajahnya dengan kedua tangannya, benar-benar rasanya sesak dan sedih.
Reza menatap Adinda tidak tega. Seketika laki-laki itu menyesal dengan apa yang di ucapkannya kepada Adinda hingga membuat gadis itu menangis terisak-isak di hadapannya.
"GAK USAH PEGANG-PEGANG!" teriak Adinda kala tangan Reza berniat untuk menggenggam tangannya. Adinda menepis tangan Reza jauh-jauh dari dirinya. Gadis itu mulai ketakutan dengan Reza yang berusaha menyentuhnya. Bukan menyentuh bagian sensitif tapi, Reza hanya bisa untuk menggenggam tangan Adinda.
Reza menatap Adinda benar-benar tidak tega, kasihan, dan sedih melihat gadis pujaannya menangis terisak-isak di hadapannya untuk yang ke sekian kalinya dan karena dirinya.
"Fokus nyetir, please," mohon Adinda dengan nada yang benar-benar lembut.
Reza menghela napasnya dan akhirnya laki-laki itu memilih untuk diam selama perjalanan pulang dengan Adinda menangis dengan suara isakan pelan.
Dan akhirnya, mereka telah sampai di depan rumah Adinda. Reza memberhentikan mobilnya di depan rumah Adinda.
"Maaf," ucap Reza sedangkan Adinda hanya bisa diam seraya menyenderkan kepalanya pada bantal kursi mobil, Adinda mengambil napasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, berusaha untuk menenangkan dirinya dan menyudahi isakan tangisnya.
"Aku gak bermaksud nyakitin kamu dengan kata-kata aku, tapi kali ini, aku benar-benar serius, Din. Aku pengen, hubungan kita ada kejelasan," ucap Reza. Kedua tangan Reza bergerak mengambil dan menggenggam tangan Adinda.
Tangan Reza perlahan mengelus-elus telapak jari Adinda. "Maafin aku ya, maafin,"
Adinda menoleh ke arah Reza dengan mata sayup dan sedih. Adinda menggeleng. "Aku tau maksud kamu. Tapi, aku belum siap untuk saat ini, kalau kamu emang gak kuat untuk perjuangkan aku, gak apa-apa, sampai sini aja."
"Jangan kejar aku lagi. Toh, aku juga gak bisa menghargai perjuangan kamu kan selama ini? Semuanya sia-sia kan? Maaf ya, aku kayaknya terlalu kekanakan buat kamu yang pemikirannya benar-benar dewasa. Maaf udah buat kamu capek dengan cara menyikapi aku yang gini-gini terus," ucap Adinda.
"Aku pamit, makasih buat hari ini. I'm really happy and happy to spend my day with you, thank you." Adinda tersenyum manis ke arah Reza.
"Hati-hati ya, aku duluan," Adinda melambaikan tangannya lalu berjalan turun dari mobil setelah pintu mobil berhasil di bukanya. Adinda kembali menutup pintu mobil dan berjalan memasuki rumahnya meninggalkan Reza yang menatapnya nanar dari dalam mobil.
Adinda berjalan memasuki rumahnya dengan wajah yang benar-benar sedih, bahkan air matanya kembali membendung. Adinda berjalan memasuki rumahnya tanpa mengucapkan salam membuat Anggita, Ibnu dan Aibil yang tengah terduduk di ruang tamu
"Loh sayang? Kamu kenapa?" tanya Anggita panik sembari bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri Adinda yang air matanya menetes kembali membasahi pipinya.
Tanpa menyahut, Adinda langsung memeluk Resti erat sembari menangis terisak-isak di pelukan Resti membuat seluruh anggota keluarganya menatapnya khawatir. Ibnu serta Aibil dengan segera bangun dari duduknya dan berjalan mendekati Adinda.
"Din? Kamu kenapa?" tanya Ibnu panik.
"Lo diapain sama Reza, hah?" tanya Aibil yang sepertinya mulai emosi dan kesal melihat mata Adinda yang sembab begitu dan air mata yang terus menetes.
"Reza ngapain lo?! Jangan diam aja, Din!" omel Aibil.
"Bukan Reza, tapi aku,"
Tbc
FINALLY RASYA CAILAHHH
buat yang gemes dan penasaran sama cerita khusus Ryan dan Sasya udah ada ya luv! Cek aja akun Chichkenwink😋❤️
vote dan koment untuk next episode🙈❤️
• • •