Karena Piknik Kilat ✔ (SELES...

By petikpertama

1.1M 99.5K 1.4K

Ceisya gak pernah tau kalau semesta akan mempertemukannya lagi dengan Arga. Si cowok Indonesia yang dulu per... More

Prakata & Prolog
One: Holiday
Two: Pertemuan & Sugar Pilot
Three: Cabe Afrika
Four : Gossip
Five : Doa
Six : Attention
Seven : Berjemur
Eight : Cinderella Sepatu Converse
Nine : Mistake
Ten : Motor Mogok
Eleven : Foto Evelyn
Twelve : Telefon Nyonya Anita
Thirteen : Bastard
Fourteen : The Beach Secret
Fiveteen : Senja
Sixteen : Sahabat Wanita
Seventeen : Special
Eighteen : Hati Melemah
Nineteen : Reveal
Twenty : Pendukung
Twenty one : Penjelasan Hari Itu
Twenty Two : Bandara
Twenty Three : Special Treasure
Twenty Four : Hadiah Luna
Twenty Five : Telfon Pertama Arga
Twenty Six : Calon Suami
Twenty Seven : Kakak Perempuan
Twenty Eight : Rival Wanita
Twenty Nine : Pelukan Hangat
Thirty : Panggilan Sayang
Thirty One : Tempat Untuk Pulang
Thirty Two : Perasaan Rindu
Thirty Three : Rahasia Argadinata Nuswan
Thirty Four : Lamaran Arga
Thirty Five : Foto Arga
Thirty Six : Date !!
Thirty Seven : Camer (part 1)
Thirty Seven : Camer (part 2)
Thirty Eight : Sosok Galih Nuswan
Thirty Nine : Datangnya Si Bungsu (Part 1)
Thirty Nine : Datangan si Bungsu (Part 2)
Fourty : Rencana Besar Hari
Fourty One : Tolong Jaga Arga
Fourty Two : I Love You
Fourty Three : Big Gift
Fourty Three : Big Gift ( Part 2 )
Epilog : The Wedding
Extra Part 1 (Special Adnan Edition).

Fourty Four : The Happy Ending.

21.4K 1.6K 26
By petikpertama

Fourty Four : The Happy Ending.






      "Surprise!!"

Arga muncul dibalik pintu dengan senyum ceria. Wajah berserinya terpancar jelas melebihi lampu apartementnya yang baru saja menyala.
Ditangan Arga ada bunga Mawar merah muda dengan sepotong kue tiramisu kesukaanku.

Arga tersenyum lebar, walau perlahan wajahnya mulai berubah. Kali ini balik tertegun menatapku lurus dan dalam. Mulut Arga terbuka kecil, matanya masih mengunci tatapan kami yang berjarak beberapa meter dariku.

Arga mengerjapkan matanya perlahan. "Cantik." Ucapnya setelah beberapa detik terpaku menatapku yang berkaca-kaca dibuatnya.

"Kamu ditinggal aku makin hari makin cantik Dinanti." Lanjutnya lagi membuatku makin tersipu.

Aku merenggut kecil, mengalihkan wajah menyeka bulir air kecil diujung mata. Aku tau maksudnya adalah perubahanku menggunakan hijab. Arga selalu punya caranya sendiri untuk memujiku.

"Kamu kenapa disini? Bukannya nemenin Om Galih di Korea? Kamu bohong? Kamu bikin alasan gak ba--"

"I miss you." Ucapnya memotong kalimatku begitu saja. "You really killed me with this long distance." Lanjutnya membuatku menggigit bawah bibir.

Aku menundukan kepala. Semakin dalam sambil memandangi kotak beludru dengan sebuah cincin didalamnya.

Arga melangkahkan kakinya mendekat. Bergerak menghampiriku sampai berhenti tepat dihdapanku.

Arga kemudian menyodorkan sepotong kue tiramisu ditangannya dengan lilin kecil yang menyala. Kepalanya menunduk kecil mensesejarkan wajahnya dengan milikku. "Kamu gak mau ngucapin doa?" Tanyanya dengan senyum kecil.

Masih kesal karena kejutan anehnya aku menginjak kaki Arga keras. "Aku gak suka kejutan kamu." Ucapku membuat Arga malah mengulum bibir menahan senyumnya. Walau sempat meringis mengusap satu kakinya dengan kaki lainnya.

"Emang bagian mana yang kamu gak suka? Coba di koreksi." Kata Arga dengan gaya jahilnya.

Aku mendecak. "Kamu pikir lucu nyuruh Hari bilang ke aku kalau Om Galih gak baik-baik aja dan kamu harus temenin papah kamu disana? Aku khawatir Ga, dan tiba-tiba... dengan wajah gak berdosanya kamu loncat muncul dibalik pintu sambil bilang 'SURPRISE!' kamu pikir ini acara prank-nya Atta Halilintar?!" Marahku sudah emosi.

Namun Arga dengan wajah polosnya malah mengernyit bertanya dengan bego padaku. "Itu siapa Nan? Kok aku kaya pernah denger."

Aku melengos. Jengkel setengah mati dengan tanggapannya.

Demi tuhan... kenapa bisa pula aku jatuh hati dengan laki-laki macam Arga.

Cowok jujur yang kadang kelewat tolol dimataku. Satu-satunya cowok yang mampu membuatku merasakan perasaan bermacam-macam di satu waktu.

Apa ini hanya Arga? Atau kenyataan memang Arga saja yang datang berkunjung dalam hidupku.

"Kamu sampai jam berapa?" Tanyaku membelokkan topik. Tak mau membuat kacau emosi setelah melihat senyum dibibirnya.

Arga mengernyitkan dahinya. "Dua jam yang lalu? Aku kurang tau pastinya."

"Dan kamu yang nyiapin ini semua?"

Arga mengangguk. "Kamu gak boleh protes aku buat ginian yah. Ini demi kamu." Kata Arga langsung memasang wajah mengancam.

"Terus ini?" Telunjukku menunjuk pada kue tiramisu dengan lilin masih menyala ditangannya.

"Yang ini aku beli. Aku gak bisa buat kue Dinanti. Tapi belinya pake hati kok. Duitnya juga dari dompetku." Kata Arga masih sempatnya bercanda. "Kamu yakin gak mau buat permintaan Dinanti? Atau aku wakilin tiup lilinnya."

Aku melotot. "Yang ulang tahun kan aku. Akulah yang tiup!" Ucapku langsung maju merapatkan kedua tangan didada sambil memejamkan mata bersiap mengucap sebuah doa.

Sampai Arga lebih dulu menghentikanku. "Eh tunggu!" Tahan Arga sampai menjauhkan potongan kue ditangannya. "Aku boleh nitip doa sama kamu Dinanti?" Tanya Arga.

Alisku berkerut. Teringat Om Galih tentang kesehatannya.

Kepalaku mengangguk mengiyakan. "Mau doa apa?" Tanyaku membuat senyum lebar dibibirnya tersungging.

Arga kembali menyodorkan kue tiramisu tepat kehadapnku. "Doa agar kamu jawab iya atas lamaranku." Ucapnya tanpa ragu.

Aku mengulum bibir. Tak mau kelihatan salah tingkah jadi kembali maju merebut kue ditangannya kemudian menginjak kakinya lagi dengan keras.

Aku langsung menutup mata menghiraukan Arga meringis kesakitan. Mengucap segala doa di dalam hati kemudian membuka mata meniup lilin kecil diatas kue.

Aku tersenyum lebar, kali ini secara otomatis bola mataku bergerak melirik Arga. Melihat laki-laki itu berdiri sambil tersenyum dengan kalem.

Arga mencolek ujung hidungku lembut. "Happy Birthday Dinanti. Semoga kebahagiaan selalu hadir menyertaimu." Doanya dengan tulus.

Aku terdiam. Tertegun dengan kalimatnya hanya bisa terpaku memandangi wajah itu. Wajah yang belakangan ini sering mampir ke dalam mimpiku karena alasan rindu.

Wajah yang kemudian membuatku jatuh berkali-kali karena kerasnya hatiku untuk mengelaknya hadir dalam hariku.

Wajah yang akhirnya justru membuatku merasakan perasaan paling indah sekaligus sederhana tanpa jelas.

Wajah yang belakangan ini ingin selalu kupandang selama akhir sisa hidup.

"Kamu mau dengar jawaban ini kapan Ga?" Aku mengangkat tangan yang menggenggam kotak beludru berisikan cincin didalamnya.

Membuat Arga mengangkat alis tinggi dengan kelopak mata mengerjap cepat. Arga meneguk ludahnya getir. "Aku mau denger kalau kamu jawabnya iya."

"Kalau aku bilang enggak atau belom siap?"

Arga terdiam. Berpikir dengan wajah serius.

"Kita bicarain baik-baik biar kamu jawabnya iya."

"Ujung-ujungnya aku tetep harus jawab iya dong!" Ucapku protes.

Arga merenggut. "Emang masih perlu mikir?"

"Kamu pikir nikah itu gak pake banyak pertimbangan?"

"Pertimbangan kamu jangan banyak-banyaklah Dinanti. Aku takutnya nanti aku diambil orang nanti."

Aku mendelik. "Emang siapa yang mau sama laki-laki mulut pedes yang cuek dingin kaya kamu?"

"Kamu." Jawab Arga cepat tanpa ragu. Membuat serangan jantung sepersekian detik hingga mampu membuatku menahan nafas.

"Makanya kamu terima lamaran aku, yah?" Kata Arga dengan wajah polos melanjutkan kalimatnya.

Aku meninju lengannya. "Mana ada ngelamar perempuan pake maksa begini?"

Arga mendengus. "Kamu jangan bikin aku mendadak insecure dong Nan." Katanya kali ini mendadak berubah menjadi mode teman.

Aku melengos. "Emang kamu udah punya planning buat ke depan?"

"Udah," jawabnya malah jengkel.

"Gimana?" Aku bertanya penasaran.

"Pokoknya kamu ada didalam semua planning aku. Kalau kamu bilang enggak kamu ngerusakin rencana masa depan aku  Dinanti." Kata Arga berganti jurus ancamannya.

Aku mengulum bibir menahan senyum. "Sebutin coba satu planning yang kamu buat sama aku?"

"Punya anak laki-laki?"

Aku reflek menendang kakinya lagi keras. Memberinya pelototan paling lebar yang kubisa selama hidupku.

Arga bahkan sampai jatuh terduduk disofa sambil memegangi tulang kering kaki kirinya lalu mengaduh.

"Besok-besok kamu jadi atlet sepak bola aja Nan! Tendangan kamu bahkan lebih sakit daripada dicium sama sepatunya Ronaldo." Kata Arga disela-sela ringisannya.

Aku mengatupkan bibir. Mendadak jadi merasa bersalah. Lagipula bisa-bisa aku lupa tanggapan Arga selalu penuh dengan keceplosan juga kejujuran.

Persis seperti kertas lembar HVS putih yang baru saja keluar dari mesin fotokopi. Bersih, hangat dan halus.

"Emang sakit banget?" Tanyaku mendadak jadi sedikit tak tega. Menaruh potongan kue tiramisu dan kotak cincin di meja kemudian mendudukan diri disebelahya.

Arga memeluk kedua kakinya kemudian menjauhiku. "Jangan deket-deket. Aku gak mau kaki kananku ikut lebam ditendang kamu." Katanya dengan protektif.

Aku mendecak. "Kamu duluan yang bikin aku kelepasan." Tunjukku menyalahkan.

"Kamu kan nanya planning apa yang aku punya. Salah aku jawab jujur?" Arga balik bertanya membuatku jadi tergagap.

Aku mengerucutkan bibir. Kali ini mengalihkan wajah menghindari tatapannya.

"Minta maaf dong!" Arga menepuk pahanya keras. "Kalau ngerasa bersalah juga jawabannya iya,"

"Iya." Ucapku dengan cepat.

"Nah gitu dong kamu-- Eh wait......"

Gerakan mulut Arga terhenti, kelopak matanya bergerak mengerjap-ngerjap dengan cepat. "Tadi kamu bilang apa Dinanti?" Tanya Arga menoleh langsung padaku.

Aku menciut kecil bagai keong masuk ke dalam cangkangnya. "Enggak bisa diulang." Kataku pelan.

"Tapi aku enggak kedengaran. Tadi kamu bilang apa?" Desak Arga dengan kedua mata berbinar.

Aku mendecak kecil. Entah kenapa mendadak hatiku kembali meloncat-loncat tak jelas.

"Iya." Jawabku masih pelan.

Arga mengulum bibir. Menahan senyumnya setengah hati hingga kedua lubang hidungnya ikut merekah. Arga kemudian buru-buru merogoh sesuatu dari saku celananya.

"Coba diulang. Aku mau rekam barangkali kamu lupa ingatan besok." Katanya mengerling.

Aku meninju lengannya keras. "Gak usah macem-macem ya Ga!"

Arga mencibir. "Kamu kan kaya gadis umur 17 Nan. Suka plin-plan gak nentu. Kalau besok jawabannya tiba-tiba enggak gimana?" Kata Arga malah mengomel.

Aku mengulum bibir menahan senyum. Melihat Arga dan semua omelan uniknya.

Aku melengos kecil. Meraih kotak kecil biru beludru diatas meja kemudian membukanya. Mengambil cincin cantik yang tertanam disana kemudian mengenakkannya tepat di jari manisku.

Aku maju menunjukan telapak tangan terbuka pada Arga. "Nih buat buktinya. Puas?" Ucapku kemudian langsung beranjak bangkit berdiri.

Aku meraih tas juga kunci mobil, langsung berjalan pergi melenggang meninggalkan Arga yang masih melongo kecil ditempatnya.

Sampai didepan pintu apartemennya saat meraih kenop Arga baru berteriak padaku.

"DINANTI!" Ucapnya masih terduduk diatas sofa.

Aku menoleh, melihat wajah paling sumringahnya duduk disana. Hatiku bahkan ikut meringan melihat ekspresi wajah itu.

"Kenapa?" Tanyaku mencoba menjawab dengan tenang.

Arga bangkit berdiri. "Aku laper. Ayo temenin aku makan." Ajaknya dengan ceria. Membuatku teringat dengan senyuman miliknya saat 7 tahun yang lalu. Senyum yang sama saat kami masih di bangku SMA.

Helaan nafas pelan keluar dari mulutku. Aku mencibir kecil. "Soto Mang Rian depan rumah sakit pertigaan. Sepuluh menit aku tunggu di bawah." Ucapku membuka pintu.

Arga yang mendengar itu langsung melompat dari sofa. Berlari mengejarku menahan pintu sambil tersenyum.

"Gak perlu sepuluh menit. Sekarang juga aku siap!" Katanya tersenyum mengerling.

Aku mencibir. Melenggang berjalan lebih dulu disusul Arga disampingku yang berjalan disisiku.

Arga menunduk kecil. Suaranya terdengar berbisik pelan. "Btw sekedar informasi. Pipi kamu kelihatan merah sejak tadi Nan." Katanya kemudian berlari lebih dulu menuju lift yang terbuka.

Aku menyentuh pipi. Melihatnya justru tertawa ringan dengan bahagia.

"Argaaaaa!!"




-fin-






***




a/n :

ALHAMDULILLAH AKHIRNYA PROJEK CERITA ARGA CEISYA BISA SELESAI HINGGA SAAT INI BAKSUUUU...

Mau curhat sedikit saat nulis perjalanan kisah mereka berdua ini bener-bener bangun moodnya gampang banget. Chemistrynya dapet, tokoh karakternya dapet, aku merasa dua orang ini bahkan seakan-akan hidup dan aku jadi saksi hidup mereka berdua.

KPK emang bukan cerita debut pertamaku. Tapi KPK jadi cerita favorite yang kutulis sampai sejauh ini. Dan kalau boleh jujur, KPK adalah cerita genre yang petikpertama suka banget. Kaya kata Arga. Aku buat cerita KPK karena ingin buat cerita yang semoga gak bosan untuk terus dibaca ulang, cause konfliknya memang  gak berat.

Bahkan KPK tanpa sadar sudah jadi bagian rest area yang paling kutunggu untuk pulang dan kutulis. Sekali lagi... semoga perasaan ini bisa tersampaikan dengan baik pada kalian semua yang baca.

Sampai sini... arga dan ceisya pamit yah.

Gak benar-benat pamit karena mereka udah ngelanjutin universe mereka sendiri.

Kalau kalian masih belum rela aku bisa post epilog atau extra partnya. Biar bisa update... plis komen karena aku mau tau gimana feel kalian setelah baca ini.

Terima kasih untuk semua yang sudah baca. Terimakasih untuk para nama yang sering muncul dalam notifikasi aku. Loveyouuuuallll.

Untuk universe yang masih bersambung selanjutnya.... bisa cek profil aku dan buka sonenlicht karena aku akan hadir disana dengan dua tokoh favoriteku yang baru dan buat aku jatuh cinta juga sama mereka.

Jangan lupa follow aku yah!!

See y all 🤍🤍





Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 150K 40
Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpisahan dengan Jenia hampir sepuluh tahun y...
57.7K 207 4
bocil diharap menjauh
545K 80.2K 72
"Malik Syarifudien Pramana, hantu masa lalumu?" tanya orang itu sambil melempar buku baruku ke meja. Suaranya tajam dan dingin. Mataku mengikuti ara...
447K 41.1K 100
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...