Karena Piknik Kilat ✔ (SELES...

By petikpertama

1.1M 99.5K 1.4K

Ceisya gak pernah tau kalau semesta akan mempertemukannya lagi dengan Arga. Si cowok Indonesia yang dulu per... More

Prakata & Prolog
One: Holiday
Two: Pertemuan & Sugar Pilot
Three: Cabe Afrika
Four : Gossip
Five : Doa
Six : Attention
Seven : Berjemur
Eight : Cinderella Sepatu Converse
Nine : Mistake
Ten : Motor Mogok
Eleven : Foto Evelyn
Twelve : Telefon Nyonya Anita
Thirteen : Bastard
Fourteen : The Beach Secret
Fiveteen : Senja
Sixteen : Sahabat Wanita
Seventeen : Special
Eighteen : Hati Melemah
Nineteen : Reveal
Twenty : Pendukung
Twenty one : Penjelasan Hari Itu
Twenty Two : Bandara
Twenty Three : Special Treasure
Twenty Four : Hadiah Luna
Twenty Five : Telfon Pertama Arga
Twenty Six : Calon Suami
Twenty Seven : Kakak Perempuan
Twenty Eight : Rival Wanita
Twenty Nine : Pelukan Hangat
Thirty : Panggilan Sayang
Thirty One : Tempat Untuk Pulang
Thirty Two : Perasaan Rindu
Thirty Three : Rahasia Argadinata Nuswan
Thirty Four : Lamaran Arga
Thirty Six : Date !!
Thirty Seven : Camer (part 1)
Thirty Seven : Camer (part 2)
Thirty Eight : Sosok Galih Nuswan
Thirty Nine : Datangnya Si Bungsu (Part 1)
Thirty Nine : Datangan si Bungsu (Part 2)
Fourty : Rencana Besar Hari
Fourty One : Tolong Jaga Arga
Fourty Two : I Love You
Fourty Three : Big Gift
Fourty Three : Big Gift ( Part 2 )
Fourty Four : The Happy Ending.
Epilog : The Wedding
Extra Part 1 (Special Adnan Edition).

Thirty Five : Foto Arga

18.3K 1.9K 51
By petikpertama

Thirty Five : Foto Arga




      Kalau ditanya apakah aku sudah siap untuk menikah. Jujur, kenyataanya adalah jawabanku memang tak pernah jelas. Termasuk kriteria yang sering ditanyakan oleh orang-orang mengenai lelaki idamanku.

Pertanyaan klasik yang setiap lebaran menjadi menu wajib diabsen seperti opor itu. Bahkan jujur, tak jarang pula aku dijodohkan dengan anak laki-laki teman papah.

Tapi sekali lagi, jawabanku memang selalu tak pernah jelas.

"Doain aja ya tante,"

"Belum tau tante... yang terbaik duluan aja deh siapa yang datang,"

"Gak ada tipe khusus kok. Yang penting dia baik dan sayang sama aku juga keluarga."

Dan jawaban lainnya yang benar-benar tidak menjurus pada suatu kriteria atau target tertentu.

Bisa dibilang... aku memang tidak terlalu peduli tentang hal satu ini.

Tapi hari itu. Hari dimana Arga mengutarakan rencana yang disiapkannya terutama menikahiku. Otakku mendadak blank. Aku benar-benar tak terpikirkan apapun.

Kupikir pada awalnya aku merasa takut. Namun ternyata tidak, aku hanya gelisah. Karena sepanjang aku mengenalnya, perkataan Arga memang tak pernah main-main.

Dan jika benar, itu berarti.... laki-laki ini memang serius untuk menikahiku.




"Arga lamar kamu?!" Mata mamah membelak menatapku saat aku selesai bercerita mengenai Arga padanya.

Disebelah mamah, ada Kak Adnan juga yang duduk di sebelah diam-diam ikut mendengar perbincangan kami. Melihatnya yang tersedak saat meminum kopi hitamnya, well itu berarti Kak Adnan benar menyimak ceritaku diam-diam walau matanya menatap ke arah tv.

Ya.

Aku memang memutuskan untuk bicara dengan jujur pada Nyonya Anita. Firasatku akan lebih baik untuk bicara sejak awal agar tak akan ada banyak menimbulkan pertanyaan selanjutnya yang membuat perasaanku resah bahkan dari orang terdekatku sekalipun. Lagipula ini mamah, aku tak pernah bisa berbohong pada wanita yang paling kucintai selama hidupku.

"Jadi kemarin kamu ke Bandung itu Arga ngelamar kamu?" Tanya Nyonya Anita mengulang pertanyaan masih terlihat kaget bukan main.

Aku menipiskan bibir. "Gak ngelamar Mah... cuma Arga ngasih tau aja katanya dia ada rencana mau ngelamar aku."

"Enggak boleh." Mamah menyela menatapku serius. Suaranya tegas. Itu jelas membuatku gantian terkejut setengah mati.

Aku melirik Kak Adnan. Tapi melihat ekspresi wajah Kak Adnan yang tak kalah terkejutnya membuatku semakin bingung dengan kalimat Mamah sebelumnya.

Karena sepanjang aku mengenal Mamah hingga detik ini. Mamah selalu berkata untuk tak akan menghalangi pilihan anaknya terutama soal pendamping hidup sama sekali.

"K-kenapa? Bukannya waktu di Bali Mamah justru nyuruh Arga ketemu Papah di telfon?" Tanyaku tak paham. Aku masih ingat bagaimana Mamah menggodaku saat melihat foto yang Evelyn ambil di pernikahannya.

Mamah terdiam. Masih mempertahankan garis wajah tegasnya. Aku tahu kali ini Mamah serius. Bukan lagi dalam mode siaganya namun Mamah sudah benar-benar serius.

Mamah menarik nafas. "Itu sebelum Mamah denger kalau Arga sudah tunangan sama anak orang lain. Mamah bahkan dengar mereka akan menikah bulan depan Sya. Kamu mau jadi perusak pernikahan orang?" Mamah menatapku nyalang.

Mulutku terkatup rapat. Aku memperbaiki posisi duduk, meraih tangan Mamah kemudian mengusapnya lembut.

"Arga dijodohkan Mah..." jelasku membuat Mamah reflek menurunkan kedua bahunya menatapku dengan tatapan bertanya.

"Alasan utama kenapa dia pergi ke Bandung minggu lalu karena dia menolak untuk dijodohkan sama keluarga Papahnya. Sejak awal Arga gak menginginkan pernikahan itu. Bahkan pertunangannya saja Arga gak hadir di tempat. Saat itu Arga sedang di Malaysia. Seminggu setelahnya saat ia balik orang-orang sudah ramai bicara soal rencana pernikahannya." Jelasku lagi membuat tatapan nyalang Mamah perlahan berubah menjadi melunak.

Mamah terdiam. Begitu juga dengan Kak Adnan yang memijat pelipisnya seakan berpikir keras.

Aku mengulum bibir. Merasakan perubahan atmosfer yang terasa hening ini malah semakin terasa tegang.

Aku mencoba tesenyum, tak ingin membuat dua orang yang paling kusayangi di dunia ini cemas. Apalagi aku tau mamah dan Kak Adnan sama-sama memiliki perasa yang lembut dan peka. "Arga juga bilang ke aku untuk gak perlu khawatir Mah... dia gak akan menemui Pak Adimas dan Nyonya Anita lebih jauh sebelum masalah keluarganya akan clear lebih dulu. Prioritas Arga sekarang mau menemani Mamahnya sampai proses perceraian dengan Papahnya benar-benar selesai." Ucapku mencoba menenangkan mamah.

Mamah menghembuskan nafas pelan. Garis wajahnya menurun menatapku dengan tatapan tak terbaca. Walau berikutnya, senyum kecil di bibir mamah mulai tersungging.

"Jadi kamu udah yakin?" Pertanyaan mamah membuat alisku berkerut.

"Yakin?"

Mamah mengangguk. "Apalagi kalau bukan dia laki-laki yang benar kamu cintai?" Kata Mamah membuat dadaku seakan tertembak tepat. "Papah bahkan diam-diam kaget bukan main saat dengar kamu mau nyusul seorang laki-laki ke Bandung dengan muka kalut loh dek. Papah bilang terakhir kamu pasang wajah begitu saat Papah pingsan dan masuk rumah sakit karena gula darahnya naik. Papah cemburu sama Arga, Sya."

Aku tertawa kecil. Tapi tak mampu menjawab hanya tersenyum, karena jauh dalam lubuh hatiku, aku sendiri memang tak terlalu yakin.

Namun sekali lagi mengingat bagaimana Arga benar-benar membuatku ketakutan setengah mati saat mendengar dia pergi dari rumah. Atau saat mengingat senyum di wajahnya yang terlihat lugu dan kekanak-kanakan itu. Arga nyatanya jadi alasan yang membuat debaran menyenangkan di hatiku bangkit. Dan hanya Arga satu-satunya yang dapat membuat ku merasakan itu.

"Aku.... cuma mau disisinya sekarang Mah." Jawabku jujur. Tak ada alasan lagi selain aku ingin terus menemaninya.

Mamah tersenyum. Tangan lembutnya bergerak maju menarikku dalam pelukan hangat miliknya.

"Anak bungsu Mamah udah mau ninggalin Mamah sendirian aja sekarang." Kata Mamah di sela-sela pelukan eratnya.

Aku menepuk punggung Mamah tak terima. "Beneran jadi aja belom tentu. Lagian aku bilang gini supaya Mamah gak kaget aja kalau tiba-tiba Arga sialan itu mendadak kesini. Dia kalau nekat suka di luar nalar aja makanya aku khawatir." Kataku kali ini membuat suara tawa Mamah terdengar renyah.

"Yah... sekarang jadi Arga mulu, Mamah sama papah bakal tergantikan deh." Kata Mamah membuatku kembali menepuk punggungnya tak terima.

"Kalau memang Ceisya bilang begitu. Mamah akan coba dukung dan doain kamu. Asal Ceisya yakin dan paham sama apa yang akan terjadi kedepannya. Insya Allah Mamah juga senang kalau Ceisya bahagia." Mamah mengeratkan pelukannya.

"I love you," ucapku tulus jauh dari lubuk hati yang paling dalam.

"I love you more." Balas Mamah mengusap kepalaku lembut masih dalam pelukannya.

Aku tertawa, tak bisa lebih merasa bahagia dan bersyukur mendapat anugerah orang tua yang begitu mencintai, mendukung serta menerima selalu keputusan yang kupilih. Aku tak bisa membayangkan bagaimana Arga yang selalu mendapatkan pertentangan selama masa hidupnya.

Mataku melirik pada Kak Adnan. Kakak laki-lakiku itu tengah melempar senyum hangat padaku.

Walau tak bisa disembunyikan, aku tau.... aku benar-benar paham betul bagaimana tatapan matanya berbicara. Kak Adnan tak akan tinggal diam setelah mendengar semua cerita tentang kami.





**



Aku melempar tubuh ke atas ranjang. Baru saja menyelesaikan makan malam kini terbaring memejamkan mata.

Belakangan hari ini waktu rasanya seakan berjalan jauh lebih lambat. Tinggal dua malam di Bandung nyatanya seperti seminggu aku sudah berada disana. Pulang lebih dulu dari Arga awalanya memang membuatku khawatir. Tapi Arga berkali-kali menyakinkanku bahwa besok dia juga akan menyusul pulang ke Jakarta.

Aku menghela nafas pelan, memori kemarin malam setlag Arga mengutarakan rencana utamanya untuk menikahiku kembali terputar. Tanpa sadar aku sudah kembali terlarut melamun sendiri,



*


"Aku boleh foto kamu gak Nan?"

Arga mengangkat kamera film yang dibawa dan dikalunginya sejak tadi. Laki-laki itu justru tersenyum lebar melihat aku yang masih begitu shock setelah beberapa menit lalu mendengar pengakuannya.

"Enggak." Tolakku tegas.

Arga yang mendengar itu justru tertawa. "Banyak yang nanyain kamu soalnya Nan. Sekaliiii aja foto dari depan lihat aku." Pinta Arga membuatku dahiku mengernyit. Mendadak panik hampir naik pitam.

"Nanyain aku? Banyak? Emang siapa? Temen kamu? Emang kamu punya banyak temen Ga?"

Arga mengangguk. "Kalau aku jujur bilang, kamu tapi gak boleh marah yah," kata Arga yang membuat amarahku jelas-jelas semakin meletup-letup hampir meledak. Aku sudah persis layaknya air dimasak diatas api besar yang sudah mendidih panas hingga berbuih. Tinggal siap kusiram diatas kepala laki-laki yang berdiri dihadapanku ini.

Aku berkacak pinggang. Bersiap melompat untuk menjambaknya. "Apaan? Emang siapa aja? Kamu bilang ke mereka aku siapa?"

"Wanitaku." Jawabnya cepat dan tegas.

Aku tersedak. Kaki yang awalnya bersiap untuk melompat kini mendadak lunglai sampai membuatku hampir terjatuh.

"W-wanita siapa?"

Arga tersenyum. "Wanitaku."

"UHUUUUK-U-UHUUUUK UHUUK," aku terbatuk keras. Bangkan sangking kerasnya sampai membuat tenggorokanku terasa perih.

Arga dengan sigap mengulurkan botol air minum padaku. Membuatku semakin kesal dibuatnya.

"S-SIAPA YANG BOLEHIN KAMU NGOMONG GITU?!"  Marahku mencoba untuk tak kelihatan salting.

Arga mengerjapkan matanya. "Aku." Katanya dengan polos.

Mulutku perlahan terbuka menganga. Laki-laki ini selalu saja sukses untum membuatku melongo karenanya.

"Aku cuma bagikan foto kamu dari belakang aja kok Nan. Eung... kadang samping sih, tapi secara keseluruhan aku gak pernah nunjukin wajah full kamu."

"Foto? Kamu pamerin foto aku ke teman-teman kamu?"

Arga mengangguk patah-patah.

"Foto yang mana? Kamu kasih tau ke siapa aja?"

"A-anu... aku post foto kamu di sosmedku,"

Mataku melotot. Kali ini benar-benar tak percaya. "SOSMED? SOSMED KAMU?!" Aku merogoh ponsel, buru-buru membuka aplikasi sosmed yang dimaksud Arga kemudian membuka feed poat foto miliknya.

Alisku berkerut. Tak sama sekali menemukan satupun fotoku disana.

"Wait.... tapi gak ada?" Tanyaku mengangkat ponsel menunjukan akun milik Arga dengan followersnya yang berjumlah ratusan ribu itu.

Arga menyipitkan matanya. Melihat layar ponselku dengan alis berkerut. "Akun itu bukan punyaku Nan," katanya membuatku mengernyit bingung.

"Bukan punya kamu? Ini jelas-jelas isinya foto kamu semua. Bahkan ada centang birunya. Kalau bukan kamu terus siapa? Kamu punya kembaran?"

Arga tersenyum tipis. "Itu memang fotoku semua. Tapi yang mengambil gambar, edit, sampai post foto itu semua bukan aku."

"Lalu siapa?"

"Tim bawahan papah." Jawab Arga tenang.

Aku terhenyak. Kembali tertampar kenyataan mengenai hidupnya. Lagi? Apa Arga benar-benar tidak bisa memiliki kebebasannya sendiri?

Kenapa rasanya Arga seakan tidak bisa mempunyai kesempatan untuk memiliki jati dirinya sendiri?

"Itu kenapa aku diam-diam punya akun yang kubuat milikku sendiri." Arga melangkah maju, tersenyum kemudian meraih ponselku mengetikkan sesuatu disana.

"Awalnya kubuat ini memang tujuannya untuk cari kamu. Kata teman-temanku, kita bisa cari orang atau kenalan jauh hanya dengan ketik namanya saja. Tapi biarpun berkali-kali aku ketik nama Ceisya Dinanti. Yang keluar selalu bukan kamu." Jelasnya masih serius berkutat dengan ponselku ditangannya.

"Tapi lihat tujuan temanku buat akun sosmed ini untuk upload foto kesehariannya. Aku jadi mulai ikutan post foto yang kuambil pakai kameraku." Arga mengulurkan ponselku lagi, menampilkan sebuah akun username aranddi disana.

Mataku melebar, saat menemukan beberapa foto perempuan dengan rambut panjang yang difoto dari arah belakang.

Aku juga mengenal tempat-tempat ini. Pantai Pandawa Bali, restaurant hotel resort Rhaendra, dan beberapa lainnya yang kuyakini diambil saat di Bali itu terlihat familiar. Bahkan dari baju, bayangan, hingga postur tubuh serta wajah dari samping wanita itu. Ini jelas adalah fotoku. Foto yang diam-diam diambil oleh Arga tanpa sepengetahuanku.

"I-ini.... aku?" Aku menunjuk diri sendiri. Tak percaya begitu saja melihat foto wanita misterius yang diambil begitu apik dari beberapa sisi yang berbeda.

Arga mengangguk kecil. "A-aku tau beberapa ada yang sengaja ku foto diam-diam dari jauh tanpa seizin kamu. Aku juga gak menyangka responnya akan sebanyak ini saat aku bilang aku sudah menemukan kamu." Katanya ragu.

"Wait... res-pon?" Aku jadi bingung sendiri.

"Anu... awalnya memang aku upload foto memang hanya sekedar ikut-ikutan temanku. Gyuma yang awal ngajarin aku supaya upload hasil fotoku disana sampai akhirnya entah kenapa tiba-tiba teman pengikutku jadi sebanyak itu." Jelasnya menggaruk tengkuk kepalanya seakan bingung sendiri.

Alisku merapat, kali ini men-scroll keatas melihat followers yang Arga dapatkan disana.

Mataku melebar, tak menyangka bahkan akun rahasia Arga dengan tanpa fotonya sekalipun bisa mendapat puluhan ribu pengikut disana.

Tergerak rasa ingin tau, aku mulai melihat satu persatu foto Arga yang di upload dengan dominasi pemandangan alam dan beberapa kesukaan serta hobinya.

Komentar yang tertera disana rata-rata banyak yang memuji hasil karya foto indahnya. Bahkan aku sendiri tak percaya Arga yang mengambil semua gambar itu. Sisi artistiknya yang khas  dengan foto berona redup dan getaran hangat yang memuaskan mata. Aku bahkan menyukainya.

"Kamu... marah ya Nan?" Arga ragu-ragu bertanya padaku.

Melihat wajah bersalahnya yang berkali-kali menggaruk rambut kepalanya itu entah kenapa justru membuatku tersenyum.

Aku menggelengkan kepala, mengangkat tangan tanpa sadar menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut.

"Foto kamu bagus semua. Aku ngerasa bangga ngelihatnya." Ucap yang keluar dari mulut begitu saja.

"Really?" Tanyanya mendadak antusias.

Senyum dibibirku tersungging lebih lebar. Kepalaku terangguk-angguk menjawab pertanyaannya.

"Kalau gitu, can you do something for me?"

Alisku berkerut. "Sesuatu buat kamu? Kenapa harus aku?"

"Kamu bilang kamu bangga sama aku kan? Kalau gitu, beri aku apresiasi dong,"

"Apresiasi apa? Kan aku udah bilang aku bangga sama kamu."

Arga menggeleng. "Gak yang begitu."

"Terus mau yang gimana?"

"Kidnap!"

Aku mendelik. "Kidnap?!"

Arga mengangguk semangat. "Biar aku culik kamu seharian saat aku sudah balik ke Jakarta. Kamu temenin aku seharian ke tempat yang pengen aku kunjungin."

Mataku mengerjap-ngerjap. Aku tak mampu menjawab untuk sepersekian detik.

"Oke deal! Now. Kita pulang dulu karena aku udah laper. Let's go!!" Ajaknya kembali ceria. Langsung membalikkan badan lebih dulu meninggalkanku.

*


Suara dentingan notifikasi dari ponselku membuat lamunanku kembali tersadar.

Aku meraih ponsel, melihat akun rahasia milik Arga baru saja meng-upload satu foto disana.

Senyumku tanpa sadar terbit, melihat fotoku yang tersenyum dari samping berdiri di wood bridge sendiri.

Tertulis caption singkat yang membuatku tertegun sekaligus terenyuh.


aranddi : this smile finally i can saved forever. I found her. I found a home where I can rest for the rest of my life.



***


a/n:


Ini masih tanggal 20 ya guys. Masih belom telat wkwk.

Btw buat selanjutnya...

Siapkan hati biar gak jatoh. Siapkan mental biar gak kaget. Ayok mari kita eksekusi bagian yang paling kunanti nanti hahaha.

Jangan banyak berekspektasi.

See u next chapter!!!





Continue Reading

You'll Also Like

547K 1K 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
322K 19K 74
Ternyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.
1.6M 231K 45
Semua terlihat sempurna di kehidupan Maudy, seorang aktris papan atas yang juga dikenal sebagai kekasih Ragil, aktor tampan yang namanya melejit berk...
316K 49.1K 28
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...