Gasya (End)

By EgiIslamiantiP

20.7K 836 1

16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja... More

Sakadar Ucapan
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
Bab 58
Bab 59
Bab 60
Bab 61
Bab 62
Bab 63
Bab 64
Bab 65
Bab 66
Bab 67
Bab 68
Bab 69
Bab 70
Bab 71
Bab 72
Bab 73 [End]

Bab 28

254 10 0
By EgiIslamiantiP

Dari matamu, matamu ku mulai jatuh cinta.
Ku melihat, melihat ada bayangan.
Dari mata, kau buat ku jatuh, jatuh terus, jatuh ke hati.

Jazz - Dari Mata

________

Sejak kepulangan Bagas dari rumah Rasya. Wanda menatap putranya dengan heran, yang sedari tadi senyum-senyum sendiri sambil bernyanyi.

"Bagas, kamu sehat kan?" Pertanyaan yang menurut Bagas aneh itu, terlontar begitu saja dari mulut Wanda--- mamahnya.

"Pertanyaan Mamah aneh."

"Dihh, yang aneh itu kamu Bagas Emilio. Suka gak sadar diri ya kamu."

Bagas hanya terkekeh saja, ia mencium pipi Wanda dan pamit ke kamar. Karena ponselnya kehabisan daya.

Wanda yang masih berdiri dekat sofa, tersenyum penuh arti. Ia tahu penyebab Bagas senyum-senyum sendiri itu apa, sudah pasti karena seorang Rasya Abigail, tunangan-nya sendiri. Wanda sangat berharap, jika mereka memang berjodoh.

***

"Sya, Papah mau bicara." Rasya yang baru saja turun dari kamarnya, langsung dapat intrupsi dari Damian.

"Papah mau bicara apa?" tanya Rasya sambil duduk di sebalah papahnya.

"Tentang perjodohan kamu dan Bagas. Tunangan sudah, kini ...."

"Pernikahan, apa itu yang Papah maksud?"

"Iya. Jadi ... bagaimana, Sya? Kamu siap jika waktu dekat ini papah dan keluarga Frans mengadakan pesta pernikahan untuk kalian?"

Rasya yang sudah tahu arah pembicaraan ini dari awal, pun sekarang ia mulai mencintai Bagas. Akhirnya mengangguk menyetujui ucapan Damian.

"Aku ikut aja, gimana baiknya pernikahan kami berlangsung."

Damian mengelus surai putri semata wayangnya itu. Dengan begini, ia semakin bisa mempererat persahabatan menjadi persaudaraan bersama keluarga Frans. Hal ini sudah di nanti mereka sejak lama.

"Pah, Rasya. Ayo kita makan! Mamah udah siapin masakan kesukaan kalian." Marinka berucap di sela-sela pembicaran Damian dan Rasya.

Setelah itu mereka pun menuju meja makan, yang sudah tersedia nasi serta lauk pauk. Masakan-nya itu sangat menggugah selera, di jamin tidak kalah dengan restoran di luar sana. Itu menurut Rasya, saat dirinya menjajaki meja makan.

***

"Sayang, gak mau Papah antar?" tanya Damian.

"Enggak Pah, aku sendiri aja, motorku kan ada. Jadi Papah gak perlu antar aku segala." Rasya menolak ajakan Damian saat mereka masih di meja makan.

"Papah udah lama deh, gak antar kamu ke sekolah. Terlebih ... sebentar lagi kamu akan menikah dengan Bagas. Sepenuhnya akan tanggung jawab dia, meskipun masih dalam pengawasan kita. Karena kalian masih sekolah."

Rasya tiba-tiba saja tidak enak hati seperti ini. Barusan Damian tengah membicarakan pernikahnya dengan Bagas. Sudah pasti bukan? Jika dua insan sudah menikah, bukan lagi tanggung jawab orang tua. Manis pahitnya kehidupan rumah tangga, akan di nikmati pasangan itu sendiri.

Ia merasa akan jauh dari jangkauan papahnya nanti ketika menikah. Tak akan lagi ada Rasya yang di manjakan oleh Damian.

"Iya deh, aku mau di antar Papah. Tapi Papah beneran gak sibuk, kan?"

"Akhirnya kamu mau ...," sambil menjawil hidung Rasya. "Enggak kok. Hari ini Papah di kantor hanya tugas biasa, gak lebih dari itu." Marinka, yang melihat aksi suami dan putrinya itu senang bukan main. Keluarga mereka benar-benar harmonis. Marinka bersyukur, di karuniai seorang suami seperti Damian yang setia sampai sekarang, juga putri semata wayangnya yang cantik dan penurut seperti Rasya.

"Bagas gak jemput kamu, Sya?" Marinka tiba-tiba menanyakan hal itu pada Rasya.

"Enggak, Mah. Aku bilang tadi, kalo dia gak usah jemput, karena kan tadinya mau bawa motor." Marinka mengangguk tanda mengerti.

Seusai sarapan, Rasya dan Damian pamit pada Marinka untuk segera pergi ke sekolah. Karena Damian ingin mengantar Rasya terlebih dahulu, baru setelah itu ia ke kantor.

Tak lama kemudian, sampailah Rasya dan Damian ke sekolah SMA Taruna Bangsa. Di sana sudah banyak siswa/siswi yang berlalu-lalang memasuki gerbang sekolah, maupun berjalan di koridor.

"Pah, makasih ya udah antar aku," ucap Rasya di sertai dengan senyum manisnya.

"Sama-sama putri Papah sayang. Lain kali, kalau Papah gak sibuk, mau ya di antar lagi?" tanya Damian.

"Gak mau ah, males." Rasya sengaja berucap seperti itu, karena ingin mengerja-i Damian.

Damian langsung memasang wajah lesu, tapi lucu di mata Rasya. Kini Rasya malah menyemburkan tawanya. Papahnya itu seperti bayi besar.

"Pah, jangan masang muka gitu deh, kaya anak kecil tahu, tapi lucu. Pantesan aja ya, Mamah itu bisa cinta banget sama Papah. Ya karena ini nih, ini yang buat Mamah bisa luluh sama Papah." Masih dengan suara kekehan-nya di akhir kalimat.

"Dasar jahil."

Kemudian Rasya berpamitan pada Damian. Mencium punggung tangan Damian, juga tak lupa mencium pipi kirinya. Damian pun membalas, dengan mencium kening Rasya dan mengusap surainya dengan pelan. Jika ada yang melihat mereka dari balik kaca mobil tersebut, sudah pasti akan iri. Karena kedekatan seorang anak dan ayah yang begitu erat.

***

Rasya berjalan santai memasuki gerbang di iringi dengan senyum manisnya. Entah mengapa akhir-akhir ini, ia jadi banyak tersenyum. Rasa-rasanya hari-hari yang ia lewati, begitu mengesankan dan penuh bahagia.

"Rasya." Suara bariton dari balik tubuhnya.

"Bagas? Kaget tahu, gue kira siapa." Rasya tersenyum, ketika Bagas yang memanggilnya.

"Bareng," ujar Bagas, dan tentu saja di beri anggukan kepala oleh Rasya. Karena memang itu yang ia inginkan, berdekatan dengan Bagas suatu hal yang ia sukai mulai sekarang.

Rasya dan Bagas tertawa sambil memasuki kelasnya, yang sudah lumayan banyak di penuhi teman-teman mereka.

Selama di perjalan, Bagas tak henti-hentinya membuat Rasya tertawa, karena celotehan yang tidak penting juga terlihat lucu di mata dan telinga Rasya. Itu mengapa mereka tertawa begitu lepas, sampai akhirnya masuk ke dalam kelas.

"Ciah ilah, yang udah akur mah beda. Masuk kelas ketawa bareng, uwu banget gak si. Adeuhh, gue jomblo bisa apa coba?" Doni menyeletuk saat Bagas dan Rasya menduduki bokongnya di kursi masing-masing.

"Berisik lo, iri bilang bos." Bagas membalas dengan memasang wajah songong. Mata yang di tarik jari telunjuknya, juga lidah yang di keluarkan. Betapa songongnya seorang Bagas pada Doni. Sampai-sampai Doni rasanya ingin menendang Bagas ke sungai amazon.

Nasib jomblo gini amat si, gumam Doni dalam hati.

"Rasya, yuhuuu." Renaya memasuki kelas bersisian dengan Farhan.

"Woey bangsat! Orang-orang kenapa bisa uwu si, sedangkan gue hidupnya gini-gini aja." Doni memasang wajah polosnya kembali, saat melihat kedekatan Farhan dan Renaya.

Sahabat-sahabatnya ini memang tidak ada akhlak. Di saat dirinya sedang jomblo, masih saja menampilkan kemesraan di hadapannya.

"Iri bilang bos!" Farhan dan Rere berucap bersama untuk kemalangan seorang Doni. Setelah itu mereka tertawa.

"Iihh kalian berdosa banget."

"Makanya cari cewek sana, biar gak keliatan ngenes. Apalagi kalo di bilang homo, gak mau kan?"

"Yang kalian lakuin ke gue itu jahat. Gak ada akhlak lo pada, nyet!" Setelah mengatakan itu, Doni segera berdiri dan keluar dari kelas. Karena telinganya panas di sindir habis-habisan oleh ke-dua sahabatnya.

***


"Sya, ayo kantin!"

"Lo gak bareng Farhan, berdua?"

"Ini kita kan mau semeja bareng lagi, ya kan guys?" tanya Rere pada Doni, Bagas, dan Farhan.

"Iya," jawab Farhan.

"Ya udah, ayo!" Setelah Rasya berucap seperti itu, mereka segera berjalan ke arah kantin. Guna memenuhi perut mereka yang sudah keroncongan.

Setelah sampai di kantin dan duduk di bangku paling ujung. Rere dan Farhan memutuskan untuk memesan makanan mereka.

"Sya, lo bawa motor gak?"

"Enggak, tadi Papah yang antar. Kenapa?"

"Ya udah, nanti pulang bareng gue. Kebetulan lagi bawa mobil." Rasya pun mengangguk dengan tawaran Bagas, yang ingin mengantarnya pulang ke rumah.

Tak lama kemudian Rere dan Farhan selesai memesan, lalu di simpanlah pesanan itu di meja. Mereka makan dengan khidmat, di selingi candaan di dalamnya.

Suasana kantin yang selalu ramai membuat siapa saja antre dalam memesan makanan. Di setiap stand banyak di penuhi siswa/siswi, dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas.

Kantin di depan juga tidak kalah banyak penghuninya. Karena memang masih di dalam kawasan sekolah, pasti akan selalu ramai.

Makanan kantin yang terjamin bersih juga harga yang ekonomis untuk para pelajar, jadi mereka tidak masalah jika setiap hari harus jajan ke kantin. Meskipun ini sekolah dari kalangan elite--- termasuk orang-orangnya pun--- tetap saja mereka memberi masakan juga jajanan yang murah meriah, pas kantong anak pelajar sekali.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Saat ini di kelas, hanya ada Rasya dan Bagas. Doni sudah pulang duluan, Farhan dan Rere pergi, katanya sih ingin mampir sebentar ke kafe yang tak jauh dari sekolah ini.

Rasya hari ini piket dengan teman yang lain, maka dari itu Bagas menunggu di luar kelas.

"Udah beres?"

"Udah, ayo!" Bagas dan Rasya pun berjalan beriringan menuju parkiran.

Jalanan sore ini masih begitu ramai, cuacanya sekarang tidak terlalu terik juga tidak mendung, hawanya adem.

Rasya menyetel musik di tap mobil Bagas, melalu ponsel miliknya.

Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hati ku
yang hampa lara ...

Senyum membawa tawa
Tawa membawa cerita
Cerita kasih indah ...

Tentang kita
Terkadang ku ragu
Kadang tak percaya
Tapi ku yakin kau milikku ...

Kau membuatku bahagia
Di saat hati ini terluka
Kau membuatku tertawa
Di saat hati ini terbawa
Terbawa oleh cintamu untukku
Untuk kita ...

Yura Yunita - Berawal dari tatap

Lagu tersebut mengalun indah di dalam mobil, yang kini ke dua insannya hanya berdiam saling melirik satu sama lain. Mereka jadi terbawa suasana akan lirik lagunya.

Musik sudah di matikan oleh Rasya, karena memang mereka sudah sampai di kediaman Damian.

"Sya."

"Gas."

Mereka berucap secara berbarengan. Entah mengapa dari ke-duanya, jadi salah tingkah seperti itu.

"Hmm lo duluan aja!" titah Rasya.

"Ladies first." Bagas berkilah, selalu saja seperti itu jika mereka tidak sengaja berucap dengan barengan.

"Emm, makasih untuk semuanya."

"Semuanya? Maksud?"

"Iya, terima kasih untuk semuanya. Tentang rasa, perlakuan lo, dan semua tingkah lo. Gue ...."

"Gue apa?" Bagas memotong ucapan Rasya, karena penasaran sekaligus deg-degan.

"Gue nyaman sama lo, dan gue ... udah ada rasa sama lo." Rasya memberanikan menatap bola mata Bagas.

Bagas tersenyum lebar, hatinya menghangat, tubuhnya serasa terselimuti.

"Terima kasih juga atas rasa yang telah hadir buat gue, Sya. Dengan begitu gue yakin, untuk meneruskan perjodohan sekaligus pernikahan kita. Tapi, lo serius kan ngomong gitu? Bukan candaan atau nanti malah bilang yeay I'm just prank. Gak gitu, kan?

Rasya menggeleng dan terkekeh. Tangan-nya terangkat untuk mencubit ke-dua pipi Bagas. Mengapa Bagas jadi gemas begini si?

Setelah itu Bagas membawa Rasya ke dalam dekapan-nya. Rasya sangat nyaman dalam dekapan itu. Rasanya tak ingin lepas dari tubuh Bagas, wangi parfume enternity menguak begitu saja. Rasya sangat menyukainya.

Masih di sela-sela pelukan, Rasya bertanya pada Bagas.

"Tadi katanya mau ngomong, kok malah diem sekarang?"

Bagas menunduk memperhatikan wajah Rasya yang bersandar di dadanya. Ia tersenyum, tangan kanan Bagas terangkat dan menjawil hidung Rasya.

"Tanpa gue bicara, harusnya lo tahu. Apa yang mau gue bicarain."

"Apa coba? gue beneran gak tahu."

Bagas melepas pelukan-nya, kemudian memegang ke-dua bahu Rasya. Menatap setiap inci wajah Rasya.

"Gue cinta sama lo, jauh sebelum rasa lo hadir untuk gue." Wajah Rasya langsung bersemu merah, akibat ucapan Bagas barusan. Kata-kata yang sudah ke sekian kalinya Bagas ucapkan, tapi tetap saja responnya seperti ini. Hal itu membuatnya salah tingkah, juga seperti ada ribuan kupu-kupu yang memenuhi perutnya.

Bagas memajukan wajahnya, kemudian mencium kening Rasya lama. Sementara Rasya memilih untuk memejamkan mata, meresapi apa yang Bagas lakukan. Bagas selalu bisa membuatnya nyaman sekaligus menghangat.

Setelah menjauhkan wajahnya, Bagas mengusap surai cokelat milik Rasya.

"Ya udah, gue keluar ya. Makasih udah antar pulang," ujar Rasya sambil tersenyum.

"Emm, lo mau mampir?" tanya Rasya pada Bagas.

"Hari ini kayanya gue gak mampir dulu deh. Ya udah gih masuk rumah!"

Rasya mengangguk dan segera keluar dari pintu mobil Bagas. Berjalan menuju pintu utama, dan terdengar bunyi klakson yang di bunyikan. Rasya tersenyum dan mengangguk, tak lupa tangan-nya melambai.

Hal yang selama ini ia pendam, akhirnya terungkap juga. Bagas membuatnya gila sekarang. Iya gila, karena cinta.

Rasya berlari masuk ke dalam rumah, dengan wajah yang masih menampilkan senyuman manis. Untung saja Marinka tidak melihat, bisa-bisa di sangka gila beneran oleh Mamahnya itu.

________

Up lagi yuhuuu ...

Jangan lupa untuk vote ya 😉

Makasih untuk kalian semua, yang sudah memberi dukungan di cerita ini 😙🤗🤗

See you in the next part ...

Thank you ❤

Continue Reading

You'll Also Like

47.2K 1.9K 55
Melody Musical Neville, seorang gadis SMA yang harus dijodohkan dengan Nevan Adipati Barcly, seorang CEO sekaligus mahasiswa sekolah penerbangan di A...
3.5K 352 31
Karena rasa ego dan gengsi mengakui perasaan, membuat mereka hanya bisa saling mengagumi dalam diam. Namun apakah mereka berakhir bersama atau tidak...
163K 9.4K 56
#AgasaDKKSeries2 Ini tentang Devon yang dijodohkan dengan Anya, si cinta pertama sekaligus luka pertamanya. Anya adalah orang yang membuat Devon menj...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...