Gasya (End)

By EgiIslamiantiP

22.3K 880 1

16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja... More

Sakadar Ucapan
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
Bab 58
Bab 59
Bab 60
Bab 61
Bab 62
Bab 63
Bab 64
Bab 65
Bab 66
Bab 67
Bab 68
Bab 69
Bab 70
Bab 71
Bab 72
Bab 73 [End]

Bab 18

276 13 0
By EgiIslamiantiP

Aku tahu, jauh di lubuk hatimu. Tersimpan akan rasa padaku, tapi kau tak mau mengungkap.

_______

Langit yang cerah, kini berganti gelap. Hujan deras di sertai angin. Suara guntur bersahutan terdengar sangat nyaring.

Bagas berdiam diri di dalam kamar, dengan segelas kopi hitam serta gitar di pangkuannya. Memetik juga bernyanyi.

Kemudian ia tersenyum getir, lantaran memikirkan orang yang telah di jodohkannya.

Mereka memang belum terikat apa-apa sekarang, tunangan maupun soal pernikahan.

Jujur dirinya sudah menaruh hati pada seorang Rasya Abigail. Entah kapan rasa itu muncul, tetapi ketika melihat Rasya marah dan salah tingkah padanya, ia merasa sangat senang.

Ketika Rasya tak acuh seperti tadi, ia merasa kehilangan akan sosok perempuan yang selalu di ganggunya.

Apakah mereka benar-benar akan di persatukan dalam perjodohan ini?

***

Wanda berjalan menaiki tangga, berhenti di depan pintu dengan cat warna putih, lalu mengetuknya.

Ketika di persilahkan masuk oleh sang empu-nya, Wanda segera masuk.

"Kamu lagi ngapain? Keliatan seperti orang galau."

"Emang, Mah. Entahlah," jawab Bagas dengan nada lesu.

Wanda mengusap surai cokelat milik Bagas. Ia tersenyum melihat sang anak yang sudah semakin tumbuh tinggi, tampan, serta terlihat dewasa.

"Kamu lagi mikirin Rasya ya? Atau mungkin kamu mikirin perjodohan kalian?"

"Ke dua-duanya, Mah."

"Apa yang menjadikan kamu seperti ini? Apa perjodohannya membuat beban untuk kalian?" Kali ini Wanda bertanya dengan nada khawatir.

"Buat aku sih enggak, tapi buat Rasya, mungkin iya."

"Kamu sudah suka, sama dia?"

"Sudah, entah rasa itu kapan munculnya. Karena aku yang selalu usil dengan dia, tanpa sadar perasaan ku juga ikut terombang-ambing sekarang."

"Karma itu, Gas." Wanda mencubit pipi Bagas seraya terkekeh

"Mungkin."

"Gas, Mamah hanya ingin yang terbaik untuk kamu, juga kalian. Mamah mau melihat kamu bahagia, tadinya jika hal ini memang beban untuk kamu Mamah akan batalkan perjodohannya. Tapi ... setelah mendengar ucapan kamu, Mamah semakin yakin, jika kalian memang harus di persatukan. Terlebih kamu menyimpan rasa padanya. Jadi, berjuanglah, jangan menyia-nyiakan waktu. Mamah mendukungmu." Setelah berucap seperti itu, Wanda mencium puncuk kepala Bagas dan tersenyum. Lalu ia pergi serta menutup pintu.

Bagas yang masih terdiam di ranjang, kini tersenyum lega. Sekarang ia yakin, jika dirinya bisa mendapatkan Rasya. Meskipun membutuhkan waktu yang lama. Ia juga yakin jika Rasya memang jodohnya, sampai kapanpun.

***

"Rasya Abigail, yuhuu." Teriak seseorang dari balik pintu kamarnya.

Rasya berdecak, lantaran suara cempreng dari perempuan yang bernama Renaya Kalila.

"Gak usah teriak-teriak bisa, kan?" ujar Rasya sambil membuka pintunya, yang tadi terkunci.

Rere hanya terkekeh, setelah itu masuk dan menduduki ranjang.

"Hujan besar gini, lo sempet-sempetnya ke sini, dan gak ngabarin gue pula."

"Pengen aja, takut lo galau gara-gara hal tadi."

Rasya menaikkan halisnya sebelah. Galau? Karena apa?

Rere tersenyum melihat raut wajah Rasya seperti itu. Masih juga belum yakin akan perasaannya, ia jadi greget sekarang.

"Sya, kenapa lo bersikap seperti itu sama Bagas?" tanya Rere dengan gamblangnya.

"Karena gue risih, dia seolah-olah ngekang gue sekarang."

Rere menggeleng, menyangkal ucapan sahabatnya.

"Bagas gak ada mengekang lo. Justru dia berusaha untuk bersikap baik juga perhatian sama lo, Sya. Tapi lo malah beda persepsi."

"Gue gak suka dengan sikap dia kaya gitu, Re. Seolah-olah kami baik-baik aja, padahal enggak. Gue gak mau perjodohan ini ada, gue juga gak mau jika dia itu cuma pakai topeng ketika dekat dengan gue."

Rere berpindah menghadap Rasya sekarang. Ia memegang lengan Rasya dengan ke-dua telapak tangannya.

"Lo salah, Sya. Bagas bukan tipe orang yang mempermainkan wanita. Gini-gini gue bisa bedain, mana yang cowok tulus mana yang bukan. Dengan sikap Bagas ke lo tadi, dia membuktikan jika itu sebuah ketulusan, Sya. Lo bersikap seperti itu aja, dia masih bisa tersenyum dan gak marah sama sekali ...," Rere menjeda kata-nya sambil menatap sahabatnya yang kini menunduk.

"Sya, gue tau ini berat buat lo. Tapi setidaknya, lo harus terima Bagas dengan segala sikapnya sekarang. Dia cuma perhatian sama lo, gak lebih. Gue tahu, sebenarnya Bagas punya rasa sama lo. Tapi, entah dia yang gengsi atau takut jika lo tiba-tiba pergi dari dia, sosok seorang pemarah hilang dari jangkauannya. Dan ingat Sya, dia gak pakai topeng apapun demi terlihat baik di depan lo, semua itu tulus. Kita kenal Bagas bukan hanya sehari atau sebulan kan? udah hampir mau dua tahun. Itu cukup membuat gue mengerti dengan tingkah Bagas sama lo."

Rasya belum menjawab perkataan Rere. Dia masih merenung akan semua ucapan sahabatnya itu.

"Cerna semua ucapan gue Sya, dengan begitu lo bisa mengerti." Rere menepuk bahu Rasya pelan dan mulai turun dari ranjang, beranjak keluar kamar, lalu menutup pintu.

***

Burung berkicauan juga mengepakkan sayapnya.

Daun, rumput, serta aspal masih saja basah. Akibat hujan deras kemarin.

Bagas turun menuju ruang makan yang sudah ada, Wanda dan Frans.

"Kamu mau jemput Rasya?" tanya Frans.

Bagas yang tadinya sedang meminum susu cokelatnya, segera meletakkan gelas dan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan papah-nya.

"Soal pertunangan, kamu maunya kapan, Gas?"

"Pah, pagi-pagi udah tanya kaya gitu si?" sanggah Wanda. Agar tak terlalu larut dalam pembahasan ini, terlebih mereka sekarang sedang sarapan.

"Sayang, kamu tahu, kan? Jika pertunangan ini berjalan lebih cepat, maka itu semakin baik," ujar Frans kembali.

Bagas menghela nafas, melihat papah-nya yang begitu antusias seperti itu. Ia mulai tersenyum dan menjawab pertanyaan yang menjurus ke hal pertunangan.

"Aku, gimana baiknya aja, Pah. Tapi aku juga gak mau sampai hal ini mengekang Rasya, biar gimanapun yang menjalankan ini semua kami berdua. Jadi aku gak mau memberatkan sebelah pihak."

Bagas menyudahi sarapannya. Kemudian beranjak dan pamit pergi. Kini ia ingin menjemput Rasya terlebih dahulu.

Beberapa menit di perjalanan, sampailah Bagas di kediaman Damian.

Mengetuk pintu dan di sambut oleh Marinka, yang kini tersenyum manis melihat Bagas datang.

"Eh, Bagas. Rasya ada di dalam, masih sarapan tuh. Kamu udah sarapan belum?"

"Udah, Tan. Kalo gitu aku nunggu Rasya aja."

"Ya udah, ayo ke dalam!" ajak Marinka.

"Gak usah, aku nunggu disini aja."

Marinka mengangguk dan segera masuk. Untuk memberitahukan Rasya jika Bagas sudah menunggu di depan.

"Sya, udah ada Bagas tuh."

"Serius, Mah?"

"Iya sayang, ngapain sih Mamah bohong." Rasya mengangguk dan menenggak susu vanilanya hingga tandas. Setelah itu mencium punggung tangan Marinka dan Damian, lalu pergi ke luar.

"Ayo!" ujar Rasya saat sudah di teras depan.

Bagas segera beranjak dari duduknya, lalu menuju motor yang terparkir di halaman depan rumah Damian.

Melepas jaket dan di beri pada Rasya.

"Buat?"

"Paha lo." Selesai berucap seperti itu Bagas segera memakai helm dan men-starter motor-nya.

Rasya mengikat jaket Bagas di pinggangnya, untuk menutupi pahanya yang nanti akan terekspos jika di biarkan.

"Sini!" titah Bagas pada Rasya.

"Kenapa?" tanya Rasya bingung, tapi tak ayal mendekati Bagas.

Kemudian Bagas memakaikan helm berwarna maroon pada Rasya. Sampai saat terdengar bunyi suara klik, Rasya masih saja terdiam tanpa kata.

Perlakuan Bagas yang seperti itu membuatnya gugup seketika. Jantung-nya kini berdetak tak karuan.

"Naik, cepet! Nanti telat, lo marah-marah ke gue," ujar Bagas.

Rasya segera menaiki jok motor Bagas yang bersih dan kosong. Setelah itu mereka melenggang pergi dari halaman rumah menuju sekolah.

***

"Lo berangkat bareng Bagas lagi, Sya?" tanya Rere saat Rasya baru saja duduk di sampingnya.

Rasya hanya mengangguk dan meletakkan tas-nya di atas meja. Mengeluarkan ponsel yang sedari tadi  berbunyi.

Melihat siapa yang memberinya pesan, kemudian jari jemarinya mulai menari di sana.

"Gimana sama omongan gue kemarin?" Lagi, Rere bertanya sambil memainkan ponselnya.

Rasya menghela nafas sebentar, setelah itu, "Gue coba." Rasya menjawab cukup singkat, karena tak ingin membahasnya lagi.

Waktu menunjukkan jam istirahat. Semua murid banyak yang berhamburan keluar kelas, bahkan ada yang saling berebut pintu keluar agar cepat sampai ke kantin duluan. Meskipun kantin di sekolah Taruna Bangsa ini ada dua, yang cukup luas. Tak ayal juga terisi penuh hingga ada saja yang tidak kebagian meja.

"Sya, kantin yuk!" ajak Bagas yang berdiri di samping meja Rasya. Sambil tangannya di selipkan di kedua saku celana seragam-nya.

"Gue ...." Belum sempat Rasya meneruskan ucapannya, kini sudah terpotong dari seseorang yang muncul dari balik pintu kelas mereka.

"Sya, yuk! Takut penuh di kantin."

Bagas melihat Rasya dan Fathur secara bergantian. Wajahnya berubah menjadi sangat emosi, bahkan memerah. Tanpa sepatah kata apapun, ia pergi dan sengaja menyenggol bahu kiri Fathur. Kemudian di susul oleh Farhan dan Doni.

Rere yang melihat itu menelan saliva dengan susah payah. Karena langka sekali melihat Bagas dengan tatapan tajam juga wajah yang merah menahan amarah.

"Ah, iya Thur." Rasya menghampiri Fathur dan berjalan keluar kelas. Tapi sebelum itu ia pamit terlebih dahulu pada Rere, dan sahabatnya itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Bego lo, Sya!" umpat Rere setelah Rasya tak terlihat dari jangkauannya.

Setelah itu Rere pun segera keluar, untuk menuju kantin. Di sana sudah ada Rio dan teman-temannya yang sudah menunggu. Ia sengaja meminta Rio untuk ke kantin duluan, dan dirinya menyusul.

***

"Sya, lo gak apa-apa?" Fathur memastikan Rasya baik-baik saja. Pasalnya saat mereka sudah di kantin dan sampai makanan sudah ada di meja pun, Rasya masih terus asik melamun. Tanpa sepatah atau dua patah kata pun.

"Ah, iya Thur. Gue baik-baik aja, kenapa emangnya?" Rasya kini malah balik tanya.

"Lo dari tadi ngelamun. Hal apa yang bikin lo jadi seperti ini?"

Rasya tersenyum menatap Fathur dan menggelangkan kepalanya. "Gue gak apa-apa, Thur. Lo gak usah khawatir-in tentang gue, kita lanjut makan aja ya." Rasya pun segera menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Begitu pun dengan Fathur.

Dari kejauhan, sorot mata Bagas terus saja memandangi Rasya. Dua sahabatnya pun di biarkan begitu saja meskipun mereka mengoceh. Ia melihat Rasya yang makan bersama dengan Fathur, di tambah senyuman itu di berikan oleh orang yang selama ini ia tak suka. Ketos yang selalu jaga image di depan semua guru juga murid. Bagas bukan cowok bodoh yang tidak tahu perlakuan Fathur di belakang mereka semua.

Bagas tersenyum miring. Setelah itu ia mematik sebatang rokok, yang sedari tadi di simpan di saku baju seragamnya.

"Dih bocah, ngerokok gak ngajak-ngajak," ucap Doni.

"Kenapa, mau?"

"Ya jelas lah."

"Nih!" Bagas malah memberikan uang seratus ribu rupiah pada Doni.

"Kok duit? Orang gue minta rokok bambang."

"Rokok gue sisa satu, beli sono sebungkus. Biar Farhan juga nyebat," jawab Bagas enteng.

Sejurus kemudian Doni pergi menuju warung yang menjual rokok.

"Lo suka ya sama Rasya?" tanya Farhan tanpa basa-basi. Karena dirinya sudah penasaran dengan hubungan mereka sejak kejadian kemarin.

Bagas menatap Farhan, lalu ia segera mematikan rokoknya yang tinggal sedikit itu dengan di injak.

"Iya, gue suka sama dia. Tapi sayangnya, dia gak suka sama gue," jawab Bagas dengan nada lirih.

"Bertepuk sebelah tangan? Sama aja kaya gue."

"Beda, kalo lo jelas dari dulu cuma diem aja tanpa maju, stuck di sana. Lah gue, karena udah di cap jelek sama Rasya, dengan segala kejahilan gue. Mana bisa dia percaya kalo gue suka sama dia."

"Tapi gue yakin, jika Rasya juga ada rasa sama lo, meskipun sedikit. Kan setiap hari yang ganggu dia cuma lo doang, segala kemungkinan kalo dia juga suka sama lo. Dan gue juga yakin, dia bersikap seperti itu ke lo sejak kemarin, karena ingin menyangkal perasaannya."

Bagas mengiyakan ucapan Farhan di dalam hati. Ia juga merasa Rasya menghindar akhir-akhir ini, bukan karena perjodohan. Tapi bisa saja karena Rasya mulai ada rasa padanya, walau pun itu hanya sedikit.

________


Don't forget to vote 😊

See you in the next part ...

Thank you ❤

Continue Reading

You'll Also Like

2M 173K 70
[FOLLOW PENULISNYA! JIKA SUKA KARYANYA] (COMEDY-ROMANCE) Deket boleh, saling sayang juga boleh. Namun, apa gunanya semua itu jika keduanya tidak memi...
81.9K 7.9K 70
"Aku akan mendapatkan apapun yang aku inginkan, aku tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh milikku secuil pun." Arsakha. "Ayo sudahi hubungan i...
3.7M 235K 58
Di kantor manggilnya Pak Di rumah manggilnya Sayang *** Nasip buruk sepertinya menimpa Realine atau yang sering di sapa Rea. Dia yang sedang training...
13M 628K 42
"Tidak ada yang salah denganmu, Kau cantik... tapi aku tidak mencintaimu." Kinara Arabela tidak pernah menyangka jika pernikahannya hanya sebatas sta...