Part 3

748 78 2
                                    

"Tuan..." Irna segera berdiri memegang laptop dan bukunya menyadari tuan Adrian berjalan kearahnya.

"Bukannya ini saatnya kamu istirahat, apa kamu gak capek dua hari ini bekerja extra untuk menyambut anak saya?" Tuan adrian berjalan melewati Irna kemudian duduk dibangku tepi kolam. Irna yang terkejut seketika berjalan kikuk sambil memegangi laptop dan bukunya.

"Saya gak terbiasa tidur siang tuan, jadi tidak bisa tidur. Dan lagi tugas-tugas saya menumpuk karena dua hari ini gak sempat buka laptop" Irna menjawab kikuk.

"Saya dengar tahun depan kamu mau melanjutkan kuliah?" tanya tuan Adrian sambil memandang hamparan kolam besar dihadapan.

"Eeeh, iya tuan, ehmmm maksudnya saya akan tetap bekerja disini walau tidak bisa sepenuhnya. Tak apa gaji saya dipotong, asal saya masih bisa bekerja disini."

Irna memegangi laptopnya erat menahan gugup. Merapikan anak rambutnya kebelakang. Pikirannya melayang kemana-mana. Bagaimana jika tuan Adrian memecatnya dan menganggapnya tidak sungguh-sungguh dalam bekerja.

Menghembuskan nafas kasar, akhirnya Irna pun pasrah.

"Kamu tahu kan, biaya kuliah dikota ini tidaklah murah, persaingannya juga sangat ketat. Kamu yakin dengan kemampuan kamu. Fisik kamu juga harus kamu pertimbangankan, kamu pasti sangat lelah bekerja paruh waktu sambil kuliah."

Tuan Adrian menatap gadis seusia putrinya yang berdiri kikuk dihadapannya. Rasa iba muncul didadanya, gadis yang sangat bersemangat menuntut ilmu itu harus menyerah pada keadaan. Andai Erin putrinya punya semangat seperti itu, dirinya pasti akan sangat bangga.

"Saya bisa ambil kuliah sore tuan, kata  bibi lebih baik kuliah sore,jadi tidak begitu mengganggu pekerjaan. Jadi waktu jam makan malam semoga sudah bisa pulang."

"Kamu dulu kuliah jurusan apa?"

"Saya eeeh, sekretaris tuan. Sebenarnya saya suka jurusan fashion design, tapi saya pertimbangkan akan lebih mudah mencari pekerjaan dengan jurusan itu"

"Kamu dulu mendapat bea siswa?" Tuan Adrian semakin tertarik mendengar cerita gadis muda yang menunduk gugup didepannya itu.

"Tidak tuan, saya selalu selangkah dibawah mereka yang terlalu cerdas, jadi orang tua saya membayar kuliah full, tidak ada bantuan bea siswa".

"Dengan prestasi kamu itu kamu yakin bisa bersaing disini. Kamu nggak sayang sama gaji kamu?"

"Kalo saya sayang gaji saya dan tidak saya investasikan pada pendidikan, saya akan rugi besar tuan. Bisa jadi saya tidak akan berkembang dan akan terus bekerja seperti ini. Maksud saya___ eeehh___anuuu. Bukan saya menyinggung pekerjaan art, tapi___"

Adrian tersenyum memandang wajah kikuk Irna. Gadis itu sangat bersemangat. Hati nuraninya terusik menelisik tampilan sederhana dan semangat gadis muda itu.

"Saya suka semangat kamu, andai putri saya punya semangat seperti itu, saya pasti bangga sekali. Tapi ya begitulah, dia susah dinasehati, selalu seenaknya."

Irna tersenyum kecut menanggapi curahan hati majikannya itu. Putri mereka benar-benar tidak bisa diandalkan.

"Saya sangat salut sama kamu. Begini saja, untuk uang pendaftaran dan semester biar saya yang tanggung. Uang gaji kamu, biar kamu kumpulkan untuk tabungan dan keperluan kamu lainnya. Tapi kamu janji harus rajin. Setelah lulus kamu bisa langsung magang di perusahaan saya, bagaimana?"

Irna langsung menatap terkesima majikannya itu. Benar-benar tidak menyangka majikannya akan sebaik itu. Matanya mengerjap beberapa kali seolah tidak percaya apa yang didengarnya.

"Tapi tuan, apa nyonya akan setuju?" Irna bertanya dengan gamang.

"Kamu jangan khawatir, istri saya tidak akan menentang selama yang saya lakukan bersifat positif." Adrian menjawab santai diiringi senyum singkat.

"Terimakasih tuan, saya janji akan berusaha keras untuk tidak mengecewakan tuan, saya pasti bersungguh-sungguh."

Irna tak kuasa menahan air matanya. Ternyata didunia ini masih ada orang sebaik majikannya. Tuhan benar-benar baik padanya.

Adrian berjalan menghampiri Irna, mengelus puncak kepala gadis muda itu. Irna terkesiap dan sedikit gugup. Kedua tangannya saling meremas.

"Lanjutkan belajarnya." kata tuan Adrian sambil berlalu meninggalkan Irna yang mematung ditempatnya. Gadis itu masih termangu tidak percaya. Setelah kesadarannya kembali,dia mengusap air mata yang mengalir tanpa bisa dicegah. Dia kembali duduk membuka laptop dan melanjutkan belajarnya.

Irna sangat bersemangat. Dia benar-benar ingin membuat tuan Adrian tidak menyesal telah membiayai pendidikannya.

Edelweiss (TAMAT)Where stories live. Discover now