Part 18

944 100 12
                                    

Suasana isak tangis memenuhi ruangan kamar tidur Irna. Nyonya Nina benar-benar tidak main-main dengan ucapannya, Irna akan diusir. Dan saat ini wanita yang tiba-tiba berubah kejam itu sedang mengobrak-abrik lemari pakaiannya dan memasukkannya secara sembarangan ke dalam koper lusuh miliknya.

"Nyonya, tolong jangan begini, Irna tidak bersalah, dan mengugurkan bayi itu sama saja membunuh janin yang tidak bersalah" Harumi memelas, tapi diabaikan oleh Nina yang fokus memasukkan dengan kasar pakaian-pakaian Irna ke dalam koper.

"Nyonya, tidak bisakah kita menunggu tuan Adrian dan membicarakan semuanya secara baik-baik" Paman Roni mencoba bernegosiasi dengan Nina yang tampak tidak peduli sama sekali.

"Tidak ada waktu, gugurkan atau pergi. Saya tidak mau suami saya sampai mendengar hal ini atau kalian semua masuk penjara!!"  Nina berkata kasar dan berapi-api.

Dodi yang sedari tadi dipanggil hanya bisa menghela pasrah meskipun sebenarnya tidak tega dengan apa yang menimpa keponakan Harumi itu. Tadi dia dipanggil Roni kekamar Irna dikira akan membawa gadis itu kerumah sakit, ternyata didalam ada kejutan besar menantinya dan mengharuskannya tutup mulut jika ingin ia dan keluarganya tetap hidup. Ia mengelus dada, jika tuan Adrian tahu hal ini, Nyonya Nina pasti akan diceraikan, wanita itu benar-benar kejam.

"Saya ingatkan, jangan sampai ada yang buka mulut atau saya lempar kepenjara dengan tuduhan pencurian dan pemerasan, dan kamu Irna, jika kamu tidak mau menggugurkan bayi itu, tutup mulut kamu selamanya, maka paman, bibi dan sepupumu tetap aman. Tapi jika kau berani buka mulut, aku akan melempar kalian semua kejalanan setelah dipenjara, terutama anakmu Harumi, aku akan langsung mengehentikan bea siswanya. Dan kamu Dodi,hutangmu untuk biaya persalinan istrimu padaku menumpuk, jadi jaga mulutmu baik-baik jika ingin tetap aman, kalian semua dengar!!!!."

Perkataan mengancam Nyonya Nina disambut isak tangis Irna dan bibinya. Paman Roni memeluk erat keduanya sembari ikut menangis. Mereka tidak menyangka, membawa Irna bersama mereka menimbulkan malapetaka yang mengerikan.

"Saya mohon nyonya, biarkan kami sekeluarga pergi dengan tenang, kami akan berhenti secara baik-baik dan tidak meminta pertanggungjawaban keluarga nyonya, tapi saya mohon, biarkan saya pergi bersama Irna, dia tidak punya siapa-siapa selain kami" tangis Harumi menggugu namun diabaikan oleh Nina. Mata hatinya benar-benar sudah tertutup.

"Kau pikir aku bodoh, membiarkan kalian semua pergi sama dengan membiarkan suamiku tahu semuanya, dia akan curiga. Tapi jika kalian berdua disini dan tutup mulut, kalian semua aman. Dan kamu Irna,kamu masih punya pilihan, gugurkan bayi itu, maka kamu tetap disini dan bisa melanjutkan hidup kamu, atau mempertahankannya dengan resiko kamu pergi sekarang juga."

Perkataan pedas Nina membuat Irna semakin tertekan. Ia tidak tahu harus kemana jika diusir dari rumah ini, apalagi paman dan bibinya ditawan dirumah ini, lalu ia akan kemana.

Tapi jika menuruti perkataan Nyonya Nina, sama saja ia menjadi seorang pembunuh, dan meskipun ia tidak menginginkan bayi ini, ia juga tidak mau membunuhnya, ini anaknya. Ya Tuhaaaan, ia harus bagaimana.

Irna memandang Efran yang sedari tadi hanya diam dan memandang sendu kearahnya, kemudian ia memberanikan diri membuka mulutnya.

"Tuan, bagaimanapun juga bayi ini tidak bersalah, ini anak tuan, bagaimana tuan bisa diam saja, setidaknya tuan sedikit berbelas jasih padanya, ia tidak pernah meminta dihadirkan kerahim saya, tuan yang menghadirkannya, sekarang kenapa tuan diam saja melihat dia akan dihilangkan, dia tidak bersalah tuan,dia anak tuan, darah daging tuan sendiri" Irna menatap Efran berkaca-kaca sambil memegangi perutnya, ia berharap Efran sedikit berbelas kasih pada anaknya sendiri.

"Tutup mulut kamu!!.Jangan jadikan bayi itu untuk mengungkit rasa bersalah putraku, itu kecelakaan, anak itu hanya akan menghambat masa depannya, jadi jangan coba-coba kamu mempengaruhinya untuk bertanggungjawab, dan jangan harap kamu bisa memanfaatkan situasi ini, camkan itu!!."

Nyonya Nina menghardik keras Irna yang terus menangis memegangi perutnya, sedangkan Efran memejamkan matanya melihat ketidakadilan didepan matanya yang disebabkan oleh ulahnya. Ia ingin bertanggungjawab, tapi tidak dengan menikahi Irna, ia tidak bisa.

"Sekarang waktunya habis untuk berfikir, barang-barang kamu sudah saya masukkan semua kedalam koper lusuh kamu ini. Dodi, angkat kopernya keluar!!"

Semua mata menatap Nyonya Nina, wanita yang biasanya ramah itu malam ini mendadak berubah bak nenek sihir yang tidak punya hati. Melihat Dodi yang bergeming, membuat Nina kesal dan membentaknya.

"Dodi, cepat!!!"

"I , iya nyonya."

Dodi tergopoh-gopoh menghampiri koper Irna dan menyeretnya keluar, ia menatap pedih ke Irna dan Harumi yang menangis berpelukan.

"Kamu Irna, keluar kamu sekarang!!"

"Saya mohon jangan seperti ini nyonya, Irna tidak punya siapa-siapa kecuali kami, tolong biarkan kami pergi bersamanya, kami berjanji tidak akan menuntut tanggung jawab pada keluarga nyonya, saya mohon nyonya"   Harumi bersimpuh dikaki Nina yang tidak bergeming sama sekali dari tempatnya, Roni segera meraih tubuh istrinya lalu membimbingnya agar kembali berdiri walaupun sangat lemas.

"Pergi kamu sekarang juga" Kata Nina sambil melotot tajam kearah Irna dan tangannya menunjuk pintu keluar.

Sambil menangis Irna berjalan linglung keluar diiringi tangis bibinya. Efran yang melihat pemandangan menyedihkan itu tak kuasa untuk mencegahnya, ia segera pergi dari kamar Irna dan naik ke kamarnya lalu berbaring di ranjangnya menatap langit-langit kamar. Pikirannya kacau dan ia berniat memejamkan matanya.

Namun belum sempat ia memejamkan mata, suara guntur membuatnya kembali membuka matanya. Tiba-tiba ia terduduk diranjang, merenung sebentar,dan tanpa sadar kakinya melangkah menuju jendela kaca besar dikamarnya.

Dari kamar itu ia bisa melihat jelas Harumi yang menangis didalam pagar yang sudah tertutup sementara Irna sudah sendirian diluar. Pak Roni dan pak Dodi terlihat memegangi kedua bahu Harumi yang terus menangis dan memegangi tangan Irna. Namun gadis itu sudah terlihat berhenti menangis dan memberi kata-kata untuk menguatkan bibinya.

Hujan rintik mulai turun, Irna terlihat sudah memegangi kopernya hendak pergi. Namun sebelum melangkahkan kakinya, matanya menatap keatas kekamarnya, dan seketika mata mereka bertatapan. Efran dapat melihat sorot sedih dan takut didalamnya, mata indah itu sekilas mengeluarkan air mata, namun cepat-cepat dihapus pemiliknya.

Sejurus kemudian, hujan yang semakin deras mengiringi langkah Irna yang tak berdaya sembari menatap kegelapan malam didepannya.

26082021

Edelweiss (TAMAT)Kde žijí příběhy. Začni objevovat