Part 10

962 80 0
                                    

"Maafkan saya"

Efran memulai pembicaraan walau sebenarnya ia ragu apa gadis itu mau memaafkannya. Ia melihat gadis itu mendongak menatap mata iris matanya dalam seolah mencari ketulusan disetiap ucapannya.

"Semalam saya mabuk. Saya punya banyak masalah belakangan ini.
Dan semalam adalah puncak dari semua masalah yang rasa rasakan selama ini. Saya butuh pengalihan, tapi saya benar-benar tidak menyangka akan berakhir seperti itu, saya khilaf.
Saya benar-benar gak nyangka akan berbuat bejat seperti itu.
Memang apa yang saya renggut dari kamu tidak pernah bisa saya kembalikan, tapi saya berharap kita masih bisa menjalin hubungan baik, setidaknya menjadi teman."

Efran menjeda ucapannya, ia menghembuskan nafas kasar sebelum kembali meneruskan kata-katanya.

"Saya berharap dan memohon sama kamu. Saya mohon sekali kejadian semalam jangan sampai bocor pada siapapun. Saya berharap kamu mengasihani saya.
Saya mengahadapi permasalahan berat akhir-akhir ini. Saya tidak tahu harus bagaimana. Sebenarnya saya sangat malu dan merasa bersalah sama kamu.
Mungkin ini terdengar tidak tahu malu, tapi"

Efran terdiam sebentar, mulutnya seolah berat meneruskan kata-katanya. Tapi ini tidak bisa dibiarkan. Biarlah dunia mengatakan ia tak tahu malu dan tak bertanggung jawab. Yang jelas, aib ini harus ia tutupi serapat mungkin. Dengan menebalkan muka, Efran kembali meneruskan kata-katanya.

"Maukah kamu memaafkan saya, dan menganggap kejadian tadi malam tidak terjadi."

Irna seketika mendongakkan wajahnya mendengar kata-kata tuan mudanya itu.

Sungguh tega.

Satu kata itu yang terlintas dipikiran Irna. Lelaki pendiam dan santun itu nyatanya tak lebih dari lelaki biadab yang tak tahu malu. Bagaimana mungkin Irna melupakan malam dimana pria itu merenggut kehormatannya. Dan dengan mudahnya, menyuruh Irna melupakannya.

Irna menatap Efran dengan mata berkaca-kaca.

"Lalu saya bagaimana tuan?"
Perkataan lirih Irna seolah mencabik-cabik hati Efran. Teganya dirinya merusak gadis yatim piatu yang polos itu.

"Saya janji, saya akan menjamin hidup kamu, kuliah kamu sepenuhnya, gaji yang layak, serta tempat tinggal. Kamu boleh tinggal disini sampai kamu bisa mandiri. Saya akan diam-diam menaikkan gaji kamu, bahkan setelah lulus kuliah,kamu bisa langsung bekerja di perusahaan saya dengan posisi yang bagus. Yang jelas, kamu tidak usah mengkhawatirkan masa depan kamu, saya akan menjaminnya."

Efran menjeda ucapannya.

"Tapi saya ingin kamu benar-benar tutup mulut mengenai yang terjadi diantara kita. Kamu tahu kan, saya tidak mungkin bisa bertanggung jawab. Saya harap kamu mengerti" Efran mengakhiri ucapannya dengan tatapan mengintimidasi pada Irna.

Ketika melihat Irna yang terus menunduk dan sesekali menitikkan air mata, Efran menarik nafas dalam-dalam. Dia harus segera mengakhiri drama ini sebelum kedua orang tuanya dan keluarga gadis ini tiba.

"Jika kamu buka mulut, apa kamu yakin mereka akan percaya sama kamu. Mungkin kamu akan dituduh menggoda saya. Dan andai saya tetap diam, kamu pikir bagaimana reaksi paman dan bibikmu.
Dan jangan lupa, bagaimana reaksi ayahku yang selama ini sangat membanggakan kamu."

Irna seketika membekap mulutnya menahan tangis.

Tega

Sungguh tega Efran mengancamnya setelah memperkosanya.

Biadap

Bajingan

Dengan sisa keberanian yang dimilikinya, Irna menatap wajah majikannya itu dan berkata

"Baik tuan, apapun yang tuan inginkan. Saya akan tutup mulut jika itu bisa menghentikan tuan terus menerus mengancam saya. Semoga ini hanya menjadi rahasia kita berdua. Dan asal tuan tahu, tidak secuil pun keinginan dihati saya untuk menjadi pendamping tuan dengan memanfaatkan kejadian itu. Saya tidak seburuk yang tuan sangka, saya permisi dulu."

Irna berdiri dari kursinya dan dengan langkah cepat meninggal lelaki biadab itu yang masih memandang nya tajam dan bergeming ditempatnya.

Efran menghembuskan nafas lega sembari menatap punggung rapuh gadis yang semalam ia ubah menjadi wanita itu. Sesekali punggung itu terlihat bergetar menahan tangis.
Sejujurnya Efran sangat iba melihatnya.

Efran segera mengenyahkan pikiran belas kasihnya. Ini demi masa depannya, demi cintanya pada Zivanna. Efran masih terus ingin berjuang. Kesempatan memiliki Zivanna masih besar mengingat kondisi yang dialami Firman. Zivanna memang tidak masalah, tapi Efran yakin ibu Zivanna, tante Joanna memiliki pikiran yang berbeda.

Efran berdiri dari kursinya. Badannya masih sangat letih. Mungkin ini akibat baru pertama kali ia melakukan hubungan seks, dan seingatnya gadis itu semalam bukan gadis jinak yang sukarela melayani nafsunya. Bahkan punggungnya sampai sekarang terasa perih akibat cakaran kuku-kuku gadis itu.

Baiklah, tidak perlu diingat lagi. Kalo terus ingat begini rasanya Efran ingin kembali menikmati malam bersama gadis itu tanpa pemaksaan.

Apa-apaan ini

Pikiran apa itu

Efran menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berjalan kekamar mandi. Rasanya ia harus mandi air dingin agar nafsu sialannya ini kembali meredup.

Jum'at
21 Mei 2021

Edelweiss (TAMAT)Where stories live. Discover now