Part 33

995 112 20
                                    

Irina tampak mondar mandir sambil sesekali melihat kehalaman rumah. Tadi siang entah kenapa perutnya tiba-tiba terasa sembelit,tapi jadwal melahirkannya masih empat hari lagi.
Hari ini Firman mengatakan ada rapat penting, jadi Irina urung mengabari keadaannya pada suaminya.

Tapi lambat laut keadaannya semakin tidak baik, mulai ada darah mengalir disela-sela pahanya. Irina mulai panik dan baru saja menyuruh Mira menelpon suaminya, ia tidak ingin terjadi apa-apa pada anaknya.

Sekarang ia duduk ditemani Mira dan para pelayan lainnya yang mulai ikut panik. Sesekali mereka mengelap keringat Irina yang terus keluar. Sesekali ia meringis ketika rasa sembelit itu muncul lagi.

Suara mobil berhenti membuat sebagian pelayan tersenyum lega, akhirnya tuan mereka datang. Nyonya Irina tidak mau dibawa kerumah sakit tanpa suaminya, dan itu membuat semua pelayan kalang kabut, takut terjadi sesuatu pada Nyonya mereka.

Firman melangkah cepat menuju ruang tamu ketika Mira mengabarinya tentang keadaan istrinya, dan parahnya, Irina tidak mau dibawa kerumah sakit tanpa dirinya, Firman panik setengah mati. Ia segera mengakhiri rapatnya dan bergegas pulang kerumahnya.

Sesampainya diruang tamu, ia langsung didapati pemandangan dimana Irina tengah meringis kesakitan dan kerumuni para pelayan. Firman sontak berlari ke arah Irina dan segera berjongkok didepan Irina yang tengah terduduk. Para pelayan sontak menyingkir, memberikan jalan bagi majikannya.

"Sayang, kenapa nggak langsung dibawa kerumah sakit?" tanyanya pelan dengan nada yang terlihat cemas luar biasa.

"Aku takut, aku takut kalau nggak ada kamu" jawab Irina meringis menahan sakit.

"Ya udah, sekarang kita berangkat."

Firman segera membopong tubuh istrinya keluar diiringi para pelayan yang tak kalah cemasnya.

Mereka sampai dirumah sakit sepuluh menit kemudian, Irina segera mendapatkan perawatan intensif dari para dokter spesialis. Firman mondar-mandir diluar ruangan, panik bukan main, hingga lima belas menit kemudian dokter muncul dan memberi kabar Firman bahwa istrinya akan melahirkan. Firman bahagia bercampur panik, dan dengan langkah tergesa-gesa ia segera masuk ruang penanganan dan menyiapkan hati memberi dukungan pada istrinya.

*******

Zivanna memandang cermin kaca dikamar hotel yang ia tempati. Malam ini resepsi pernikahannya dengan Efran. Tadi pagi sudah diadakan acara ijab kabul dimasjid besar di sebelah hotel. Dan malam ini resepsi besar diselenggarakan oleh kedua keluarga besar mereka.

Zivanna memandang dirinya yang telah di make up cantik oleh MUA langganan para artis ibukota. Dan ya, ia terlihat berlipat-lipat lebih cantik.

Gaun berwarna putih dilengkapi swarovski hampir memenuhi keseluruhan gaun hingga gaun itu tampak mengkilap cantik, secantik yang mengenakannya. Bahkan kepalanya dilengkapi tiara cantik dan kerudung viel panjang yang membuat Zivanna semakin mempesona. Sungguh, pernikahannya adalah impian setiap wanita diluar sana. Namun, semua itu tak cukup membuat sang pemakainya tersenyum cantik, bahkan senyumnya cenderung dipaksakan. Tanpa sepengetahuan siapapun berulang kali Zivanna menyeka air matanya pelan agar tak merusak makeupnya.

"Sayang" suara papanya menyentak Zivanna dari lamunannya, ia segera beralih dari cermin dan tersenyum menatap papanya.

"Papa" sapanya manis.

"Putri papa terlihat begitu cantik, sungguh siapapun pasti akan terpesona padamu sayang" Adam memeluk hangat putrinya. Setetes air bening jatuh dari sudut matanya, ia tidak menyangka akan melepaskan putrinya secepat ini. Ia bahkan masih ingat ketika ia menuntun Zivanna untuk mengajarinya berjalan. Tak menyangka putrinya akan secepat ini dewasa dan menikah.

Dan sebenarnya, Adam tidak rela pernikahan putrinya menjadi momen sedih bagi putrinya. Adam tahu betul pernikahan ini bukan keinginan Zivanna, namun Adam tak dapat berbuat banyak mengingat kenekatan istrinya. Entahlah, semua ini menjadi dilema baginya dan Zivanna. Sejujurnya, bagi Adam bagaimanapun keadaan Firman tidak menjadi masalah baginya, asal itu membuat putrinya bahagia. Tapi tidak dengan istrinya. Wanita itu terlalu egois hingga tidak memikirkan kebahagiaan putrinya sendiri.

Huft

Sekarang sudah terlambat memperbaiki semuanya. Adam tersenyum kemudian memegang tangan putrinya dan menuntunnya keluar dari kamar hotel menuju ballroom hotel tempat diselenggarakannya pernikahan mewah ini.

Zivanna menahan gugup dengan memegang erat tangan papanya. Adam menoleh dan tersenyum menyadari hal itu, kemudian ia menepuk pelan telapak tangan putrinya untuk memberinya semangat.

Sesampainya dipanggung Adam menyerahkan tangan Zivanna pada Efran. Mereka duduk di pelaminan megah diiringi musik lembut dan tepuk tangan meriah para tamu. Efran tampak tak kalah gugupnya, tangannya dingin dan menunjukkan senyum yang kurang nyaman. Efran benar-benar frustasi sekarang, entah ada apa dengan hatinya, rasanya ia ingin menangis tanpa sebab saat ini juga. Efran bukan pria cengeng, tapi saat ini ia benar-benar mati-matian menyembunyikan air matanya. Aneh bukan, jika dihari pernikahannya ia malah menangis.

Acara dimulai satu persatu hingga tiba saatnya momen pemotongan kue berukuran besar menggambarkan mewahnya pernikahan ini. Acara dimulai dengan Efran dan Zivanna memotong kue besar itu diiringi tepuk tangan meriah para penonton. Ibu mereka tampak begitu antusias sembari menitikkan air mata bahagia, tanpa mereka sadari, hati kedua pengantin itu muram, sama sekali tidak ada kebahagiaan dalam acara pernikahan meriah bertabur barang-barang serba mewah itu.

Disisi lain, Firman tengah berjuang melawan rasa gugupnya melihat Irna yang tengah kesakitan. Berkali-kali Irina mengejan sembari meremas tangannya, namun belum juga terdengar tangis bayi. Sudah cukup, Firman tidak tahan lagi, ia bermaksud berbicara dengan dokter dan meminta dilakukan operasi secar saja. Ia benar-benar sudah tidak tahan melihat Irina yang terus kesakitan.

Namun ketika Firman hendak beranjak, tiba-tiba Irina memegang tangannya erat. Irina mengejan panjang dan terlihat begitu kesaktian hingga remasan pada tangannya tak bisa Firman rasakan.

Setelahnya, suara tangis bayi terdengar dan Irina terlihat lemas dan memejamkan matanya. Firman segera menghampiri Irina dan menepuk pelan pipinya. Irna membuka matanya dan tersenyum lemas menatap Firman.

"Tuan, ini putra anda" suara interupsi dokter membuat Firman sontak menoleh dan tersenyum bahagia menatap putranya.

Firman segera meraih bayi itu ke tangannya dan menunjukkannya pada Irina.

"Bayi kita. Ini putra kita" ucapnya pada Irina dengan mata berkaca-kaca.

Irina sontak menetes air matanya melihat putranya digendongan Firman. Kemudian Firman menaruh bayi itu tengkurap kedada Irina. Bayi laki-laki tampan itu tampak bergerak-gerak dan sesekali menangis.

Firman mengecup singkat kening istrinya dan mengelus putranya, kemudian ia berucap

"Arfian Hadiwijaya"

Irina memandang Firman kebingungan. Firman tersenyum dan memandang bangga pada bayinya.

"Namanya Arfian Hadiwijaya, putra kebanggaan Firman Hadiwijaya" ucap Firman sembari tersenyum bangga menatap putranya.

Pdf novelku yang judulnya Revenge bisa dibeli via wa ya dears

Pemesanan via wa
082216211114
Reyna
082213778824
Putri

Untuk cerita Revenge prolognya susah aku posting. Semoga kalian semua suka.

Love you dears

Reyna

Edelweiss (TAMAT)Where stories live. Discover now