Part 13

776 71 0
                                    

Efran membaringkan tubuh lelahnya diatas ranjang. Hari ini weekend dan ia sangat malas keluar. Permasalahan yang datang padanya silih berganti seolah enggan pergi dan membiarkannya tenang.

Gadis itu, eeh, ralat, wanita itu, yang berberapa hari lalu ia lecehkan benar-benar menghindarinya setelah kejadian naas itu. Waktu sarapan dan makan malam, biasanya ia akan membantu bik harum menyajikan makanan. Namun beberapa hari ini,wanita itu tampak selalu berkutat di dapur, atau tempat manapun yang jarang dilalui olehnya.

Sebenarnya Efran bukannya rindu atau bagaimana, hanya saja setiap mengingat kejadian itu ia seolah mengutuk dirinya sendiri karena sudah melecehkan orang tak berdosa. Seharusnya ia dilaporkan ke polisi karena telah berbuat asusila, tapi Efran tak membayangkan jika dirinya dipenjara. Atau kemungkinan lain ia harus bertanggung jawab pada Irna,tapi itu juga tidak mungkin karena ia dan Irna tak saling mencintai. Efran tak bisa membayangkan rumah tangga apa yang akan ia jalani tanpa cinta.

Ketika sibuk merenung menumpukan satu lengannya pada dahinya, tiba-tiba ponselnya diatas nakas berdering. Efran dengan malas meraihnya dan tertegun sesaat ketika ia membaca nama yang tertera di ponselnya.

Firman

Efran sempat ragu mengingat beberapa hari ini, setelah terkuaknya hubungan Zivanna dan Firman dirinya sedikit menjauh karena tak ingin sakit hati terlalu banyak. Efran masih sangat cemburu, sangat malahan. Akhirnya dengan berat hati Efran memencet tombol hijau lalu menaruh ponsel ditelinganya.

"Fran, kamu bisa ketaman setengah jam lagi". Tanpa ba bi bu Firman langsung mengungkapkan keinginannya.

"Buat nonton kalian kencan, enggak dulu deh, kerjaanku banyak. Kapan-kapan aku aku ngikut, belum pengen jadi obat nyamuk aku" Efran terkekeh sumbang.

"Zivanna butuh kamu setengah jam lagi, dateng ya."

Tuuuut

Bunyi ponsel dimatikan nyaring ditelinganya Efran. Sialan Firman, memangnya bosnya dia, menyuruh seenak jidat. Tapi tunggu dulu, tadi Firman bilang Zivanna membutuhkannya, memangnya ada apa. Apa mereka sedang bertengkar, atau mereka putus.

Kemungkinan-kemungkinan lain menari-nari dibenak Efran, namun ia tidak mau berspekulasi terlalu jauh, ia trauma patah hati. Sungguh ia masih ingat rasanya sampai sekarang.

Meletakkan ponsel, Efran segera mandi mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ingin rasanya ia berteriak dengan beban-beban yang menghimpit dadanya. Sungguh beban moral yang ia rasakan amat berat.

Irna

Gadis itu, Efran takut gadis itu mengalami trauma sexual atau semacamnya. Tapi untuk menolong pun ia tak tahu harus bagaimana.

               ********
Efran sampai ditaman dua puluh menit kemudian. Sebenarnya ia enggan kesana, tapi ia takut ada yang tidak beres dari suara Firman menelponnya tadi. Yaaa, terpaksalah ia akhirnya datang.

Dari kejauhan tampak mereka berdua duduk berdampingan dikursi taman dengan Zivanna yang tengah asik memakan es krim favoritnya. Jadi hanya untuk itu Firman menyuruhnya datang, eewwh, dasar menyebalkan. Kalo tau hanya untuk memamerkan kemesraan mereka, tak sudi ia datang disaat tubuhnya minta diistirahatkan.

Efran menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil sambil memejamkan matanya. Entah kenapa dari kemarin wajah sayu dan air mata Irna terus menghantuinya seolah ia adalah pendosa, tapi memang ia pendosa kan?, jangan lupakan fakta ia melakukan pemerkosaan.

Huuuuh

Efran membuang nafas kasar kemudian membenturkan keningnya pada setir mobil. Sungguh ia menyesal, seandainya waktu bisa diputar, ia tidak akan mabuk dan berbuat hal bejat itu. Hal mengerikan itu benar-benar menghantuinya.

Saat Efran menegakkan tubuhnya dan menyalakan mobil hendak meninggalkan taman, tak sengaja ekor matanya melirik pada Zivanna yang terlihat menangis dan Firman yang berjongkok didepannya menghapus air mata Zivanna.

Efran terpaku sesaat kemudian tanpa ia sadari, dirinya membuka pintu mobil dan berjalan pelan menghampiri keduanya. Sayup-sayup percakapan mereka terdengar ketika langkahnya semakin mendekat.

Efran terhenti beberapa langkah dari mereka dan memperhatikan interaksi yang membuat Zivanna menggugu dengan air mata mengalir deras.

Rupanya Firman berniat mengakhiri hubungan mereka. Sedikit banyak Efran mendengar pembicaraan mereka. Jadi untuk ini Firman menyuruhnya kesini. Weell, keputusan yang tepat sekali.Bagi Efran hubungan keduanya hanya obsesi sesaat Zivanna.

Mana mungkin Zivanna seumur hidup akan merawat pria pesakitan dan tidak mempunyai keturunan. Jelas orang tuanya pasti menentang. Dan Firman masih berpikir logis mengenai hubungan tanpa arah mereka. Dan menurut Efran langkah Firman memanggilnya kesini benar-benar tepat.

Terdengar kejam dan tidak tahu diri memang, tapi itulah yang Efran rasakan. Andai ia melepaskan Zivanna pada pria yang tepat, mungkin tidak terlalu menyakitkan. Tapi jika harus melepasnya pada pria pesakitan seperti Firman, Efran benar-benar tidak rela.

Ketika Firman perlahan meninggalkan Zivanna yang menangis histeris, Efran berjalan ke arah kursi taman. Ia menepuk pundak Zivanna yang otomatis membuat gadis itu menegakkan wajah sayunya.

Zivanna seperti terlihat kecewa pada awalnya, mungkin ia mengira Firman kembali dan memeluk erat dirinya yang menangis pilu. Sesaat tertegun, kemudian Zivanna kembali menangis histeris dan memeluk Efran, menumpahkan segala rasa kecewa dan sakit yang ia rasakan.

Dalam hati Efran teriris. Zivanna benar-benar terlihat tidak bisa hidup tanpa Firman. Tapi tak apa, ini hanya sementara, Efran yakin setelah ini ia akan bisa merubah hati Zivanna. Efran akan berusaha sekuat tenaga menggantikan posisi Firman dihati Zivanna, hingga lambat laun hati dan tubuh Zivanna menjadi miliknya seutuhnya. Apapun halangannya, Efran akan menyingkirkannya.

30juli2021

Edelweiss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang